Bagaimana Kesiapan Negara-negara Atasi Virus Corona
Indonesia dinilai masih rentan, nilainya baru mencapai 0,562.
SATUHARAPAN.COM-Perkembangan informasi mengenai penyebaran virus corona yang dimulai dari kota Wuhan, Provinsi Hubei, China semakin mengkhawatirkan. Meskipun sebagian besar kasus dan korban meninggal masih berpusat wilayah China tengah, puluhan negara telah melaporkan kasus terkonfirmasi infeksi virus corona.
Beberapa informasi yang mengkhawatirkan antara lain bahwa akibat dan penyebaran virus ini sangat serius, mengingat Dr. Li Wenliang, seorang dokter mata, dan ia yang pertama mengingatkan bahaya virus corona. Dia sempat dipersalahkan oleh pemerintah setempat, namun akhirnya meninggal oleh virus itu. Peringatannya menandai bahwa dia kemungkinan bertindak sangat hati-hati terhadap virus ini, tetapi akhirnya virus itu juga yang membunuhnya. Dia adalah dokter kedua yang menjadi korban keganasan wabah ini.
Hal lain adalah penularan penyakit ini tidak terbatas di Provinsi Hubei, atau China, tetapi sudah terjadi di negara lain. Pasien itu teridentifikasi terinfeksi di Singapura dan Thailand.
Hal ini membuat negara-negara semakin ketat dalam mencegah masuknya penduduk dari China melalui pembatasan penerbangan dan transportasi lain. Perkembangan menyebutkan Inggris melakukan pengawasan yang ketat pada kedatangan bukan hanya dari China, tetapi juga dari beberapa negara Asia.
Di sisi lain virus ini masih menyimpan sejumlah misteri, di mana dunia kedokteran dan farmasi harus berpacu untuk mengenalinya dengan baik, sebelum berusaha menemukan obat maupun vaksinya. Dua hal yang terakhir bahkan akan membutuhkan waktu yang lebih lama.
Dengan kata lain, entitas kesehatan di seluruh dunia sekarang berpacu dengan waktu untuk melakukan diagnosa dengan cepat virus ini, menyembuhkan yang terinfeksi dan mencegah yang lain terinfeksi. Dan pemerintah hampir di seluruh dunia harus mengeluarkan kebijakan untuk melindungi warga dan meminimalkan dampak sosial ekonomi atas wbah ini.
Pemerintah China menyatakan percaya diri untuk mengatasi wabah ini, dan dampak ekonominya juga bisa diatasi. Optimisme dilontarkan China, negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia, untuk meyakinkan bahwa pemulihan ekonomi juga akan terjadi. Namun demikian, sejauh ini masih banyak hal tentang wabah ini yang belum cukup jelas. Bahkan publik semakin dibuat resah oleh informasi di media sosial yang simpang-siur.
Kesiapan Mengatasi Wabah
Mengingat bahwa infeksi sudah di temukan di luar China, dan mobilitas manusia secara global yang semakin tinggi, upaya mengatasi wabah virus corona ini tidak lagi sepenuhnya bergantung pada China, tetapi juga secara global. Ini sudah ditegaskan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengoreksi pernyataannya sehingga menjadi keadaan darurat kesehatan masyarakat dengan perhatian internasional (global), ketimbang sebelumnya yang hanya disebutkan sebagai darurat untuk China.
Maka yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana China dan negara-negara di dunia memiliki kesiapan untuk mengatasi wabah akibat penyakit infeksi seperti ini. Dunia memang mempunyai pengalaman menghadapi wabah SARS (Sever Acute Respiratory Syndrome) di China dan Hong Kong tahun 2002-2003, wabah Ebola di Afrika, HIV Aids di seluuh dunia, Sika di Amerika Selatan, dan MERS (Midle East Respiratory Syndrome) di Timur Tengah. Dan semuanya selalu menunjukkan adanya kepanikan.
Sebuah lembaga, RAND corporation, pada tahun 2016 mengeluarkan laporan tentang Indeks kerentanan wabah penyakit Infeksi (IDVI / Infectious Disease Vulnerability Index). Indeks ini memberikan gambaran tentang kesiapan atau kerentanan negara dalam menghadapi wabah penyakit infeksi. Hasil penelitian memberikan nilai (0 sampai 1) pada negara-negara yang diteliti. Dan ini mungkin membantu kita mendapatkan gambaran kesiapannya dalam menghadapi wabah seperti virus corona.
