Badak Sumatera dan Komitmen Penyelamatannya
SATUHARAPAN.COM – Dalam kurun waktu lima dekade terakhir, untuk pertama kali badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis) dapat diamati secara langsung di habitatnya di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur. Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) mengumumkan pada Senin, 21 Maret, penemuan seekor badak sumatera dalam lubang perangkap (pit trap) pada beberapa hari menjelang pertengahan Maret.
Badak yang tertangkap itu berjenis kelamin betina, berumur sekitar empat – lima tahun. Individu badak itu pernah teridentifikasi kamera jebak yang dipasang Tim Survei Badak WWF Indonesia pada bulan Oktober 2015.
Keberadaan badak sumatera di Kabupaten Kutai Barat pertama kali teridentifikasi melalui jejak tapak pada tahun 2013 oleh Tim Survei WWF Indonesia. Baru pada pertengahan tahun 2013, kamera jebak (camera trap) berhasil merekam video badak yang sedang berkubang, mengkonfirmasi temuan jejak sebelumnya.
Badak sumatera adalah salah satu dari dua spesies badak yang ada di Indonesia. Spesies lain adalah badak jawa, yang hanya dapat ditemukan di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon. Status populasi badak sumatera saat ini ‘critically endangered’, - dalam daftar spesies terancam dari lembaga konservasi dunia, IUCN, dengan perkiraan jumlah populasi kurang dari 100 individu, terutama tersebar di Pulau Sumatera.
Kementerian LHK, seperti dikutip dari ppid.dephut.go.id, membentuk Tim Penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Nomor. SK. 300/KSDAE-KKH/2015, beranggotakan unsur KLHK, pemerintah provinsi dan kabupaten, lembaga akademik dan lembaga konservasi yang bekerja dalam konservasi badak di Indonesia.
Sejak Desember 2015, Tim Penyelamatan Badak Sumatera di Kabupaten Kutai Barat, bekerja untuk menyiapkan rencana translokasi badak di Kutai Barat. Penemuan badak sumatera di habitatnya di Kalimantan itu, menurut Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, Siti Nurbaya, dalam konferensi pers di Manggala Wanabakti, Senin (21/3), merupakan langkah yang memberi harapan dalam upaya menyelamatkan populasi badak sumatera di Kalimantan, dan menunjukkan komitmen Indonesia dalam upaya konservasi tumbuhan dan satwa langka.
Diburu untuk Diambil Culanya
Badak sumatera (Dicerorhinus sumatrensis), adalah satu-satunya badak Asia yang memiliki dua cula. Badak sumatera, mengutip dari wwf.or.id, juga dikenal memiliki rambut terbanyak dibandingkan seluruh sub-spesies badak di dunia, sehingga sering disebut hairy rhino (badak berambut).
Ciri-ciri lainnya adalah telinga yang besar, kulit berwarna cokelat keabu-abuan atau kemerahan, sebagian besar ditutupi rambut dan kerut di sekitar matanya.
Panjang cula depan berkisar 25 - 80 cm, sedangkan cula belakang biasanya relatif pendek dan tidak lebih dari 10 cm. Saat anak badak sumatera lahir hingga remaja, biasanya kulitnya ditutupi rambut yang lebat berwarna cokelat kemerahan. Bersamaan dengan bertambahnya uumur, rambut yang menutupi kulitnya semakin jarang dan berubah kehitaman.
Panjang tubuh satwa dewasa berkisar 2-3 meter dengan tinggi 1 - 1,5 meter. Berat badan diperkirakan berkisar 600-950 kg. Badak sumatera memiliki ukuran terkecil dibandingkan semua sub-spesies badak di dunia.
Badak sumatera hidup di hutan rawa dataran rendah hingga hutan perbukitan, meskipun umumnya satwa langka ini menyukai hutan dataran rendah dengan vegetasi sangat lebat, khususnya di hutan-hutan sekunder tempat banyak terdapat sumber makanan yang tumbuh rendah.
Satwa ini dikenal sebagai penjelajah dan pemakan buah, khususnya mangga liar dan buah fikus, daun-daunan, ranting-ranting kecil, dan kulit kayu. Hidupnya di alam dalam kelompok kecil, dan umumnya menyendiri (soliter).
Populasi terbesar dan mungkin paling memadai untuk berkembang biak (viable) saat ini terdapat di Sumatera, sementara populasi yang lebih kecil terdapat di Sabah dan Semenanjung Malaya.
Para ahli, seperti dikutip dari wwf.or.id, menyebutkan mamalia besar ini sangat rentan terhadap kepunahan baik akibat bencana alam, penyakit, perburuan, atau kerusakan genetis. Kurang dari 25 ekor diyakini saat ini bertahan hidup di Sabah, sedangkan untuk Kalimantan tidak ada informasi atau data akurat tentang keberadaan satwa bercula dua ini.
Selama bertahun-tahun, badak sumatera diburu untuk diambil cula maupun bagian-bagian tubuh lainnya, karena dipercaya sebagai bahan obat trandisional. Kelangsungan hidup badak sumatera semakin terancam dengan tingginya laju kerusakan hutan. Di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), contohnya, ancaman utama terhadap habitat badak sumatera adalah perambahan hutan menjadi kebun kopi dan tanaman pertanian lainnnya.
WWF bekerja di TNBBS yang berlokasi di Provinsi Lampung dan Bengkulu, yang merupakan salah satu dari areal konservasi penting bagi badak Sumatera yang tersisa di Sumatera. Diperkirakan sekitar 60-80 ekor badak sumatera berada di taman nasional tersebut dan merupakan populasi terbesar kedua di dunia. Bersama dengan Departemen Kehutanan, Balai Taman Nasional, WWF Indonesia memfokuskan kegiatan di TNBBS mencakup upaya-upaya perlindungan habitat, pengelolaan kawasan, pengembangan masyarakat, advokasi, dan kebijakan, serta pendidikan dan penyadartahuan.
Editor : Sotyati
Gereja-gereja di Ukraina: Perdamaian Dapat Dibangun Hanya At...
WARSAWA, SATUHARAPAN.COM-Pada Konsultasi Eropa tentang perdamaian yang adil di Warsawa, para ahli da...