Bangladesh Pindahkan 1.700 Pengungsi Rohingya ke Pulau Bhasan Char
Ini pemindahan gelombang ketiga, dan gelombang keempat dilaksanakan hari Sabtu (30/1).
DHAKA, SATUHARAPAN.COM-Pihak berwenang di Bangladesh telah mengirim kelompok ketiga pengungsi Rohingya ke pulau yang baru dikembangkan di Teluk Benggala pada hari Jumat (29/1) meskipun ada seruan dari kelompok hak asasi manusia untuk menghentikan proses tersebut.
Pemerintah bersikeras dengan rencana relokasi yang dimaksudkan untuk menawarkan kondisi kehidupan yang lebih baik, sementara upaya untuk memulangkan lebih dari satu juta pengungsi ke Myanmar akan terus berlanjut.
Pada Jumat pagi, 1.778 pengungsi memulai perjalanan mereka ke pulau Bhasan Char dengan empat kapal angkatan laut dari kota pelabuhan Chattogram, setelah mereka dibawa dari kamp-kamp yang penuh sesak di distrik Cox's Bazar, kata M. Mozammel Haque, seorang komandan si Angkatan Laut Bangladesh.
Dia mengatakan gelombang keempat akan dikirim ke pulau itu pada hari Sabtu (30/1). “Sekitar 4.000 pengungsi sudah dikirim ke pulau itu sejak Desember, tapi kami memiliki kapasitas menampung 100.000 orang. Prosesnya akan berlanjut sampai kami memenuhinya,” katanya kepada wartawan.
Haque mengatakan para pengungsi diperlakukan dengan baik di pulau itu dan mereka akan memiliki pilihan untuk menghasilkan pendapatan dengan beternak sapi atau unggas dan juga dapat terlibat dalam membuat kerajinan tangan.
Dia mengatakan mereka ingin berkontribusi pada ekonomi, dan pemulangan mereka ke Myanmar adalah tujuan akhir. “Mereka akan diperiksa oleh dokter kami saat mereka tiba hari ini. Mereka akan diberi makan dan akomodasi dengan layak,” katanya.
Pindah Secara Sukarela
Sementara kelompok hak asasi manusia mengkritik tindakan tersebut, pemerintah Perdana Menteri Sheikh Hasina berulang kali mengatakan para pengungsi pindah ke pulau itu secara sukarela di bawah manajemen pemerintah.
Pihak berwenang mengatakan para pengungsi dipilih untuk direlokasi berdasarkan kemauan mereka, dan tidak ada tekanan. Tetapi beberapa kelompok hak asasi manusia dan aktivis mengatakan beberapa pengungsi terpaksa pergi ke pulau itu, yang terletak 34 kilometer dari daratan.
Pulau itu muncul pada 20 tahun yang lalu dan sebelumnya tidak dihuni. Pulau itu secara teratur terendam oleh hujan monsun, tetapi sekarang memiliki tanggul pelindung banjir, rumah, rumah sakit dan masjid yang dibangun dengan biaya lebih dari US$ 112 juta oleh angkatan laut Bangladesh.
Fasilitas pulau itu dirancang untuk menampung 100.000 orang, hanya sebagian kecil dari satu juta pengungsi Muslim Rohingya yang melarikan diri dari gelombang penganiayaan kejam di negara asalnya, Myanmar, dan saat ini tinggal di kamp pengungsian yang padat dan jorok di Cox's Bazar.
Badan bantuan internasional menentang relokasi sejak pertama kali diusulkan pada tahun 2015, mengungkapkan ketakutan bahwa badai besar dapat membanjiri pulau itu dan membahayakan ribuan nyawa. Tetapi pemerintah mengatakan kelompok hak asasi manusia dan PBB harus memahami niat baiknya.
Perserikatan Bangsa-bangsa juga menyuarakan keprihatinan bahwa pengungsi diizinkan untuk membuat "keputusan yang bebas dan terinformasi" tentang apakah akan pindah. Amnesty International dan Human Rights Watch mendesak pemerintah membatalkan rencana tersebut. (AP)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...