Bangladesh Pertimbangkan Hapus Islam Agama Resmi Negara
DHAKA, SATUHARAPAN.COM - Bangladesh mempertimbangkan untuk menghapus Islam sebagai agama resmi negara sebagai respons atas berbagai serangan terhadap minoritas oleh kalangan Islamis radikal.
Pengadilan Tinggi Bangladesh juga sudah bersedia untuk menyelenggarakan sidang atas petisi yang diajukan oleh kelompok masyarakat yang meminta untuk menghapus Islam sebagai agama negara dan mengembalikan Bangladesh sebagai negara sekular.
Sidang pengadilan untuk mendengarkan petisi tersebut diadakan pada 27 Maret mendatang.
Menurut laporan Reurters, gerakan untuk menghapus Islam sebagai agama negara belakangan ini hidup kembali di Bangladesh setelah seakan mati selama 28 tahun. Konstitusi Bangladesh tahun 1971 awalnya menyatakan semua agama adalah sama di mata negara. Namun, penguasa militer Hussain Mohammad Ershad mengubahnya pada tahun 1988 dan menjadikan Islam sebagai agama negara.
Aksi Ershad kala itu mendatangkan protes dari sebuah kelompok yang terdiri dari 12 orang. Mereka mengajukan surat agar Pengadilan Tinggi membatalkan amandemen tersebut.
Sayangnya, menurut Shahriar Kabir, salah seorang anggota kelompok yang mengajukan protes, para anggota kelompok itu memutuskan untuk tidak lagi melanjutkan kasus, kala itu.
"Setelah mengajukan kasus ini, kami menyadari bahwa posisi tidak akan menguntungkan bagi kami, jadi kami tidak bergerak lebih jauh," kata Shahriar kepada Reuters, Senin (14/3).
Kemudian pemerintah saat ini, yang dipimpin oleh Perdana Menteri Sheikh Hasina, mengubah lagi konstitusi. Perubahan baru itu meliputi pemulihan prinsip sekularisme dalan konstitusi. Hanya saja konstitusi itu juga menegaskan kembali Islam sebagai agama negara.
Tindakan melancarkan petisi dan membawanya ke pengadilan oleh kelompok Shahriar pada dasarnya berupaya untuk menyelesaikan kontradiksi.
Namun, hasilnya belum akan dapat diketahui dalam waktu dekat. "Ini akan memakan waktu lama untuk mendapatkan keputusan apapun," kata Rana Dasgupta, seorang jaksa pemerintah.
"Sifat dari kasus ini memakan waktu. Pengadilan Tinggi akan terus mendengar dari kedua belah pihak dan kemudian akan memberikan putusannya."
Bruce Allen dari Forgotten Missionaries International (FMI) termasuk yang menanti-nanti apa yang akan menjadi keputusan pengadilan. Namun pada saat yang sama, ia menyiratkan kekhawatiran tentang kemungkinan adanya penolakan dari kalangan radikal.
"Minggu lalu ada garis keras Muslim yang mengatakan, 'Jika pengadilan menghapusnya Islam sebagai agama negara, akan ada kekerasan di jalan-jalan. Kami akan memicu protes nasional terhadap ini,'" kata dia.
Hanya saja, magnitude berita ini di dalam negeri Bangladesh tidak seramai di media internasional.
"Beberapa Muslim berkata, 'Ya, aku mendengar pengadilan sedang mempertimbangkan sesuatu seperti itu,' dan mereka benar-benar berpikir itu adalah ide yang baik," kata Allen.
Dia menambahkan bahwa sebagian besar kalangan "moderat" Muslim merasa populasi Muslim yang dominan dapat hidup berdampingan dengan hukum sekuler.
"Mereka tidak melihat ada ancaman dari penghapusan Islam sebagai agama negara yang dilindungi konstitusi."
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...