BBM Naik, Puji dan Caci Banjiri Jokowi
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Keputusan Pemerintahan Joko Widodo - Jusuf Kalla menaikan harga BBM Bersubsidi disambut dengan aneka ragam reaksi. Sebagian memuji karena keputusan ini dianggap tidak mungkin dihindarkan. Sebagian memaki karena keputusan ini dianggap semakin menyengsarakan rakyat miskin.
Presiden Joko Widodo dalam keterangan persnya kemarin (17/11) mengatakan harga BBM Bersubsidi Premiun naik 31 persen menjadi Rp 8.500 per liter dan solar naik 36 persen menjadi Rp 7.500 per liter. Adapun harga minyak tanah tetap Rp 2.500 per liter.
“Negara memerlukan anggaran untuk membangun infrastruktur, pendidikan dan kesehatan. Tapi anggaran tidak tersedia karena dihamburkan untuk subsidi BBM,” ujar Presiden Joko Widodo dalam pernyataan yang disiarkan langsung oleh sejumlah stasiun televisi.
Alasan ini banyak dipuji dan dimaklumi, namun tidak sedikit yang menganggap Jokowi lupa janji dan belum cukup bekerja keras mencari cara-cara alternatif.
Berikut ini puji dan caci itu:
Darmaningtyas, pengamat transportasi
Salut kepada Jokowi yang siap tidak populer dengan menaikkan harga BBM Rp.2000/lt. BBM harus dihemat bukan sekadar hemat subsidi, tapi demi generasi yang akan dtang.
Naik motor/mobil mahal, mari naik angkutan umum seperti saya. Kalau tarif mahal, kita minta subsidi. Mensubsidi angkutan umum lebih murah
Jangan egois pada generasi kita dengan boros BBM lantaran murah. Keberlanjutan generasi yang akan datang juga perlu diingat.
Jenderal TNI Purn Endriartono Sutarto, mantan Panglima TNI
Yang antre di SPBU itu kebanyakan yang naik motor, artinya 4X2 ribu rupiah itu masih sangat berarti. Dan pasti mereka itu bukan mafia minyak
Mengurangi subsidi tidak berarti mengurangi impor minyak. Artinya transaksi perdagangan akan terus defisit
Tidak peduli siapapun presidennya kebijakan menaikkan harga BBM yang identik dengan sengsarakan rakyat itu tidak patut didukung.
Menaikkan harga BBM identik dengan langgengkan mafia minyak karena kita tetap bergantung pada minyak yang harus diimpor.
Lin Che Wei, pengamat ekonomi
SBY banyak pertimbangan ketika hendak sesuaikan BBM namun tidak ada tindakan. Jokowi tidak terlalu banyak pertimbangan namun tindakan cepat!
SBY selalu suruh menteri kalau naikkan BBM dan umumkan sendiri kalau turunkan BBM. Jokowi umumkan sendiri kenaikan BBM. Brave!
SBY turunkan harga BBM ketika harga minyak jatuh untuk popularitas. Jokowi naikkan harga BBM ketika harga minyak jatuh untuk kurangi subsidi
Meskipun harga minyak jatuh, harga BBM premium masih diatas harga keekonomian sehingga penyesuaian harus dilakukan untuk kurangi subsidi yang memberati anggaran.
Setelah mengecilkan gap harga BBM dengan harga minyak dunia, saatnya untuk terus menyesuaikan harga BBM secara mengambang (floating).
Menaikkan BBM ketika nilai subsidi sudah sangat tinggi bukan hak pemerintah, itu kewajiban pemerintah!
Kebijakan menghilangkan subsidi BBM yang tidak tepat guna dan memboroskan tidak identik dengan kebijakan menyengsarakan rakyat.
Zara Zettira ZR, penulis
Saya kecewa bukan karena tak mampu beli BBM tapi karena dulu Jokowi berjanji.
Dari awal saya sudah tahu orang yang janji-janjinya muluk itu nggak bener! Tapi saya berharap beliau berubah setelah di sumpah jadi pemimpin. Nyatanya?
Waktu debat ditanya "duitnya dari mana?" Cengar cengir dari APBN? Jujur dong jawab: dari rakyat dengan cabut subsidi dan maikkan pajak?
Sekali lagi bukan karena BBM naik tapi karena janji! Masa capres nggak tahu kalau BBM harus pasti akan naik? Menjual ideologi dengan strategi marketing jual kecap - beginilah akhirnya.
Hello goodbye, you are just my president in constitution but will never be in my heart.
Dr. Eugenia Mardanugraha, ekonom Universitas Indonesia
Kenaikan harga BBM ini sudah diprediksi dari zaman SBY. Yang perlu dipropogandakan pemerintah sekarang adalah bagaimana berhemat di segala aspek kehidupan, bukan berhemat BBM saja. Konsumsi barang impor juga harus dihemat.
Dengan kenaikan harga BBM pertumbuhan ekonomi pasti melambat akibat inflasi dan penghematan, tetapi tidak masalah kalau pertumbuhannya berkualitas.
Propoganda berhemat yang perlu dilakukan antara lain kurangi rokok. Kemudian subsidi untuk rakyat miskin harus langsung dan sesuai kenyataan. Misalnya, subsidi kepada supir angkutan umum. Mereka saat ini harus menanggung beban kenaikan BBM sebesar Rp 2000 per liter. Nah, apabila mereka setiap hari membeli bensin misalnya.30 liter, nilai itu dikonversi menjadi subsidi kepada mereka.
Kalau di zaman SBY urusan kerakyatan diserahkan kepada TNP2K dibawah Wapres. Sekarang rasanya Jokowi turun langsung dan memang Jokowi harus turun langsung. Sehingga kenaikan harga BBM ini lebih tersosialisasi dengan baik dan para pengusaha tidak menaikkan harga produk semena-mena.
Farhat Abbas, pengacara
Orang tidak menyesal memilih Jokowi tapi saya yakin beliau dengan sangat menyesal menaikkan BBM, "sesal kemudian tiada berguna".
Pinjam tangan rakyat dan atas nama rakyat untuk menyengsarakan rakyat. Mulut punyanya, perut punya rakyat.
Dulu orang milih penguasa karena janjinya, kalau sekarang kecewa, sah-sah dan wajar-wajar saja, namanya juga yang di depan mata dan langsung terasa.
Orang kaya sah-sah saja menikmati subsidi, orang kaya bayar pajak, orang kaya membuka lapangan kerja, orang kaya juga rakyat.
Belum menaikkan kualitas hukum dan HAM, pemerintah menaikkan BBM.
Editor : Eben Ezer Siadari
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...