Bali Tempo Doeloe ke 20: Barong dalam Mitologi Kini dan Nanti
GIANYAR, SATUHARAPAN.COM - Barong merupakan sosok mitologis khasanah budaya Bali. Keberadaannya tidak hanya erat dengan ritual dan kepercayaan di Bali, namun juga bagian dari kehidupan sosial masyarakatnya. Program Bali Tempo Doeloe seri ke-20 yang akan berlangsung pada Minggu (25/3) secara khusus akan mendialogkan seputar mitologi tersebut terkait tansformasi sosial kultural masyarakat Bali, berikut perspektifnya di era kini dan nanti.
Bertempat di Bentara Budaya Bali (BBB), Jl. Prof. Ida Bagus Mantra No.88A, bypass Ketewel, Sukawati, Gianyar, Bali, dialog bertajuk “Barong, Mitologi Kini dan Nanti” ini menghadirkan dua narasumber mumpuni di bidangnya, yakni Dr. Kadek Suartaya, S.SKar., M.Si. (Dosen Karawitan ISI Denpasar, Budayawan) dan Dr. Ketut Darmana, M.Hum (Dosen Antropologi Universitas Udayana). Selain timbang pandang, acara akan diawali pula pemutaran dokumenter seputar Barong di Bali.
Selain dipertunjukan sebagai hal yang sakral, Barong juga telah mengilhami berbagai karya seni, antara lain tarian tradisional, berikut pertunjukan musikal gamelan yang mengiringinya. Tak ketinggalan, rancang kostum atau busana yang dari waktu ke waktu berkembang selaras zaman.
Dr. Kadek Suartaya, S.Skar., M.Si. menyebutkan bahwa mitos tentang keberadaan barong di Bali dituturkan oleh lontar Barong Swari. Dalam lontar tersebut dikisahkan manakala kehidupan di bumi tengah dilanda malapetaka, Dewa Tri Murti turun ke bumi dan menjelma menjadi beragam sosok. Dewa Brahma turun menjadi Topeng Bang. Dewa Wisnu turun menjadi Topeng Telek. Sedangkan Dewa Iswara turun menjadi Barong.
“Mitologi barong tersebut dihayati secara religius dalam ritual ngelawang. Beragam jenis barong yang disakralkan oleh komunitasnya, saat hari-hari tertentu, terutama ketika wabah penyakit berjangkit, diusung menjelajah ruang yang dianggap membuat keonaran dengan tujuan menciptakan kesembuhan dan ketenteraman, “ungkapnya.
Sebagai sosok mitologis, barong juga mencerminkan transformasi sosial kultural masyarakat Bali. Masyarakat pada hakekatnya mengalami perubahan dalam laku kebudayaannya, serta senantiasa memerlukan seperangkat simbol yang dapat membantu memahami kedalaman pengalaman yang melingkupi dunia sekala niskalanya.
Sejalan itu pula, maka mitologi berkembang memperoleh tafsir baru yang kontekstual dengan kekinian, dan tak jarang pula menyiratkan pengharapan akan masa mendatang. Dengan kata lain, mitologi bukan semata gambaran akan sesuatu atau nilai yang sudah lampau, melainkan dimungkinkan tertaut hal-hal Kini dan Nanti.
Selain hadir sebagai tarian, Barong juga menginspirasi pembuatan topeng, patung, pahatan di dinding serta kerap tampil sebagai ikonik di dalam karya lukisan juga seni rupa lainnya, baik tradisional, modern maupun kontemporer. Sejak peninggalan kebudayaan pra-Hindu, tarian Barong telah muncul sebagai gambaran nilai-nilai Rwa Bhineda (pertentangan antara kebaikan dan kejahatan yang terus berlangsung) menurut kepercayaan orang Bali.
Walaupun biasanya Barong digambarkan sebagai perwujudan seekor macan atau singa, ternyata banyak juga jenis-jenis barong lain seturut hewan-hewan tertentu, semisal Barong Bangkal (berwujud babi jantan besar), Barong Bangkung (berbentuk induk babi), dan juga Barong Landung (penggambaran sosok yang tinggi besar), termasuk juga sosok Banaspati Raja yang digambarkan dalam bentuk Barong Ket (penguasa hutan). (PR)
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...