Bank Dunia Luncurkan Inisiatif Lintas Iman Atasi Kemiskinan Ekstrem
WASHINGTON, SATUHARAPAN.COM - Bank Dunia menggandeng para pemimpin agama global dalam sebuah inisiatif yang dirancang untuk 15 tahun yang bertujuan mengakhiri kemisknan ekstrem di dunia pada tahun 2030.
Sekitar 35 kelompok agama di seluruh dunia, termasuk Bread for World, Islamic Relief International, Religious Action Center of Reform Judaism dan Soujourners, mendukung panggilan aksi ini. Para pendukung inisiatif ini meliputi umat Kristen, Yahudi, Muslim, Baha'i dan lain-lain.
"Pendekatan kami untuk kebutuhan mengejutkan ini harus holistik, berakar pada visi spiritual agama kita masing-masing, dan dibangun di atas pengakuan bersama terhadap martabat dan nilai intrinsik setiap kehidupan di bumi," demikian bunyi pernyataan bersama para pemimpin agama tersebut, sebagaimana dilansir oleh Religous News Services, hari ini (23/4).
Inisiatif ini dimatangkan pada pertemuan bulan Februari lalu, yang menghasilkan pernyataan bersama bertajuk Ending Extreme Poverty: A Moral and Spiritual Imperative. Pada 8 April lalu diluncurkan melalui dialog telekonferensi presiden Bank Dunia dengan para pemimpin agama di berbagai belahan bumi.
Pengamat mengatakan ini pertama kalinya Bank Dunia menjangkau kelompok agama dalam memerangi kemiskinan - sebagai bagian dari kesadaran bahwa pekerjaan ini terlalu besar untuk satu lembaga mana pun. Selain itu, inisiatif ini juga diharapkan membatasi duplikasi yang tidak perlu antara aksi Bank Dunia dengan orang-orang dari berbagai kelompok agama dalam memerangi kemiskinan.
"Ada konvergensi nyata antara tujuan-tujuan ganda Bank Dunia dan komitmen dan keyakinan lembaga dan organisasi keagamaan," kata Pendeta Adam Taylor, dari Soujourners dan World Vision yang kini mensupervisi inisiatif berbasis agama di Bank Dunia .
Pada telekonferensi 9 April lalu, Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim mengatakan jumlah orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem (hidup dengan kurang dari $ 1,25 per hari) telah berkurang dari 2 miliar jiwa pada tahun 1990 menjadi 1 miliar jiwa sekarang. Dan dia sangat percaya dengan dukungan yang cukup, angka itu bisa dihilangkan dalam 15 tahun.
Tapi Kim mengatakan untuk mencapai tujuan itu, akan ada dua aspek penting dilakukan, yaitu mengumpulkan bukti tentang apa yang telah berhasil dan apa yang tidak berhasil dijalankan dalam memerangi kemiskinan, dan mendaftarkan bantuan apa yang dapat diberikan oleh komunitas agama.
"Saya percaya bahwa beberapa pemimpin yang paling penting dalam gerakan untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem adalah orang-orang beriman, orang-orang yang secara fundamental termotivasi untuk membantu mereka yang paling rentan di antara kita," kata Kim.
Rencana ini akan berkisar pada tiga elemen inti, termasuk "memastikan pertanian berbasis iklim cerdas, meningkatkan gizi dan memperkuat rantai nilai dan akses pasar."
Pendeta Wes Granberg-Michaelson, mantan sekretaris jenderal Gereja Reformasi di Amerika dan pengamat negara-negara sedang berkembang, mengatakan bahwa penting bagi kelompok agama untuk memberikan modal moral bagi gerakan ini.
"Para pemimpin penting dari semua tradisi tersebut sangat terlibat dalam proses ini. Itulah yang membuatnya begitu menarik, "kata Granberg-Michaelson.
Organisasi yang dipimpin Michaelson, Global Christian Forum, adalah salah satu pendukung inisiatif ini.
Tapi ia juga mengatakan penting bagi para pemimpin agama untuk kembali ke rumah dan "meyakinkan orang di dalam organisasi mereka dan pada akar rumput bahwa sekarang ini ada kesempatan (untuk menghapus kemiskinan)."
Denominasi Protestan terbesar kedua di AS, United Methodists Church, kemarin menyumbang cek US$ 9,6 juta kepada Global Fund, yang didirikan pada tahun 2002 untuk memerangi HIV/AIDS, TBC dan malaria di seluruh Afrika.
Dana sebesar US$ 6,9 juta itu dihimpun melalui penjualan pancake dan limun, sumbangan tunggal terbesar dari kelompok agama yang pernah diterima Global Fund selama ini. Hal ini juga menunjukkan dampak potensial apabila lembaga keagamaan dan lembaga global bekerjasama untuk mengatasi tujuan ambisius.
Bank Dugal, perwakilan utama Baha'i International Community juga mendukung ide Bank Dunia tersebut.
"Masyarakat Baha'i di seluruh dunia berkontribusi untuk memberantas kemiskinan bersama dengan masyarakat akar rumput untuk membangun kapasitas melalui pendidikan dan proses lainnya, dengan tujuan memungkinkan individu di mana pun untuk menjadi protagonis kemajuan dan perkembangan mereka sendiri."
Pada bulan Juli, konferensi lain akan diselenggarakan yang mempertemukan pemimpin agama, praktisi dan akademisi untuk membicarakan cara-cara membangun jembatan yang lebih efektif antara lembaga-lembaga pembangunan dan organisasi keagamaan
.
Editor : Eben Ezer Siadari
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...