Batik dalam Seni Rupa dan Seni Rupa Kontemporer
Potensi pasar batik dunia cukup menjanjikan
YOGYAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Batik sebagai khasanah seni rupa dalam beberapa tahun terakhir menjadi salah satu pilihan teknik menghasilkan karya-karya seni kontemporer. Jika selama ini dikenal dengan batik pakem merujuk pada batik Solo, Yogyakarta, Cirebon, maupun batik yang memiliki sejarah dengan sebuah kerajaan di nusantara serta batik pesisiran yang menyebar di sepanjang pesisir pantai di Indonesia tanpa pakem-pakem tertentu, saat ini batik berkembang menjadi salah satu karya seni rupa kontemporer dengan membebaskan dari pakem-pakem tertentu.
Lukis batik sudah dikenal cukup lama, setidaknya seniman-perupa-penari Bagong Kussudiardja bersama Mudjitha, Damas, Suhadi, Sunaryadi, Nasyah Jamin kerap membuat lukisan batik pada awal tahun 1970-an. Alih-alih membuat batik, lukisan batik menjadi eksplorasi seniman-perupa dalam membuat karya lukisan menggunakan teknik batik. Batik menjadi semacam metode/alih teknik untuk menghasilkan karya dua-tiga matra matra. Dusun Krebet, Desa Sendangsari, Pajangan-Bantul menjadi sentra desa wisata batik kayu, dimana kayu digunakan warga setempat sebagai medium karya batik untuk karya-merchandise berupa produk topeng, wayang, almari, asesoris rumah tangga, patung kayu, kotak perhiasan dan interior-interior batik kayu lainnya.
Sebagai rangkaian dari Jogja International Batik Biennale (JIBB) #2-2018, digelar pameran "Batik dalam Seni Rupa dan Seni Rupa Kontemporer" di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan Yogyakarta, 2-6 Oktober 2018. Berbagai karya batik dalam berbagai medium, corak/motif kontemporer, eksperimen warna-pewarnaan, hingga penerapannya menawarkan banyak hal.
"Masih sering terjadi kerancuan dengan istilah batik di masyarakat umum dan juga kalangan seniman-perupa. Batik mengacu pada proses pewarnaan medium tekstil dan medium lainnya dengan cara menghalangi medium tersebut menggunakan berbagai material. Biasanya digunakan malam (wax) untuk proses penghalangan warna tersebut," jelas seniman-perupa Alie Gopal yang kerap menggunakan medium untuk karya-karyanya kepada satuharapan.com, Kamis (11/10).
Lebih lanjut Alie Gopal menjelaskan dengan proses penghalangan tersebut pola/motif desain-gambar-lukisan dibuat secara berulang-ulang untuk memberikan warna sesuai keinginan. Secara garis besar membatik meliputi proses mendesain motif/pola, membatik (lengreng), menembok (mopok), mewarnai (nyelup), meluruhkan malam (nglorot), dan setelah selesai terus dijemur. Prosesnya akan semakin rumit ketika batik lebih dari satu warna. Setiap tahapan punya tingkat kerumitan masing-masing.
Salah satu seniman-perupa yang konsisten menjadikan batik sebagai teknik untuk menghasilkan karya lukisan adalah pasangan Agus Ismoyo dan Nia Fliam. Sejak awal tahun 1980-am Nia dan Ismoyo berkolaborasi dalam menghasilkan karya-karya lukisan batik dengan menggunakan akar tradisi sebagai eksplorasi karyanya. Pada tahun 1985 mereka membangun sebuah galeri seni batik bernama Brahma Tirta Sari di Yogyakarta. Brahma Tirta Sari (BTS) memiliki makna kreativitas sebagai sumber dari semua pengetahuan yang ditampilkan dalam visual nilai-nilai tradisional Indonesia dalam berbagai karya mereka. Eksplorasi Agus dan Nia salah satunya menghasilkan batik kontemporer "Kawung".
Perupa lainnya yang kerap membuat lukisan batik adalah Nasirun yang banyak membuat karya seni bersumber dari wayang maupun nilai-nilai tradisi. Pada awal berkarya, Nasirun kerap membuat batik maupun lukisan batik yang ditawarkan langsung kepada pengoleksi batik di sekitar Pasar Ngasem dan Malioboro.
