Bagaimana Turki Menghadapi Ekstremisme NIIS ?
ANKARA, SATUHARAPAN.COM – Sebagai negara tetangga Suriah, Turki, menghadapi imbas besar dari perang saudara di Suriah. Bukan hanya arus deras pengungsi masuk negara itu, tetapi juga arus jihadis yang bergabung dengan Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
Kelompok teroris yang mengklaim sebagai kekalifahan Islam ini belakangan mengklaim bertanggung jawab atas serangan di Paris, dan Beirut, termasuk serangan di Ankara dan Suruc di Turki.
Dalam situasi seperti itu apa yang dilakukan oleh ulama di Turki untuk melawan ekstremisme, terutama karena Turki merupakan salah satu negara Muslim utama di kawasan itu?
Direktorat Urusan Agama (Diyanet) sebagai badan agama tertinggi di Turki membuat kotbah yang disampaikan di masjid-masjid pada hari Jumat (20/11) lalu. Isi kotbah itu antara lain menyebutkan bahwa NIIS ‘’berbaris di jalan yang sama dengan tentara Salib,’’ seperti dikutip situs Al Arabiya.
Naskah kotbah itu dibacakan di 80.000 masjid di seluruh negeri, dan lebih dari 2.000 masjid di luar negeri yang terkait dengan lembaga itu.
"Dalam hal ini, tidak hanya orang-orang yang tidak bersalah yang tewas di Ankara, Paris, Beirut, Baghdad dan Nigeria ... tetapi juga nilai-nilai suci Islam, yang diturunkan sebagai rahmat bagi umat manusia," kata kotbah yang berjudul "Agama dijadikan sasaran oleh teror global."
Kotbah itu menambahkan bahwa mereka yang membunuh orang tak bersalah atas nama agama sama dengan membunuh seluruh umat manusia.
Salah Interpretasi tentang Islam
Sebuah laporan yang dirilis oleh Diyanet pada bulan Agustus menjelaskan bahwa taktik pertekrutan NIIS, slogan dan interpretasi Islam telah mempengaruhi Islam, khususnya pemuda.
Imam Turki, Ahmet Muhsin Tuzer, disebutkan menjelaskan kepada warga tentang semangat Islam yang sebenarnya setiap kali dia menemukan sebuah interpretasi yang salah oleh anggota NIIS.
"Kekurangan saya adalah tidak memiliki komunitas pemuda di masjid yang saya layani saat ini, tetapi saya dalam dialog dengan jemaah aktif menjernihkan pola pikir mereka tentang Islam yang sesungguhnya," kata Tuzer kepada Al Arabiya.
"Misalnya, banyak orang terkesan dengan khotbah terbaru Diyanet, dan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang salah tafsir oleh NIIS tentang agama," kata dia.
Dia mengatakan para pejabat Diyanet "khususnya imam, memiliki tanggung jawab serius untuk mengatasi keadaan yang kritis ini. Kita harus mendapatkan kembali pemuda yang telah dicuci otak, dan memberikan mereka inspirasi nyata tentang Islam," kata dia.
Pendapat Publik tentang NIIS
Di Turki, setidaknya NIIS telah menyerang Suruc, kota sebelah tenggara ibu kota, Ankara, yang menewaskan lebih dari 100 warga. Dan bagaimana pendapat publik di Turki tentang NIIS yang berbasis di negara tetangga, Suriah.
Menurut sebuah jajak pendapat oleh Pew Research Center, yang diterbitkan pada 17 November, sebanyak delapan persen dari populasi memiliki pandangan yang positif tentang NIIS, dan 73 persen berpandangan negatif.
Sementara sebuah survei pada bulan Juli oleh German Marshall Fund (GMF) dari Amerika Serikat menemukan bahwa 91 persen penduduk Turki berpikir bahwa NIIS adalah organisasi teroris. Hanya tujuh persen yang menyatakan tidak. Sekitar 82 persen berpikir NIIS adalah ancaman bagi Turki, sementara 16 persen menyatakan bukan ancaman.
