Bangladesh: Mahasiswa Protes Keputusan Kuota Pekerjaan untuk Veteran, Enam Tewas
Pemerintah mendesak universitas-universitas di Bangladesh untuk tutup setelah bentrokan dalam protes tersebut.
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di Bangladesh mendesak semua universitas untuk tutup pada hari Rabu (17/7), sehari setelah sedikitnya enam orang tewas dalam protes yang disertai kekerasan atas alokasi pekerjaan pemerintah dan polisi menggrebeg markas besar partai oposisi utama.
Universitas Dhaka, yang menjadi pusat kekerasan, memutuskan untuk menangguhkan kuliah dan menutup asrama-asramanya tanpa batas waktu, kata seorang pejabat universitas kepada The Associated Press, yang berbicara tanpa menyebut nama karena dia tidak berwenang untuk berbicara kepada media.
Komisi Hibah Universitas meminta semua universitas negeri dan swasta untuk menutup sampai pemberitahuan lebih lanjut, demi melindungi mahasiswa, namun permintaan tersebut tidak memiliki kekuatan hukum dan tidak jelas berapa banyak universitas yang akan mematuhinya.
Pihak berwenang mengatakan bahwa setidaknya enam orang tewas pada hari Selasa (16/7) dalam kekerasan di seluruh negeri ketika pengunjuk rasa mahasiswa bentrok dengan aktivis mahasiswa pro pemerintah dan dengan polisi, dan kekerasan dilaporkan di sekitar ibu kota, Dhaka, kota Chattogram di tenggara dan kota Rangpur, serta Dhaka.
Semalam, polisi Dhaka menggrebeg markas besar oposisi Partai Nasionalis Bangladesh (BNP), dan menuduhnya berperan dalam kekerasan tersebut.
Kepala detektif Harun-or-Rashid mengatakan kepada wartawan bahwa polisi telah menangkap tujuh anggota sayap mahasiswa partai tersebut sehubungan dengan dua bus yang dibakar pada hari Selasa. Dia menambahkan, petugas menemukan 100 bom molotov, 500 batang kayu dan bambu, serta lima hingga enam botol bensin dalam penggerebekan tersebut.
Ruhul Kabir Rizvi, seorang pemimpin senior BNP, menuduh pemerintah “melakukan” penggrebegan untuk mengalihkan perhatian dari protes.
Protes dimulai akhir bulan lalu, menuntut diakhirinya kuota yang mencadangkan 30% pekerjaan di pemerintahan bagi keluarga veteran perang kemerdekaan Bangladesh pada tahun 1971, namun berubah menjadi kekerasan pada hari Senin (15/7) ketika pengunjuk rasa di Universitas Dhaka bentrok dengan polisi dan melakukan protes balasan yang diselenggarakan oleh sayap mahasiswa dari partai berkuasa Liga Awami, menyebabkan 100 orang terluka.
Kekerasan menyebar dalam semalam ke Universitas Jahangir Nagar di Savar, di luar Dhaka, dan dilaporkan di tempat lain di seluruh negeri pada hari Selasa.
Pada hari Rabu, protes terjadi di Universitas Dhaka dan tempat lain di negara tersebut. Polisi dikerahkan di kampus, sementara pasukan paramiliter perbatasan berpatroli di jalan-jalan di Dhaka dan kota-kota besar lainnya.
Para pengunjuk rasa berpendapat kuota keluarga veteran bersifat diskriminatif dan bahwa kuota tersebut menguntungkan pendukung Perdana Menteri Sheikh Hasina, yang partainya Liga Awami memimpin gerakan kemerdekaan. Para pemimpin partai yang berkuasa menuduh oposisi mendukung protes tersebut. Para pengunjuk rasa mengatakan mereka apolitis.
Sistem kuota juga menyediakan pekerjaan di pemerintahan untuk perempuan, penyandang disabilitas dan anggota etnis minoritas, namun pengunjuk rasa hanya berupaya untuk mengakhiri kuota untuk keluarga veteran.
Meskipun peluang kerja telah meluas di sektor swasta di Bangladesh, banyak orang lebih memilih pekerjaan di pemerintahan karena dianggap stabil dan bergaji tinggi. Setiap tahun, hampir 400.000 lulusan bersaing untuk mendapatkan 3.000 pekerjaan dalam ujian pegawai negeri.
Sistem kuota untuk sementara dihentikan pada tahun 2018, menyusul perintah pengadilan yang mengikuti gelombang protes massal mahasiswa pada tahun 2018. Namun bulan lalu, Pengadilan Tinggi Bangladesh membatalkan keputusan tersebut, sehingga membuat marah mahasiswa dan memicu protes baru.
Pekan lalu, Mahkamah Agung menangguhkan perintah Pengadilan Tinggi selama empat pekan, karena ketua hakim meminta mahasiswa untuk kembali ke kelas. Namun protes terus berlanjut.
Hasina membela sistem kuota pada hari Selasa, dengan mengatakan bahwa para veteran berhak mendapatkan penghormatan setinggi-tingginya atas pengorbanan mereka pada tahun 1971 terlepas dari afiliasi politik mereka saat ini.
“Meninggalkan impian hidup mereka sendiri, meninggalkan keluarga, orang tua dan segalanya, mereka ikut berperang dengan apapun yang mereka miliki,” katanya dalam sebuah acara di kantornya di Dhaka. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Awas Uang Palsu, Begini Cek Keasliannya
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Peredaran uang palsu masih marak menjadi masalah yang cukup meresahkan da...