Bank Dunia: Indonesia Sebaiknya Perluas Sektor Manufaktur
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ekonom Utama Bank Dunia di Indonesia, Ndiame Diop, mengatakan dengan melemahnya sektor komoditas, Indonesia sebaiknya mengambil kesempatan dengan memperluas sektor manufaktur dan jasa.
Menurutnya, peran Indonesia dalam sektor manufaktur dunia tidak banyak berubah dalam 15 tahun terakhir, berkembang rata-rata di kisaran 0,6 persen.
"Ini adalah kesempatan besar untuk terus melaksanakan reformasi, yang dapat memperkuat daya saing sektor manufaktur dan jasa, khususnya pariwisata. Selain reformasi yang terus berjalan, penting juga adanya strategi yang berpusat pada pengalihan teknologi atau pembangunan kapasitas terkait disain produk, perencanaan dan pembangunan industri yang penuh prospek," kata Ndiame Diop di Jakarta, hari Senin (20/6).
"Kemitraan yang kuat dengan sektor swasta juga sangat penting guna meremajakan industri dan naik kelas di bidang teknologi," dia menambahkan.
Laporan Bank Dunia terbaru menyebutkan ekonomi Indonesia tetap tangguh dengan pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) yang diproyeksikan mencapai 5,1 persen pada tahun 2016. Namun, pertumbuhan ekonomi dunia yang lebih lamban dari yang diperkirakan akan berdampak pada pulihnya pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Bank Dunia baru-baru ini memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar setengah persen dari proyeksi sebelumnya menjadi 2,4 persen.
Menurut laporan Indonesia Economic Quarterly (IEQ), konsumsi masyarakat dan belanja pemerintah diproyeksikan akan menopang pertumbuhan Indonesia pada tahun 2016. Kepala Perwakilan Bank Dunia di Indonesia, Rodrigo Chaves, kelanjutan reformasi kebijakan dapat membantu mengatasi dampak melambatnya permintaan dan gejolak pasar keuangan dunia.
"Kebijakan keuangan yang penuh kehati-hatian, peningkatan investasi pemerintah di bidang infrastruktur dan reformasi kebijakan guna memperkuat iklim investasi, telah menolong Indonesia dalam mempertahankan pertumbuhannya di kisaran 5,1 persen," kata Chaves.
"Namun, ekonomi dunia yang kurang cemerlang dapat membatasi investasi yang diperlukan dan keberlanjutan reformasi akan membantu Indonesia mendorong kepercayaan investor," lanjutnya.
Dalam laporan triwulan IEQ berjudul "Ketangguhan Berkat Reformasi" memuat juga sejumlah reformasi kebijakan yang telah diumumkan pemerintah Indonesia sejak bulan September 2015 dan beberapa sektor khususnya perdagangan dan investasi mulai mengalami deregulasi.
Menururt Chaves, Indonesia perlu meningkatkan investasi swasta, mengingat tekanan pada pendapatan pemerintah dapat membatasi rencana investasi pemerintah untuk pembangunan infrastruktur yang telah mendukung pertumbuhan ekonomi.
Namun, walaupun dengan proyeksi penerimaan yang lebih rendah dan defisit fiskal yang lebih tinggi sebesar 2,8 persen dari PDB, menurut perhitungan Bank Dunia, 90 persen target investasi yang tercantum di APBN 2016 awal tetap akan terpenuhi.
"Pertumbuhan belanja sektor swasta tetap tangguh di 5 persen tahun per tahun. Perkembangan investasi tetap yang melambat, akibat menurunnya belanja pemerintah, berdampak pada tumbuhnya PDB Indonesia sebesar 4,9 persen tahun per tahun di kuartal pertama tahun 2016."
"Melemahnya permintaan dunia juga akan terus menekan ekspor," katanya.
Menurut laporan itu, saat ini, ekspor manufaktur Indonesia di dominasi oleh produk teknologi rendah, peleburan materi (blending), dan perakitan. Akibatnya, Indonesia rentan terhadap perpindahan lokasi perusahaan-perusahaan multi-nasional.
Selain rangkuman tentang bidang manufaktur, laporan IEQ juga menganalisa berkembangnya deregulaai perdagangan dan dampak liberalisasi perdagangan pada biaya hidup, terutama harga pangan.
Laporan ini juga menjelaskan bagaimana pendapatan dan pengeluaran bank, pasar keuangan yang terbatas, serta persaingan dari pemerintah untuk mendapat sumber pembiayaan, berdampak pada tingginya suku bunga di Indonesia.
Editor : Eben E. Siadari
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...