Beberapa Negara Perpanjang Pengurangan Produksi Minyak untuk Naikkan Harga
SATUHARAPAN.COM-Aliansi pengeskpor minyak OPEC yang terdiri dari 22 negara telah menerapkan pengurangan pasokan lebih dari lima juta barel per hari (bph) sejak akhir tahun 2022.
Beberapa anggota OPEC+ pada hari Minggu (3/3) mengumumkan perpanjangan pengurangan produksi minyak yang pertama kali diumumkan pada tahun 2023 sebagai bagian dari kesepakatan di antara produsen minyak untuk meningkatkan harga menyusul ketidakpastian ekonomi.
Rencana untuk memperpanjang pemotongan hingga pertengahan tahun 2024 merupakan kelanjutan dari pemotongan produksi dan ekspor minyak sebelumnya, seiring dengan upaya beberapa produsen energi terbesar di dunia untuk menaikkan harga pasar.
Kementerian Energi Arab Saudi mengatakan akan memangkas produksinya sebesar satu juta barel per hari (bph) dari bulan April hingga Juni (Q2), sementara Rusia mengumumkan pengurangan sebesar 471.000 bph pada Q2.
“Untuk menjaga stabilitas pasar, pemotongan tambahan ini akan dilakukan secara bertahap tergantung pada kondisi pasar,” setelah akhir kuartal kedua, kata Wakil Perdana Menteri Rusia, Alexander Novak.
Langkah-langkah yang diterapkan kedua negara ini merupakan tambahan dari pengurangan produksi sebesar 500.000 barel per hari yang diumumkan pada bulan April 2023, yang berlaku hingga akhir tahun 2024.
UEA, Kuwait, Irak dan Kazakhstan mengikuti langkah yang sama, dengan mengatakan mereka akan memperpanjang pemotongan sukarela hingga akhir Juni.
Aliansi minyak OPEC+ yang terdiri dari 22 negara telah menerapkan pengurangan pasokan lebih dari lima juta barel per hari (bph) sejak akhir tahun 2022.
Invasi Rusia ke Ukraina pada tahun 2022 membuat harga minyak melonjak hingga US$140, sehingga meningkatkan pendapatan seluruh industri.
Negara-negara Barat telah mencoba menargetkan ekspor energi Moskow berdasarkan sanksi yang dikenakan atas serangan Kremlin di Ukraina, sehingga memaksa Rusia untuk meningkatkan pasokan ke negara-negara seperti China dan India.
Harga minyak melonjak pada hari Jumat (1/3) untuk mengantisipasi perpanjangan pengurangan baru. West Texas Intermediate (WTI) AS melewati US$80 per barel untuk pertama kalinya sejak November, sementara North Sea Brent Crude Barrel mencapai level tertinggi sebulan di US$83,55.
Persatuan Yang Rapuh
Pada tahun 2016, aliansi OPEC, penghasil minyak mentah, 13 anggotanya dipimpin oleh Riyadh, membentuk OPEC+ dengan 10 negara tambahan, termasuk Moskow, untuk menurunkan harga mengikuti persaingan dengan Amerika Serikat.
“Tujuan keseluruhan OPEC+ adalah untuk membentuk kelompok yang lebih luas sehingga tidak perlu melakukan pemotongan secara sukarela,” kata ekonom Rystad Energy, Jorge Leon kepada AFP, “Semua orang berkontribusi dan tidak ada yang berjalan sendiri.”
Namun selama hampir satu tahun, Arab Saudi tidak mencapai kesepakatan karena kurangnya kesepakatan di antara para anggota. Pemotongan sukarela, Leon memperingatkan, adalah "sinyal jelas bahwa kohesi OPEC+ tidak bagus".
Secara mengejutkan pada bulan Desember, Angola keluar dari aliansi tersebut karena ketidaksepakatan mengenai keputusan untuk mengurangi produksi, yang didukung oleh negara kelas berat Riyadh.
Bagi Leon, “lebih banyak negara perlu berkontribusi pada pemotongan resmi” sebagai bagian dari perjanjian bersama atau berisiko membuat aliansi semakin goyah. (AFP)
Editor : Sabar Subekti
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...