Bank Dunia: Kebakaran Hutan Perlambat Pertumbuhan Indonesia
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bank Dunia menilai dampak negatif dari kebakaran hutan dan lahan sepanjang 2015 telah sangat masif dan menghambat laju pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Ahli Ekonomi Bank Dunia untuk Indonesia Ndiame Diop dalam paparan triwulanan di Jakarta, hari Selasa (15/12), mengatakan beberapa wilayah terdampak kebakaran hutan mengalami penurunan dan perlambatan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Laporan Bank Dunia menyebutkan, karena dampak asap dan kebakaran hutan, pembentukan Produk Domestik Bruto Pulau Kalimantan turun hingga 1,2 persen di triwulan ketiga.
Sedangkan, wilayah paling timur Indonesia, Papua, juga mengalami penurunan pertumbuhan menjadi 0,6 persen (yoy), di antaranya karena dampak kebakaran hutan di wilayah tersebut.
"Bencana ini sangat memberikan pengaruh pada pertumbuhan, di Kalimantan dan Papua. Pertumbuhan di Papua turun, begitu juga di wilayah Kalimantan, terutama Kalimantan Timur yang hanya tumbuh 3,5 persen (yoy)," katanya.
Bank Dunia menyatakan kebakaran hutan tersebut berdampak sebagian besar terhadap delapan provinsi di Indonesia, yaitu Jambi, Riau, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, dan Papua.
Kerugian terbesar pada sektor pertanian sebesar Rp 66,5 triliun karena kerusakan lahan dan tanaman pangan. Sektor kedua yang paling menderita adalah lingkungan hidup dengan nilai kerugian Rp 58,4 triliun.
Kalimantan Timur dan Tengah menjadi dua provinsi yang paling menderita kerugian karena kerugian di sektor pertanian, dengan nilai kerugian masing-masing Rp 17 triliun dan Rp 15,5 triliun.
Dari sisi lingkungan hidup, Sumatera Selatan dan Kalimantan Tengah tercatat menderita kerugian terbesar.
Selain pertanian dan lingkungan sektor industri manufaktur dan perdagangan, pariwisata, serta program sosial seperti pendidikan dan kesehatan juga sangat terdampak, dengan akumulasi nilai kerugian sebesar sekitar Rp 40 triliun.
Diop mengatakan, secara keseluruhan nilai kerugian akibat kebakaran lahan sebesar Rp 221 triliun, atau 1,9 persen dari Produk Domestik Bruto.
"Ini perkiraan terendah karena tidak termasuk eksternalitas negatif. Dalam hal kesehatan dan siswa yang terpaksa libur karena sekolah ditutup," katanya.
Indonesia, kata Diop, perlu memberikan sanksi yang tegas bagi pembakar hutan, merevisi kebijakan dalam pengelolaan gambut, dan membuat kebijakan untuk mengurangi dampak negatifnya terhadap ekonomi dan sosial masyarakat.
Meskipun menilai dampak kebakaran hutan cukup berat bagi ekonomi, Bank Dunia mencoba mempertahankan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini sebesar 4,7 persen dan 5,3 persen di 2016. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...