Basuki: Ada yang Salah dengan Penertiban Lalu Lintas
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama merasa ada yang salah dengan institusi di Indonesia, terkait soal penertiban lalu lintas terhadap pelanggaran yang dilakukan masyarakat pengguna jalan.
Kesalahan itu menurut dia, salah satunya terdapat pada aparat yang melakukan operasi terhadap pelanggar lalu lintas. Selain itu dia menambahkan, setiap kali melakukan operasi, aparat harus menurunkan banyak personil sehingga harus ada biaya untuk membayar uang makan, dan keperluan lainnya.
“Kalau operasi rame-rame gitu lho, itu yang masalah. Ini anggota kita belum turun sedangkan operasi mesti bayar buat makan segala macam. Tapi memang untuk upaya jangka pendek, kita harus operasi terus, mau tidak mau,” ujar Basuki di Balai Kota, Kamis (20/2).
Jalur busway yang tak kunjung steril, itulah dampak dari pelanggaran lalu lintas. Hal itu menyebabkan warga enggan naik bus Transjakarta, karena masyarakat berpikir naik bus Transjakarta akan sama lambatnya dengan naik kendaraan pribadi.
“Masyarakat tidak mau naik busway sekarang, karena ikut kena macet dan tunggunya tidak jelas,” sesal Basuki.
Denda Terlalu Murah
Selain itu, orang nomor dua di DKI ini menyesalkan persoalan bayar denda yang dianggapnya terlalu murah, sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera terhadap pelanggar.
“Orang tidak akan kapok kalau keputusannya 20 ribu, 50 ribu, urusan sehari bisa selesai,” sesalnya.
Basuki sedikit bercerita, mantan anggota Komisi II DPR RI ini mengatakan bahwa di negara Kanada, Amerika Serikat, dan Jerman, orang-orang tidak berani sampai kena tilang, karena begitu tertangkap baik melalui CCTV maupun oleh aparat, pelanggar akan langsung dikirimkan slip untuk setor denda ke bank. Jika tidak menyetor hari itu juga, bisa menjadi dua kali lipat besoknya, dan tiga kali lipat pada hari berikutnya, dan seterusnya demikian.
“Tidak mau setor, besok tiga kali lipat, dan akan diciduk karena dianggap hutang negara. Kalau tidak puas terhadap tilang ini, bawa ke pengadilan dan protes ke pengadilan. Tapi kalau ternyata terbukti salah, hakim bisa diputuskan denda dobel,” urai Basuki.
Jumlah Personil Terbatas
Sayangnya upaya penegakkan hukum secara kontinyu itu tidak mungkin selalu dilakukan setiap harinya, mengingat keterbatasan jumlah personil aparat kepolisian, sedangkan yang berwenang memberikan tilang hanya kepolisian.
“Nah ini, sedikit 'kekacauan' di undang-undang republik ini, saya tidak mengerti cara buatnya seperti apa, perlu ada revisi. Harusnya undang-undang lalu lintas itu memberikan wewenang juga untuk menilang kepada Dinas Perhubungan DKI,” usul dia.
Semua kasus pelanggaran sama saja menurut mantan Bupati Belitung Timur ini, termasuk soal parkir liar, misalnya ia sebut di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat. Parkir liar ini menjadi masalah karena bisa berdampak pada kemacetan lalu lintas.
Pelanggaran-pelanggaran akan terus terulang jika tidak ada penegakkan hukum yang terus menerus, sebagaimana dituturkan Basuki.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...