"Survei ini dilakukan sebelum serangan NIIS di Suruç, Ankara, Beirut, dan Paris, dan orang menduga bahwa citra tentang ISIS akan menjadi lebih negatif. Survei oleh Pew itu sebelum kejadian," Ozgur Unluhisarcikli, direktur kantor GMF di Ankara.
Opini yang baik tentang NIIS oleh delapan persen dari masyarakat Turki, menurut survei Pew, kemungkinan adalah opini dari peran tidak langsung yang tidak menguntungkan Turki oleh Barat."
Unluhisarcikli mengatakan, cara berpikir yang disebut Syndroma Sevres (mengacu pada perjanjian Kekaisaran Ottoman yang dipaksa untuk menandatangani pada Perang Dunia I) adalah hal yang umum dirasakan di kalangan warga Turki.
"Pada bagian puncaknya, ada cara berpikir Islam, yang merasakan perkembangan dari prisma konflik antara Islam dan dunia Yahudi-Kristen," kata dia.
Kerja Sama dengan Barat
Turki sendiri menghadapi masalah dalam hubungan dengan Barat, khususnya Eropa. Sekalipun merupakan anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), jalan menuju keanggotaanya di Uni Eropa menghadapai halangan besar dari luar maupun dalam negeri.
Pada awal perang saudara di Suriah, Turki cenderung pasif, meskipun belakangan diketahui penjadi penyokong etnis Turkmen di Suriah. Kemudian muncul masalah pengungsi dan serangan NIIS, disusul juga konfliknya dengan Rusia menyusul serangan pada jet tempur Rusia. Semua itu menjadi masalah yang rumit bagi Turki dalam memposisikan diri.
Namun banyak kalangan di Turki yang mengharapkan negara yang dibangun oleh Kemal Ataturk itu lebih baik bekerja sama dengan Barat, khususnya dalam menghadapi NIIS.
Murat Erdogan, Direktur Pusat Penelitian Politik dan Migrasi di Universitas Hacettepe (HUGO) berpendapat bahwa kerja sama dan integrasi dengan Barat penting bagi Turki untuk meningkatkan posisinya, sebagai negara Muslim, terhadap ancaman NIIS.
"Namun, pengaruh sosial Diyanet dan imam lokal masih terbatas di kalangan pemuda Muslim di Turki, kata Erdogan pada Al Arabiya. Dan harus diakui bahwa di dalam negeri Turki masih ada kelompok yang memberi dukungan sosial bagi kelompok teroris itu. Hal ini bisa menjadi masalah di dalam negeri, ketika Turki lebih dekat ke Barat.
Dampak Kotbah Diyanet
Apakah isi kotbah Jumat yang dibuat oleh Diyanet itu akan efektif dalam mengatasi salah interpretasi terhadap Islam? Atau setidaknya mengubah pandangan mereka yang selama ini dekat dengan pandangan NIIS tentang Islam?
Unluhisarcikli meragukan pengaruh efektif dari kotbah Diyanet. "Meskipun Diyanet baru-baru ini mulai dengan upaya untuk menciptakan kesadaran tentang kejahatan NIIS dengan kotbah pada shalat Jumat, saya tidak yakin orang Turki yang bersimpati pada NIIS akan menjadi pengikut interpretasi Islam menurut Diyanet," kata dia.
Serangan teroris di Paris memang diperkirakan akan merusak persepsi sosial tentang Muslim di Eropa, bukan hanya terbatas pada kelompok ekstremis yang diduga terkait NIIS.
Situasi ini juga menjadi tantangan bagi Turki: apakah Turki, dan juga imigran Turki di Eropa, bisa membangun solidarits bersama negara-negara Barat dalam mengambil sikap terhadap NIIS dan kelompok esktremis.
Menurut Erdogan, Turki dan imigran Turki di Eropa, harus menampilkan sikap yang tulus tanpa reserve terhadap NIIS. Turki harus jelas dan kredibel menyatakan melawan teror oleh NIIS.
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...