Bank Dunia: Korupsi Musuh Utama Negara Berkembang
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim, pada hari Kamis (19/12) mengatakan bahwa korupsi adalah masalah utama yang dihadapi negara-negara berkembang. Dia mengatakan dalam konferensi pers di markan s Bank Dunia di Washington.
Dalam pernyataannya tentang senjata baru untuk memberantas suap, dia mengatakan, “Di negara berkembang, korupsi adalah musuh publik nomor satu.”
“Setiap dolar yang oleh pejabat atau pengusaha dikorupsi, dan dikantongi di saku mereka, adalah dolar yang dicuri dari seorang wanita hamil yang membutuhkan perawatan kesehatan; atau dari seorang anak perempuan atau anak laki-laki yang membutuhkan pendidikan.”
Kim mengatakan, sektor swasta seharusnya menjadi “bagian dari solusinya." “Perusahaan minyak, gas dan tambang seharusnya semakin terbuka soal kontrak mereka dengan pemerintah,” kata dia, sehingga memberikan “peluang” untuk mengawasi berbagai aktivitas dari para pejabat publik dan korporat.
Kelompok Ahli
Kim mengumumkan bahwa Bank Dunia akan menciptakan kelompok ahli dalam bidang hukum, sektor publik, manajemen keuangan dan negara, serta pengadaan publik sebagai alat utama untuk memerangi korupsi.
Pada 1996, Bank Dunia untuk pertama kalinya mengintensifkan fokus antikorupsi, yang menyebutnya sebagai “kanker” bagi negara-negara miskin. Namun, “Kanker bisa disembuhkan,” kata Kim.
Dia mengatakan, Bank Dunia membuat banyak kemajuan dalam memberantas korupsi. Misalnya, “ketika korupsi mengancam menggagalkan projek listrik yang sangat penting di negara-negara Afrika bagian selatan, Bank Dunia turun tangan dan mencegah penyalahgunaan lebih dari nam juta dolar Amerika (sekitar Rp 72,7 miliar)," kata dia.
Kasus besar lainnya meliputi pembatalan kredit sebesar 1,2 miliar dolar Amerika atau setara dengan Rp 14,5 triliun oleh Bank Dunia untuk pembangunan jembatan di Bangladesh pada Juni 2012. Hal itu dilakukan setelah menemukan bukti adanya konspirasi korupsi tingkat tinggi di kalangan pejabat pemerintah Bangladesh dan eksekutif SNC Lvalin, perusahaan multinasional Kanada, dalam kaitannya dengan projek tersebut. Dan SNC Lavalin dilarang dari kontrak Bank Dunia selama 10 tahun.
Contoh lainnya, pada Februari 2012, dua unit grup Alstom Prancis harus membayar restitusi sebesar 9,5 juta dolar Amerika (sekitar Rp 115 miliar) dan didepak dari kontrak Bank Dunia selama tiga tahun karena menyuap pejabat di Zambia dalam kaitannya dengan projek hydropower yang didanai oleh Bank Dunia. (AFP / worldbank.org)
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...