Bank Dunia Soroti Lonjakan Harga Beras RI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bank Dunia memberi sembilan catatan atas perekonomian Indonesia dalam mengantarkan Laporan Triwulanan Perekonomian Indonesia untuk bulan Maret 2015, yang dilansir hari ini (18/3). Salah satu yang menjadi sorotan dalam laporan itu ialah lonjakan harga beras.
"Harga beras melonjak pada bulan Februari, dan mengangkat masalah struktural pada pasar beras Indonesia, di mana pengelolaanya menciptakan distorsi dan terhambat oleh kurangnya data yang akurat dan tepat waktu," demikian Bank Dunia memberikan catatan.
Bank Dunia berpendapat, data produksi beras di Indonesia lebih didasarkan pada "estimasi mata" dan "hasil panen," metode yang kurang akurat dibandingkan data satelit.
"Data harga memang tersedia untuk sistem pemantauan dini, namun data stok di gudang utama dan titik distribusi kurang," tulis Bank Dunia dalam laporannya.
"Data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik menunjukkan konsumsi perkapita pada tahun 2014 sebesar 139,15 kg (direvisi ke 124,89 kg perkapita pada tahun 2015) mengindikasikan adanya surplus pasokan beras dalam negeri. Ini tidak konsisten dengan tingginya inflasi harga beras dan adanya keperluan untuk impor," lanjut laporan tersebut.
Bank Dunia menyoroti terus menurunnya produktivitas produksi beras. Produksi tahunan beras pada 2014, menurut Bank Dunia, menurun dibanding tahun 2013, yang merupakan penurunan ketiga kalinya, dan telah menjadi penurunan tahunan sejak 1997-1998.
Selain itu, Bank Dunia mengamati bahwa persediaan beras di pasar Cipinang menunjukkan beberapa tanda-tanda penurunan sepanjang akhir 2014, sebelum menurun tajam pada bulan Februari, ketika harga kemudian menanjak.
"Mengambil perspektif jangka panjang, pertumbuhan total produksi beras telah melambat secara struktural, dengan pertumbuhan produksi selama 1990-2011 kurang dari setengah tingkat pertumbuhan pada 1961-1990, terutama karena jatuhnya produktivitas," demikian Bank Dunia.
Selengkapnya, sembilan catatan Bank Dunia atas ekonomi RI adalah sebagai berikut:
Pertama, Bank Dunia menilai reformasi subsidi bahan bakar yang tepat telah membuka jalan bagi APBN 2015 yang direvisi --anggaran pertama oleh pemerintah yang baru -- untuk mengalihkan alokasi belanja ke berbagai prioritas pembangunan, terutama belanja modal, yang mendapat anggaran dua kali lipat dibanding tahun 2014.
Kedua, penerimaan negara berada dalam tekanan. Penerimaan dari minyak dan gas, menurut proyeksi Bank Dunia, akan menurun sebanyak 57 persen pada tahun 2015. Ini berarti kenaikan total penerimaan seperti pada tahun 2014 akan sulit tercapai, dan bertolak belakang dengan adanya kenaikan sasaran penerimaan sebesar 14,6 persen.
Ketiga, belanja modal pemerintah sepertinya tidak akan meningkat sesuai yang dianggarkan. Tidak hanya karena hambatan dalam eksekusi, tapi juga akibat pengurangan anggaran di beberapa bidang untuk memenuhi batas defisit fiskal sebesar 2,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Belanja infrastruktur yang lebih besar oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bisa lebih meningkatkan investasi tetap, tetapi kuantitas dan kualitas belanja ini masih belum bisa dipastkan.
Keempat, ekonomi Indonesia terus berada dalam tekanan akibat turunnya harga dan permintaan komoditas global, terutama dari Tiongkok. Ini berkontribusi terhadap berkurangnya pertumbuhan PDB menjadi 5,0 persen pada tahun 2014. Bank Dunia memperkirakan PDB akan sedikit naik, menjadi rata-rata 5,5 persen pada 2016, karena didorong oleh naiknya pertumbuhan investasi tetap, yang dibantu naiknya belanja infrastruktur (meski masih belum mencapai sasaran). Ekspor diperkirakan akan pulih secara perlahan, dan investasi akan menaikkan impor, sehingga pada base case, net ekspor diperkirakan tidak akan menjadi pendorong utama pertumbuhan.
Kelima, porsi besar melambannya pertumbuhan sejak tahun 2012 adalah akibat penurunan potensi tingkat pertumbuhan menjadi 5,5 persen atau kurang pada 2015. Dan hal ini bukan sekadar satu kali penurunan pertumbuhan akibat turunnya harga komoditas. Dalam laporan Bank Dunia untuk edisi Maret, dibahas peran sektor sumberdaya alam selama periode ledakan komoditas, dan mengkaji proyeksi ke depan yang penuh tantangan.
Bank Dunia menilai, agar sumberdaya alam Indonesia yang sangat besar bisa lebih berperan dalam pembangunan, manajemen publik yang efektif, serta kerangka kerja kebijakan yang kuat untuk membuat regulasi, akan menjadi sangat penting.
Keenam, defisit neraca transaksi berjalan diperkirakan rata-rata masih sekitar 3,0 persen dari PDB, akibat beberapa faktor struktural. Diantaranya, ekspor yang melemah, dan naiknya impor dengan menguatnya investasi. Turunnya harga minyak secara tajam sejak pertengahan 2014 telah mengurangi defisit perdagangan, tetapi turunnya net impor minyak diperkirakan akan tergantikan oleh semakin turunnya penerimaan dari ekspor gas.
Ketujuh, harga beras melonjak pada bulan Februari, dan mengangkat masalah struktural pada pasar beras Indonesia, dimana pengelolaanya menciptakan distorsi dan terhambat oleh kurangnya data yang akurat dan tepat waktu. Consumer Price Index sudah menurun, terutama akibat turunnya harga bahan bakar minyak sejak Januari, meskipun inflasi masih tetap ada pada tingkat 5,0 persen tahun-ke-tahun.
Kedelapan, seperti mata uang negara-negara berkembang lain, Rupiah mengalami depresiasi signifikan terhadap dolar AS, tetapi sejak pertengahan 2014 telah terapresiasi dalam hal perdagangan riil. Sistem penetapan harga BBM yang baru mengurangi risiko fiskal akibat semakin menguatnya US Dollar, asalkan diterapkan secara konsisten.
Kesembilan, agenda besar reformasi pemerintah telah mencapai beberapa keberhasilan awal dan membawa harapan besar. Untuk mempertahankan upaya pengentasan kemiskinan serta pertumbuhan yang lebih cepat, saat ini diperlukan fokus pada aspek implementasi. Pemerintah tengah memberikan prioritas pada percepatan prosedur izin usaha, dan telah membuat momentum awal yang kuat. Tetapi Pemerintah masih menghadapi tantangan kompleks untuk bisa melanjutkan implementasi reformasi dalam langkah-langkah operasional.
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...