Beberapa Saksi Kunci dalam Kasus Munir Meninggal Tidak Wajar
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Direktur Human Rights Working Group (HRWG) Indonesia, Choirul Anam, mengatakan selama pihaknya mengadvokasi kasus kematian pegiat hak asasi manusia, Munir, ada hal yang tidak pernah terungkap di publik, termasuk beberapa saksi kunci yang meninggal dalam perjalanan kasus ini.
Namun demikian, Anam menyatakan informasi kematian belum terverifikasi dengan baik. Sebaliknya, dia meyakini benang merahnya sudah didapatkan, dan terkait menjadi alibi bagi si pelaku.
Dalam acara Dengar Kesaksian yang diselenggarakan oleh Koalisi Keadilan dan Pengungkapan Kebenaran (KKPK) di Perpustakaan Nasional RI, Salemba, Jakarta Pusat (25/11), Anam berbicara sebagai KASUM (Komite Solidaritas untuk Munir). KASUM adalah komite aksi yang dibentuk ketika almarhum Munir Said Thalib, yang akrab dipanggil Cak Munir, meninggal dan proses advokasinya mulai dijalankan.
Munir adalah seorang aktivis HAM Indonesia yang berjuang bagi orang-orang hilang dan diculik, terutama yang terjadi pada para aktivis HAM.
Orang yang Menjemput Pollycarpus
Beberapa hal berikut diungkapkan Anam. Pollycarpus Budihari Priyanto, pilot pesawat garuda yang biasa dipanggil Polly, mengatakan bahwa tanggal 6 dia berangkat dari rumah dan dijemput, padahal KASUM punya dokumen tanggal 5 dia sudah di Singapura, lalu pulang ke Indonesia, dan tanggal 6 berangkat lagi ke Singapura bersama Cak Munir.
Anam mengatakan bahwa pihaknya mendapat informasi orang yang diduga menjemput Polly sebagai alibinya. Namun dia meninggal dengan tidak wajar.
Pembunuhan Pensiunan Purnawirawan
Sebuah informasi mengatakan bahwa ada seseorang yang ingin bertemu di ruang B di Badan Intelejen Negara (BIN). Di mana orang itu mengetahui ada sketsa dan ada perencanaan pembunuhan Munir. Orang yang mau memberikan informasi itu merupakan Purnawirawan yang baru pensiun.
Dia bersedia membuat janji dengan pihak KASUM di suatu tempat di sebuah resepsi, akan tetapi orang ini tidak pernah datang. Selang beberapa hari berikutnya Anam dan pihak KASUM mengetahui orang yang akan memberikan informasi ini telah meninggal.
Bijah Soebijanto
Bijah Soebijanto adalah orang yang mengundang Munir satu bulan sebelum meninggal, salah satu pejabat BIN Deputi VII. Bijah merupakan anggota AL dengan pangkat bintang II, tapi entah karena alasan apa, Munir memutuskan tidak mau datang.
Kemudian diketahui Bijah ini orang yang menguasai alibi, berdasarkan dokumen persidangan, komunikasi Muchdi dengan Polly, komunikasi Polly dengan Munir, dan komunikasi Polly dengan beberapa aktivis yang lain itu tidak rasional. Misalnya Polly dan Muchdi yang ada di Jakarta, dalam 10 menit ternyata Polly ada di Papua dan Muchdi ada di Surabaya. Ini tentu tidak masuk akal.
Anam mengatakan, suatu saat pihaknya mendapatkan informasi dari seorang teman bahwa untuk membaca dokumen telepon menjadi dokumen hukum hanya Bijah yang bisa. Ketika dia mau mengatur waktu untuk bertemu, Bijah meninggal yang dikabarkan karena sakit jantung.
Namun apakah betul atau tidaknya, pihak Anam mengirim investigator, melalui macam-macam prosedur. Sayangnya, KASUM tidak berhasil mendapat informasi. Dikatakan kepada publik 41 kali hubungan telepon antara Muchdi dengan Polly, tapi menurut catatan KASUM, ada lebih dari 100 kali.
Ongen sebagai Saksi Kunci
Dalam kesaksian, Ongen adalah orang yang mengetahui posisi duduk antara Polycarpus dan Munir ketika di bandar udara Changi, Singapura.
Dia juga diduga mengetahui bagaimana racun itu masuk ke dalam minuman Munir. Tapi dalam suatu perjalanan ketika dia sedang menyetir, tiba-tiba ada orang yang menyiram, entah apa, dan Ongen meninggal di tempat.
Kolonel Budi
Pollycarpus diketahui merupakan agen BIN, karena memang dia punya berbagai alat dan identitas yang menunjukan bahwa dia agen BIN yang direkrut sejak dia di Papua. Kolonel Budi memberikan kesaksian bagaimana Pollycarpus masuk ke BIN, dan direktur Garuda memiliki surat perintah untuk memasukan dia ke BIN.
Kolonel Budi yang tadinya menjabat sebagai direktur I BIN di bawah Deputi III, tapi karena kesaksiannya, dia dipindahkan ke Pakistan. Namun kemudian kabar tentang dia menjadi simpang siur. Ada yang bilang masih di Pakistan, ada juga yang bilang sudah meninggal.
Cara Meninggalkan Jejak
Banyak cara yang dilakukan oleh pelaku untuk menutupi jejaknya, tidak hanya terjadi pada zaman Orde Baru, tetapi sampai saat ini tetap berlangsung. Bahkan dengan cara-cara yang sangat keji yaitu membunuh.
Berikutnya yang tidak kalah penting tidak hanya saksi mata, tetapi teman-teman yang ikut mengadvokasi dalam kasus Munir juga dihalangi dengan berbagai cara, baik teror, ancaman, intimidasi, kekerasan fisik. Misalnya ada istri atau anak-anaknya yang menjadi sasaran, ataupun difitnah, dipenjara, dan cara keji lainnya.
Paling tidak ada empat orang dalam hitungan KASUM yang meninggal dalam mengusut kasus pembunuhan Munir, karena si pelaku jejaknya tidak ingin diketahui. Semakin kita dekat dengan kebenaran itu, orang itu meninggal. Inilah yang menjadi dilema para pembela HAM manapun, kalau maju terus banyak orang yang akan meninggal, ungkap Anam.
Editor : Sabar Subekti
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...