Barong Kemiren, Jejak 400 Tahun Barong Osing
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sanggar Sritanjung Banyuwangi pada hari Minggu (9/4) sore menampilkan seni pertunjukan Barong Prejeng di selasar Taman Budaya Yogyakarta. Pertunjukan tersebut dirangkai dengan Jaranan sebagai puncak pertunjukan. Pementasan ini merupakan bagian dari gelaran Mahakarya Bumi Blambangan 2017 di Yogyakarta.
Barong Prejeng ditampilkan dalam bentuk tari oleh penari Gandrung dengan "peliharaan"nya berupa makhluk halus barong. Barong sendiri dimainkan oleh dua orang menggunakan kostum Barong asal Desa Kemiren. Barong Kemiren memiliki kemiripan dengan Barong Bali namun berukuran lebih kecil dan bersayap.
Kesenian Barong Prejeng Kemiren bercerita tentang gadis cantik bernama Jaripah, yang dijaga perwujudan hewan bertubuh besar bermuka buruk.
Barong Kemiren, merupakan kesenian kuno asal Banyuwangi, Jawa Timur, yang diperkirakan dibuat pada Abad XVI. Kesenian adat Desa Kemiren, Kecamatan Glagah ini juga disebut Barong Using atau Osing, karena seni pertunjukan rakyat ini berasal dari Desa Kemiren, sebuah perkampungan asli suku Osing.
Di Banyuwangi, pertunjukan Barong Kemiren sering dipentaskan dalam acara-acara hajatan ataupun acara bersih desa, selain Ider Bumi pada hari kedua bulan Syawal.
"Sosok barong itu bernama Sunar Udara sebagai peliharaan penari Gandrung Ja'ripah. Ciri khas barong warna merah, kuning, hijau dengan punuk mahkota berbentuk bulat. Biasa dimainkan semalam suntuk dilanjutkan dengan Jaranan," kata Hadi Pranoto, pesinden sekaligus pawang Sanggar Sritanjung.
Kepada satuharapan.com Hadi Pranoto menjelaskan bahwa Barong Kemiren berusia 400 tahun, saat ini masih disimpan dan dirawat hingga sebagai salah satu benda pusaka yang dikirab untuk acara-acara penting Desa Kemiren.
Sebagai puncak acara setelah tarian Barong biasanya dimainkan Jaranan menampilkan tarian pitik (ayam) Panjilaras peliharaan seorang mantri sebagai penggoda dan macan Ludoyo (Lodaya). Dalam cerita, kunci mantri dicuri oleh macan.
Pada pertunjukan Jaranan kebanyakan, biasanya menggunakan penari kuda lumping sebagai penggoda. Saat mementaskan Jaranan di selasar TBY Minggu (9/4) Sanggar Sritanjung menggunakan ayam-ayaman sebagai penggoda. Ayam menggoda dengan segala cara untuk memancing keluar macan agar menyerahkan kunci yang dicurinya.
Jaranan adalah salah satu kesenian Banyuwangi yang berumur cukup tua. Kesenian ini ditampilkan dalam bentuk tarian kelompok dengan menggunakan kostum khas dan menunggangi wayang kulit berbentuk dan bergambar jaran (kuda). Di wilayah Yogyakarta masyarakat dikenal dengan nama Jathilan sementara daerah lain ada yang mengenal dengan nama kuda lumping ataupun jaran kepang.
"Selain tari-tariannya, kerasukan pada pitik-pitikan dan macan-macanan menjadi tontonan tersendiri." kata Hadi Pranoto. Dalam pertunjukan baik ayam penggoda maupun macan biasanya mengalami in trance (kerasukan makhluk halus). Saat kerasukan (trance), baik macan ataupun ayam penggoda akan mencari suara siulan ataupun suitan ataupun tepuk tangan penggoda dari penonton dan mengejarnya. Jika penonton sampai tertangkap, saat itu juga penonton tersebut bisa ikut kerasukan.
Dalam penampilan Jaranan, Sanggar Sritanjung mengiringi musik Barongan dan Jaranan dengan perangkat gamelan yang terdiri atas bonang, gong (besar dan kecil) atau kempul, sompret (seruling), kendang. Kendang dan kempul menjadi warna musik pengiring. Menariknya Sanggar Sritanjung memasukkan gesekan biola dalam iringan musiknya.
Editor : Sotyati
Dampak Childfree Pada Wanita
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Praktisi Kesehatan Masyarakat dr. Ngabila Salama membeberkan sejumlah dam...