Seberapa Dekat Bahaya Global, Doomsday Clock 2021: 100 Detik
SATUHARAPAN.COM-“The Doomsday Clock” atau“Jam Hari Kiamat” yang menggambarkan bahaya yang dihadapi planet dan umat manusia terhadap ancaman perang nuklir akan tetap dalam 100 detik pada tengah malam tahun ini, di tengah ancaman pandemi virus corona, perang nuklir, dan perubahan iklim.
"Jarum Jam Hari Kiamat tetap 100 detik menjelang tengah malam, hampir tengah malam seperti sebelumnya," kata Rachel Bronson, presiden Buletin Ilmuwan Atom, dalam sebuah pernyataan.
“Jam Hari Kiamat” merupakan penggambaran yang berasosiasi dengan hitung mundur waktu. Semakin dekat jarum jam pada posisi menjelang tengah malam, menunjukkan makin dekat para ilmuwan itu percaya bahwa pada situasi dunia menghadapi bahaya global.
“Pandemi COVID-19 yang mematikan dan tumbuhnya rasa takut berfungsi sebagai 'seruan untuk bangun' yang bersejarah, sebuah gambaran yang jelas bahwa pemerintah nasional dan organisasi internasional tidak siap untuk mengelola ancaman senjata nuklir dan perubahan iklim yang benar-benar akan mengakhiri peradaban,” kata Bronson.
Keputusan untuk mengatur jarum jam itu diambil oleh anggota dewan Buletin Ilmuwan Atom, yang didirikan pada tahun 1945 oleh Albert Einstein, dan ilmuwan Universitas Chicago yang membantu mengembangkan senjata atom pertama di dunia. Anggota dewan termasuk 13 peraih hadiah Nobel.
“Jam Hari Kiamat” dibuat pada tahun 1947, jam bergerak ke 100 detik menjelang tengah malam pada bulan Januari tahun lalu, waktu yang paling dekat menjelang tengah malam dalam sejarahnya.
Awalnya, jarum jam ditetapkan pada tujuh menit menjelang tengah malam. Jarak terjauh dari tengah malam adalah 17 menit, setelah berakhirnya Perang Dingin pada tahun 1991.
Seruan Menyelamatkan Manusia dan Peradaban
Mantan gubernur California, Amerika Serikat, Jerry Brown, ketua eksekutif Bulletin of the Atomic Scientists,mengatakan bahwa inilah "waktunya untuk melenyapkan senjata nuklir, bukan membangun lebih banyak lagi."
“Begitu pula dengan perubahan iklim: AS, China dan negara-negara besar lainnya harus serius untuk mengurangi emisi karbon yang mematikan, sekarang,” kata Brown.
Susan Solomon, profesor studi lingkungan di Massachusetts Institute of Technology (MIT), mengatakan "perlambatan ekonomi terkait pandemi untuk sementara mengurangi emisi karbon dioksida yang menyebabkan pemanasan global."
“Namun selama dekade mendatang, penggunaan bahan bakar fosil perlu menurun drastis jika ingin menghindari efek terburuk dari perubahan iklim,” kata Solomon.
Mantan presiden Liberia, Ellen Johnson Sirleaf, mengatakan pandemi COVID-19 "adalah peringatan mengerikan terhadap rasa berpuas diri dalam menghadapi ancaman global terhadap semua kehidupan manusia."
“Hanya melalui aksi kolektif dan kepemimpinan yang bertanggung jawab kita bisa mengamankan planet yang damai dan layak huni untuk generasi mendatang,” katanya.
Anggota Buletin merekomendasikan agar Amerika Serikat dan Rusia memperpanjang perjanjian nuklir, New START, dan agar AS kembali ke kesepakatan nuklir dengan Iran.
Mereka juga mendesak pemerintah, raksasa teknologi, dan organisasi media untuk bekerja sama dalam menemukan "cara praktis dan etis untuk memerangi misinformasi dan disinformasi yang mendukung internet". (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...