Bangladesh Eksekusi Pemimpin Penting Islam karena Kejahatan Perang
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Bangladesh dilanda gelombang baru kerusuhan Jumat (13/12) ketika para pendukung Islam mengamuk atas pengeksekusian salah seorang dari para pemimpin mereka yang dituduh terlibat kejahatan perang.
Abdul Quader Molia menjadi orang pertama digantung atas perannya dalam perang kemerdekaan berdarah tahun 1971 ketika ia dibawa ke tiang gantungan di satu penjara di ibu kota Dhaka Kamis malam.
Penggantungan itu dilakukan pada pukul 22.01 waktu setempat (23.01 WIB), setelah Mahkamah Agung sebelummnya menolak permohonan kasasi atas hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Molla yang adalah seorang tokoh senior partai Jamaat-e-Islami.
Kekhawatiran bahwa eksekusi itu dapat menimbulkan kerusuhan lebih jauh di satu negara yang telah dilanda kerusuhan politik selama tahun ini segera terbukti ketika terjadi bentrokan-bentrokan di jalan di kota-kota kecil dan besar.
Dua aktivis dari partai Liga Awami di kota Kalaria, Bangladesh selatan yang berkuasa Jumat pagi dipukul hingga mati di kota Kalaroa Jumat pagi sementara para aktivis Jamaat-e-Islami juga melemparkan bom-bom api ke stasiun-stasiun kereta api, membakar tempat-tempat bisnis pro-pemerintah dan memblokade jalan-jalan, kata polisi dan para pejabat lainnya.
Kendatipun tidak ada segera laporan-laporan aksi kekerasan di Dhaka,para personil banyak terlihat di jalan-jalan untuk mengantisipasi kerusuhan-- terutama setelah sholat Jumat.
Di Washington,seorang wakil Departemen Luar Negeri mengatakan Bangladesh sedang melalui satu "saat yang paling rawan", mendesak semua pihak menyelesaikan pertikaian mereka secara damai.
"Kami telah lama mendesak pihak berwenang untuk melakukan peradilan yang bebas, transparan dan sesuai dengan standar-sandar internasional, tetapi kami juga mendesak semua dan para pendukung mereka menyatakan pandangan-pandangan mereka secara damai dan menahan diri dari aksi kekerasan," kata wakil juru bicara Marie Harf.
Pihak berwenang tetap mengeksekusi dia kendatipun ada imbauan-imbauan internasional agar itu tidak dilaksanakan, termasuk dari Sekjen PBB Ban Ki-moon.
Pemerintah itu, yang juga menolak desakan internasional untuk menunda pemilu bulan depan, tidak menyesalkan keputusan untuk melakukan eksekusi terhadap Molla yang berusia 65 tahun itu.
"Itu adalah satu saat yang bersejarah. Akhirnya setelah empat dasa warsa, para korban dari genosida perang kemerdekaan tahun 1971 telah memperoleh keadilan," kata wakil menteri hukum Quamrul Islam kepada AFP.
"Itu adalah hadiah terbaik bagi negara sementara kita merayakan Hari Kemenangan pada 16 Desember," katanya, mengacu pada hari nasional yang menandakan kemenangan perang kemerdekaan Bangladesh terhadap Pakistan.
Istri Molla dan anak-anaknya diizinkan melakukan pertemuan terakhir dengan dia di penjara beberapa jam sebelum dieksekusi, dan ia terlihat "tenang".
"Ia mengemukakan kepada kami bahwa ia bangga menjadi syuhadawan bagi perjuangan gerakan Islam di negara itu," kata putra Molla Hasan Jamil kepada AFP.
Segera setelah dieksekusi, jenazah Molla yang dikawal polisi dibawa ke desa di distrik Faridpur tengah, tempat ia dimakamkan di sebelah kuburan-kuburan orang tuanya pada Jumat pagi dihadiri sekitar 300 orang,kata polisi lokal Mohammad Ali kepada AFP.
Jamaat menyebut pengeksekusian itu satu "pembunuhan politik" dan memperingatkan akan ada aksi pembalasan bagi "setiap tetes" darah Molla.
Tetapi dalam satu tanda yang perpecahan mendalam di Bangladesh
ribuan pemerotes sekuler meletus dalam perayaan ketika berita pengeksekusian itu datang.
Mereka berkumpul di Taman Shahbagh di Dhaka sejak Selasa malam, meneriakkan slogan-slogan termasuk: "Gantung Quader Molla, gantung para penjahat perang".
Setelah disidangkan oleh pengadilan domestik yang banyak dikecam, Molla dinyatakan bersalah Feruari karena memimpin satu milisi pro-Pakistan yang berjuang menentang kemerdekaan daerah itu dan membunuh para profesor, dokter-dokter, penulis-penulusi penting Bangladesh.
Ia juga dihukum karena terlibat pembunuhan dan pembunuhan massa termasuk pembunuhan lebih dari 350 warga sipil yang tidak bersenjata.
Para jaksa menyebut ia sebagai "Pembunuh dari Mirpur", satu daerah pinggiran Dhaka di mana ia melakukan sebagian besar pembunuhan.
Molla adalah salah satu dari lima polisi Islam dan lainnya yang dihukum mati oleh satu pengadilan domestik yang dikenal sebagai Pengadilan Pidana Internasional, yang pihak oposisi katakan bertujuan untuk melenyapkan para pemimpin mereka.
Penghukuman-penghukuman itu memicu kerusuhan dan membawa negara itu dalam kerusuhan terburuk sejak merdeka. Sekitar 233 orang kini tewas dalam aksi protes di jalan-jalan sejak Januari, ketika hukuman-hukum itu pertama dijatuhkan.
Pemerintah Sheikh Hasina mengatakan tiga juta orag tewas dalam perang kemerdekaan tahun 1971, banyak yang dibunuh oleh milisi-milisi pro-Pakistan yang dipimpin para pemimpin Jamaat yang menentang pemisahan diri daerah itu daru Republik Islam Pakistan.
Para periset independen menyebut jumlah korban tewas antara 300.000 sampai 500.000 orang. (AFPAnt)
Dibangun Oleh Korban Penganiayaan, Bethlehem, Kota Natal AS ...
BETHLEHEM-PENNSYLVANIA, SATUHARAPAN.COM-Pada Malam Natal tahun 1741, para pemukim Moravia menamai ko...