Bagaimana Persiapkan Diri untuk Suhu yang Kian Tinggi?
JENEWA, SATUHARAPAN.COM – Eropa kini dilanda gelombang suhu tinggi, dan kemungkinan tidak akan mengalami penurunan dalam waktu dekat. Bahkan sebaliknya. Lebih banyak udara panas akan datang dari Afrika dalam waktu dekat, bahkan dengan membawa debu dari padang pasir.
Negara-negara Eropa di bagian Barat Daya, terutama yang terkena dampaknya. Pemerintah di Portugal mengeluarkan peringatan di seluruh negeri, termasuk bahaya debu dari Sahara. Di Spanyol peringatan diberikan bagi 40 dari 50 provinsi Spanyol. Suhu di Kota Beja di Portugal diperkirakan akan mencapai 47 derajat celsius.
Bagi manusia, salah satu dampak suhu tinggi adalah kemampuan berpikir yang melambat sekitar 13 persen, demikian studi yang dilakukan Harvard Chan School of Public Health bulan Juli lalu.
Tapi bukan itu saja masalah yang ditimbulkan suhu tinggi. Suhu tinggi meningkatkan polutan di udara, karena suhu tinggi juga mempercepat reaksi kimia. Ini menyebabkan tingginya risiko serangan jantung dan penyakit pernapasan.
Selain itu, suhu tinggi mengganggu tidur yang tenang. Itu berarti tubuh tidak bisa memulihkan diri dari panas yang diderita sepanjang hari.
"Gelombang panas, berakibat lebih fatal di Eropa dalam beberapa dekade terakhir lebih tinggi daripada peristiwa cuaca lainnya," demikian dikatakan Vladimir Kendrovski, pejabat WHO yang mengurus dampak perubahan iklim di Eropa.
Kelompok-kelompok masyarakat yang lemah, seperti anak kecil dan orang berusia lanjut, menderita paling parah. Banyak korban tinggal di kawasan yang populasinya padat di kawasan perkotaan, dan di mana pergantian udara jarang terjadi.
Sebagian Asia Terkena "Pukulan Berat"
Jepang juga mengalami suhu tinggi pertengahan tahun ini, yang belum pernah dialami sebelumnya. Sedikitnya 119 orang meninggal akibat stres yang disulut suhu panas bulan lalu. Sementara lebih dari 49.000 ditempatkan di rumah sakit. Suhu Kota Kumagaya mencapai rekor nasional, dengan mencapai 41,1 derajat celsius akhir Juli lalu.
Di Tokyo, suhu meningkat hingga di atas 40 derajat celsius, untuk pertama kalinya sesuai catatan. Sejumlah masalah signifikan akibat suhu tinggi juga akan dihadapi Tiongkok di waktu dekat, demikian hasil studi terbaru.
Peneliti dari Massachusetts Institute of Technology (MIT) mengungkap, jika langkah drastis tidak diambil Tiongkok untuk membatasi emisi gas rumah kaca, kawasan paling padat penduduk dan kawasan yang penting dari segi pertanian akan tiba dalam kondisi, di mana manusia tidak bisa berada di luar bangunan untuk waktu lama.
Perubahan iklim yang disebabkan ulah manusia juga akan mendorong semakin banyak gelombang panas di AS, demikian hasil studi dari Universitas Miami Rosenstiel School of Marine and Atmospheric Science.
"Tanpa pengaruh dari ulah manusia, separuh dari gelombang panas ekstrem yang terjadi abad ini tidak akan terjadi," demikian dikatakan peneliti utama Hosmay Lopez.
Di banyak tempat masalahnya bukan hanya suhu ekstrem tinggi melainkan juga kelembaban tinggi. Cuaca panas dan lembab juga jadi kondisi baik bagi berkembangbiaknyanya serangga.
Ini mengkhawatirkan bagi negara-negara yang rentan akan wabah malaria atau dengue.
"Penyakit yang disebarluaskan vektor diasosiasikan dengan perubahan iklim, dilihat dari luas penyebarannya dan sensitivitas vektor terhadap lingkungan sekitar," demikian Vladimir Kendrovski dari WHO.
Nyamuk seperti Aedes aegypti menyebar ke kawasan-kawasan "baru" antara lain juga akibat suhu yang meningkat di kawasan-kawasan itu.
Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Untuk menghadapi suhu tinggi orang sebaiknya tidak berada di bawah pancaran matahari terlalu lama. Juga mengenakan baju yang ringan dan longgar, juga minum air cukup.
Pusing dan sakit kepala adalah reaksi normal atas suhu tinggi. Tapi muntah-muntah, bernapas cepat dan denyut jantung yang tinggi bisa jadi tanda serangan jantung. Di masa depan, jumlah gangguan kesehatan fatal akan meningkat sebagai akibat gelombang panas, jika orang tidak mampu beradaptasi dengan suhu yang meningkat.
Peneliti dari universitas di Australia, Monash University, mengembangkan sebuah model untuk memperkirakan jumlah kematian yang berkaitan dengan gelombang panas di abad ke-20 untuk periode dari 2031 hingga 2080.
Di bawah skenario ekstrem, jumlah kematian akibat gelombang panas di Kota Brisbane, Sydney dan Melbourne naik sekitar 471 persen dibanding dengan periode antara 1971 dan 2010.
Di lain pihak ada juga kabar baik. Spanyol berhasil beradaptasi dengan suhu yang tambah tinggi. Walaupun suhu naik lebih dari 1 derajat celsius sejak 1980, jumlah kematian akibat suhu tinggi menurun sejak itu. Demikian hasil studi Barcelona Institute for Global Health found.
"Perbaikan dalam pendirian perumahan, penggunaan pendingin ruangan, membaiknya layanan kesehatan dan kampanye untuk meningkatkan kesadaran jadi faktor bagi tren yang kita lihat sekarang," kata penulis senior Joan Ballester.
"Tapi kita belum tahu apakah akan terus demikian, jika perubahan iklim menjadi jauh lebih intensif di masa depan," katanya. (dw.com)
Editor : Sotyati
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...