Di tangan seniman-perupa muda, lukisan batik saat ini mengalami berbagai perkembangan mulai dari desain/motif, pemilihan warna maupun pewarna, hingga eksperimen medium teksil yang digunakan. Meta Enjelita salah satunya yang mengeksplorasi pewarna dari karat besi untuk karya tye die--nya, Arvin Hidayat dengan lukisan batik dekoratif dan figur-figur ganjil, bahkan beberapa seniman membuat komik strip, atau Yuda Shandi dengan karya batik yang menggunakan figur-figur super hero ciptaannya. Dengan desain yang menarik, eye catching, dan warna yang beragam mulai yang soft hingga cerah, kain batik maupun desain/motif batik sering digunakan sebagai properti bahkan kostum dalam penyelenggaraan karnaval di berbagai kota di Indonesia. Lukisan batik menjadi karya seni yang unik mengingat menggunakan pendekatan craftmanship (kekuatan tangan) dalam menghasilkan karya dua matra lukisan.
Sebagai karya seni, penerimaan pasar pada lukisan batik pun cukup menjanjikan. Karya seniman muda yang sering membuat lukis batik Joan Widya Anugerah sejauh ini cukup diminati kolektor dari luar negeri. Untuk karya lukis batik (tulis) dengan desain bebas/kontemporer yang dibuatnya Joan melepas harga mulai 5-10 juta rupiah untuk pasar Asia dan 8-15 juta rupiah pasar Eropa untuk selembar lukisan batik (tulis) dengan ukuran 105 cm x 220 cm.
"Saya lebih banyak menggunakan material tekstil primissima dan kanvas dengan pewarna tekstil. Motifnya dengan tema-tema dari eksplorasi kehidupan dan kejadian alam, tidak mengkhususkan pada pakem-pakem tertentu. Tetap unik, satu motif/desain untuk satu lukisan batik," jelas Joan saat dihubungi satuharapan.com, Jumat (19/10) siang. Selain lukisan batik, Joan juga membuat kaos lukis batik maupun kaos dengan teknik pewarnaan jumputan ataupun teknik tye die sebagai merchandise.
Perbedaan harga lebih pada kesulitan pengerjaan dan lukisan yang rumit. Beberapa seniman-perupa bahkan bisa melepas selembar lukisan batik kontemporer ukuran 105 cm x 220 cm dengan harga diatas 25 juta rupiah. Jika dibandingkan dengan batik klasik, rentang harga tersebut sebanding dengan batik halus pakem Solo-Yogyakarta ataupun batik klasik pesisiran semisal batik tulis Lasem Tiga Negeri, Es Tehan, Buketan, yang dijual pengrajin batik mulai dari harga 3,5 juta rupiah tergantung tingkat kerumitan proses pembuatan batik. Dalam rentang harga tersebut, batik-lukisan batik kontemporer cukup menjanjikan untuk masuk ke pasar internasional.
Terkait pasar batik di pasar regional-global, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Muhadjir Effendi pada pembukaan JIBB #2-2018 di Bangsal Pagelaran Kraton Yogyakarta menjelaskan bahwa batik Indonesia cukup diminati oleh pasar Asia-Eropa.
"Kemarin saya baru pulang dari Azerbaijan, di sana kita menyelenggarakan Festival Budaya Indonesia dan pameran-pameran produk dari Indonesia salah satunya batik. Diluar dugaan saya, stand batik menjadi salah satu stand yang paling diminati masyarakat Azerbaijan dan para turis yang kebetulan datang berkunjung ke sana. Rasa penasaran mereka luar biasa sehingga yang ingin mencoba belajar membatik harus antri. Saya sampai berkelakar pada Duta Besar (Indonesia untuk Azerbaijan), kalau kayak gini kita bisa buka sepuluh stand untuk batik. Karena ada dua stand yang paling diminati yakni stand batik dan stand kopi Indonesia. Ini suatu hal yang sangat bagus saya kira untuk kita promosikan bagaimana batik setelah menjadi warisan budaya dunia betul-betul bisa memperkuat citra, harga diri bangsa Indonesia di mata internasional," papar Muhadjir Effendi saat pembukaan JIBB #2-2018, Rabu (3./10).
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...