Basuki: Agar Tertib, Harus Ada Penegakan Hukum
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Sebanyak 36 siswa SMAN 46 yang membajak bus untuk tawuran pada tanggal 17 Oktober lalu yang pada akhirnya dikeluarkan oleh pihak sekolah, orangtuanya melapor ke Komisi Nasional Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Menurut Wakil Gubernur DKI jakarta, Basuki Tjahaja Purnama di Balai Kota, Jumat (15/11) hal ini wajar saja ketika berbicara hak anak dan semua orang berhak. Tapi ketika hak tersebut mengganggu hak orang lain, tentu harus ada penegakkan hukumnya.
Menurut KPAI berdasarkan undang-undang, Basuki dianggap tidak mengerti undang-undang. Akan tetapi, Basuki justru menanggapi dengan wajar. “Biasalah, Komnas HAM juga menuding saya tidak mengerti HAM. Ada LSM (lembaga swadaya masyarakat) juga nantang saya kasus relokasi warga di Waduk Pluit merupakan pelanggaran HAM,”
“Kalau dibilang saya tidak mengerti Undang-undang, sekarang saya tanya kalau Anda yang tidak melaksanakan hukuman Anda yang tidak mengerti Undang-undang sebetulnya. Justru ini tugas negara, kalau mau hidup nyaman Anda harus tertib,”
“Untuk tertib harus dengan menegakkan peraturan. Jadi kalau anak Anda pukul orang sembarangan, tidak dihukum, itu namanya negara yang tidak menegakkan undang-undang.” kata Basuki.
“Pertanyaan saya kepada KPAI yang hebat ini, hak orang yang baik-baik dipukuli, kenapa Anda tidak lindungi? Jadi kalau Anda mau nyaman hidup, Anda harus tertib. Mau tertib harus ada penegakan hukum. Tugas negara adalah menjaga supaya hak Anda tidak mengambil hak orang lain.” tegas Basuki.
Basuki pernah menuturkan dengan lugas bahwa anak nakal adalah calon bajingan, karena menurut dia, kalau anak itu tidak mau diperbaiki, Anda akan jadi seperti demikian, maka anak seperti ini harus betul-betul dididik. “Kalau satu atau dua orang berantem masih wajar. Tapi ini kan rombongan mau tawuran sampai membajak bus. Keputusan mengeluarkan mereka itu sudah benar, jadi jangan manjakan mereka. Kasihan anak yang sekolah baik-baik, tapi jadi korban.” Tuturnya.
“Misalnya, kalau saya harus membela 10 orang, 1 mati 9 hidup, saya pilih 9 hidup. Maka harus pilih salah satu, saya korbankan satu anak yang nakal. Karena sekolah kita terbatas.”
Gubernur DKI Jakarta, Joko Widodo (Jokowi) ketika dikonfirmasi terkait masalah 36 siswa yang dikeluarkan tersebut, sebagian belum mendapatkan sekolah lagi. Akan tetapi, Jokowi enggan menanggapi masalah ini lebih lanjut. “Tanya ke kepala sekolahnya, jangan tanya saya, atau tanya kepala Dinas Pendidikan.” pungkasnya.
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...