Banggar: Cost Recovery SKK Migas Harus Tepat Sasaran
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Pemimpin sidang Badan Anggaran DPR RI Jazilul Fawaid menyoroti cost recovery yang dialokasikan kepada Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) harus tepat sasaran.
“Cost recovery harus menjadi pembenahan untuk SKK Migas, dan tepat sasaran penggunaannya,” kata Jazilul Fawaid dalam Rapat Kerja Panitia Kerja A Pembahasan Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2015 (Raker Panja A) di ruang Badan Anggaran (Banggar), Kompleks Parlemen, DPR RI, Senayan, Jakarta Selatan, Selasa (3/2).
Jazilul menyebut angka yang dipatok pemerintah, dalam hal ini 14 miliar dolar AS dalam Anggaran Pendapatan Belanja Negara Perubahan 2015 dinilai masih dapat diturunkan oleh sebagian besar anggota Banggar DPR RI.
“Apakah saat ini harus ambil keputusan terkait dengan penurunan cost recovery dari 16,5 (miliar dolar AS) ke 14,5 (miliar dolar AS) sebenarnya kita harus arif memutuskannya,” kata Jazilul.
“Seharusnya dari 14,5 (miliar dolar AS) kita pasti berani menurunkan ke 13,5 (miliar dolar AS)," kata salah seorang anggota Banggar lainnya, I Wayan Koster menambahkan.
“Kalau dia ini kan sekarang seharusnya bisa menekan angka itu, karena saya yakin background dia ini kan punya itikad baik,” Wayan menambahkan.
Dalam kesempatan yang sama Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menjelaskan penurunan asumsi ICP diperkirakan penerimaan migas Indonesia sepanjang 2015 nantinya mencapai 34,281 miliar dolar Amerika Serikat (AS).
"Ada lima skenario, namun kami menggunakan dua saja yang difokuskan," kata Amien.
Amien menyebut sekenario pertama sebagai baseline cost recovery dengan nilai 16,5 miliar dolar AS maka penerimaan negara mencapai 13,2 miliar miliar dolar AS. Sementara untuk skenario kedua, dengan cost recovery dengan angka paling kecil yakni 14 miliar miliar dolar AS diharapkan penerimaan negara menjadi 14,99 miliar dolar AS.
Beberapa hari lalu, Komisi VII DPR RI dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan harga minyak Indonesia (ICP) pada APBNP 2015 sebesar USD60 per barel. Keputusan tersebut berdampak pada penerimaan negara dari sektor migas yang juga mengalami penurunan.
Dalam kesempatan yang sama Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR dari Fraksi PDI-P Isma Yatun mengkritisi SKK Migas pada 2015 yang menurut dia kurang ada upaya memproduksi minyak, dikarenakan menurunnya lifting minyak dalam asumsi makro untuk APBN-P 2015 yakni dari dari 849 barel per hari menjadi 825 barel per hari.
"Dengan penurunan lifting, menurut saya pasti bapak sudah prediksi akan terjadi permintaan turunnya produksi minyak," kata Isma.
Menurut Isma, turunnya lifting minyak akan membuat pihak SKK Migas menjadi tidak ambisius dalam melakukan pekerjaannya. Sehingga, tidak ada upaya yang cukup keras terkait lifting minyak tersebut.
"Kalau itu turun menurut saya tidak ada ekstra effort, cuma bukan berarti saya berseberangan," kata dia.
Isma menjelaskan karena asumsi tersebut sudah diputuskan berarti tidak dapat lagi melakukan perubahan. Pihaknya hanya memberi catatan kepada SKK Migas untuk tetap melakukan pekerjaan secara ambisius.
Editor : Eben Ezer Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...