Barat Siap Intervensi Suriah Dengan Kekuatan Militer
PARIS, SATUHARAPAN - Presiden Prancis Francois Hollande, Selasa (27/8) mengatakan, perang sipil Suriah telah mengancam perdamaian dunia dan negaranya sudah siap untuk menghukum siapapun yang berada di balik penggunaan senjata kimia di Suriah.
"Prancis siap menghukum mereka yang telah membantai warga yang tidak bersalah," tegas Hollande dalam pertemuan tahunan di Paris.
Hollande meyakini pasukan yang setia kepada Bashar al-Assad berada di balik serangan senjata kimia yang diyakini telah menewaskan ratusan warga sipil. "Hal ini merupakan tanggung jawab dunia internasional untuk sesegera mungkin merespon serangan mematikan tersebut," ujar Hollande.
Hollande mengatakan, ia akan segera mengadakan pertemuan sinkat dengan dewan pertahanan dan Parlemen Prancis pada hari ini untuk membahas kemungkinan dilakukannya opsi militer untuk mengakhiri perang sipil di Suriah.
Serangan Diperkirakan Akan Terjadi
Diplomat Barat dari 11 negara "Sahabat Suriah" - negara-negara yang mendukung pihak oposisi Suriah - dalam pertemuan di Istanbul, Senin (26/8) menyatakan dukungan serangan balasan pihak oposisi kepada pasukan loyalis Assad.
Inggris sendiri mengatakan, pihaknya sedang menyusun rencana pengiriman pasukan dalam rangka aksi militer sebagai respon atas dugaan serangan senjata kimia pekan lalu di Suriah.
"Kami terus berdiskusi dengan sekutu-sekutu kami tentang opsi yang akan digunakan sebagai respon kami terhadap kejahatan kemanusiaan di Suriah, tetapi sepertinya opsi militer yang akan kami gunakan," tutur Juru Bicara Perdana Menteri (PM) Inggris kepada kantor berita AFP, Selasa (27/8).
Sikap AS
Menanggapi aksi pembantaian di Suriah, AS melalui Menlu John Kerry menyatakan, serangan mematikan dengan gas beracun terhadap warga sipil adalah sebuah momentum untuk mengakhiri perang sipil di Suriah dengan penggunaan opsi militer.
Selama lima hari terakhir, Kerry telah berbicara dengan Sekretaris Jenderal PBB, Ban Ki-moon, dan utusan Menlu Inggris, Perancis, Kanada, Turki, Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Yordania untuk membahas kemungkinan invasi AS dan negara-negara sekutunya ke Suriah.
Kerry juga mengaku telah mengontak pejabat-pejabat senior NATO, Uni Eropa dan Liga Arab. Dia juga mengaku telah berbicara dengan sejawatnya di Rusia - yang selama ini menjadi sekutu dekat Assad - dan pihak oposisi Suriah.
Seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan, pembicaraan yang dilakukan Kerry adalah bagian dari konsultasi tentang respon yang tepat menyikapi serangan senjata kimia di Suriah."
Tanggapan Rusia
Rusia sendiri memperingatkan bahwa intervensi militer di Suriah bisa memiliki konsekuensi bencana tidak saja di Suriah, namun juga bagi negara-negara tetangga Suriah. Rusia meminta masyarakat internasional untuk lebih berhati-hati dalam menyikapi serangan dengan gas beracun di Suriah.
"Upaya untuk meloloskan penggunaan opsi militer di Dewan Keamanan PBB adalah bentuk negara-negara Barat yang hanya mencari-cari alasan untuk mengintervensi Suriah dengan kekuatan militer. Hal ini seperti terjadi di Irak dan Libya," kata seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, seperti dikutip AFP.
"Kami menyerukan kepada AS dan dunia internasional untuk menaati hukum internasional yang berdasarkan perdamaian seperti yang tertuang dalam prinsip-prinsip dasar Piagam PBB," kata juru bicara kementerian Luar Negeri Alexander Lukashevich.
Wakil Perdana Menteri Rusia Dmitry Rogozin - yang selama ini dikenal cukup keras mengkritik kebijakan AS dan sekutunya - mengatakan, negara-negara Barat telah memperlakukan dunia Islam seperti monyet.
Menteri Luar Negeri Rusia Gennady Gatilov mengatakan, Moskow menyesalkan keputusan AS menunda pertemuan mengenai krisis Suriah, Senin (26/8). "Seharusnya negara-negara Barat memikirkan dengan matang akibat yang akan ditimbulkan akibat intervensi militer ke Suriah," ujar Gatilov. (Alarabiya)
Editor : Sabar Subekti
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...