Nilai 1 diberikan kepada negara yang sangat siap, dan 0 kepada negara yang tidak siap. Faktor-faktor yang dilihat terkait dengan kesehatan masyarakat, ekonomi, dinamikan wabah, politik negara itu, politik internasional, demografi, dan program pemeliharaan kesehatan.
Hasil analisis oleh RAND menunjukkan bahwa lima negara paling tidak siap menghadapi wabah adalah Somali (nilai 0), kemudian Republik Aftrika tengah, Chad, Sudan Selatan, dan Mauritania, semua di Afrika. Sedangkan lima negara yang paling siap adalah: Norwegia (nilai 1), kemudian Kanada, Finlandia, Jerman, dan Swedia.
Dari 195 negara yang diteliti menunjukkan bahwa yang paling siap ada di Eropa, Amerika Utara, Asia, Australia dan Selaindia Baru. Di Asia, Jepang mendapatkan nilai: 0,926 adalah yang teratas disusul Korea Selatan dengan nilai 0,879, dan Singapura 0,878. Australia memperoleh nilai 0,912, di bawah Selandia Baru dengan nilai 0,916. Sedangkan Amerika Serikat dengan nilai 0,924.
China yang sekarang dilanda wabah virus corona berada pada urutan 129 dengan nilai 0,663 dengan faktor yang paling buruk tentang politik domestik dan domain pemeliharaan kesehatan. Memang belum ada data terbaru, dan apakah ada perubahan yang mendasar yang memperbaiki keadaan di China dari tahun 2016, atau selama tiga tahun terakhir.
Situasi di Indonesia
Negara-negara di Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN, hanya Singapura yang dinilai siap untuk menghadapi wabah penyakit infeksi, selain tiga negara lain yang cukup siap, yaitu: Brunei Darussalam dengan nilai 0,762, Malaysia dengan nilai 0,761, dan Thailand dengan nilai 0,711. Selanjutnya dengan uturan nilai semakin buruk adalah Vietnam dengan nilai 0,626, Indonesia: 0,562, Filipina: 0,544, Myanmar: 0,448, Kamboja: 0,355, dan Timor Leste: 0,310.
Dengan nilai itu, kesipan Indonesia dianggap sejajar dengan negaranegara: Guyna, Suriname, Kirgiztan, Fiji, Iran, dan Serbia. Indonesia dinilai sebagai negara yang masih rentan dengan kesiapan yang belum memadai untuk menghadapi wabah penyakit infeksi. Dan ini sudah semestinya menjadi tantangan bagi pemerintah dan masyarakat untuk memperbaiki situasi, terutama dalam menghadapi virus corona.
Tingkat risiko yang dihadapi negara-negara terhadap penyebaran virus corona memang sangat terkait dengan hubungan negara itu dengan negara China yang ditandai oleh pergerakan manusianya, sehingga indeks yang dikeluarkan oleh RAND ini tidak sepenuhnya bisa menggambarkan tingkat kerentanan terhadap penyebaran virus corona.
Bagi Indonesia, dengan hubungan perdagangan dan kunjungan wisata dengan China yang terus meningkat, itu juga berarti bahwa kerawanan yang kita hadapi bisa jadi lebih tinggi ketimbang apa yang disajikan oleh IDVI tersebut.
Oleh karena itu, Indonesia juga harus belajar dari China ketika menghadapi wabah SARS dan sekarang virus corona, di mana keterbukaan informasi makin baik, tetapi masih ada kepentingan politik yang justru membuat respons terhadap wabah ini tidak secepat yang bisa dilakukan. Juga penyebaran informasi yang simpang siur di media sosial , menimbulkan kepanikan dan mendorong tindakan yang kontar produktif dengan upaya pencegahan.
Situasi ini, bagi kita di Indonesia, yang masih belum terpapar virus mematikan ini (kecuali WNI di Singapura), adalah keberuntungan, namun yang juga memberi pesan untuk tetap waspada dan bersikap rasional untuk mencegah masuknya wabah ini. Kita berharap virus tidak pernah sampai di Indonesia, dan dunia bisa segera mengatasinya.
Editor : Sabar Subekti
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...