Bekerja Bermartabat
Bila kita bekerja dengan tidak melupakan martabat kemanusiaan kita yang mulia, kita akan memanen hasilnya dengan tersenyum. Bukan senyum licik dan culas, tetapi senyum puas penuh syukur.
SATUHARAPAN.COM – Beberapa waktu lalu saya pergi memancing ke Waduk Lalung. Saat sedang membeli cacing fosfor untuk umpan, saya melihat penjual cacing sedang mempersiapkan beberapa kotak besar tempat menyimpan cacing. Iseng saya bertanya, ”Laris nggih Pak kok taksih damel kothak malih?” (Laris ya, Pak kok masih membuat kotak lagi?) Tersenyum ramah dia menjawab, ”Pangestune Mas, nggih saget mlampah, kenging kangge nyangoni lare sekolah. Niki mangke kangge nyetok yen ketiga, soale regine trus awis, kulake mawon sekilo dumugi setunggalatus ewu. Yen kula setok wiwit sakniki, mangke rak mboten kelarangen. Nglayani Sedulur-sedulur mas, nek larang-larang ndak nggelani, tur dadi caturan.” (Berkat Mas, bisa jalan, bisa memberi sangu anak sekolah. Ini untuk membuat persediaan musim hukan, soalnya harganya terus mahal, modalnya saja sekilo mencapai 100 ribu. Kalau saya membuat persediaan sekarang, maka harga nanti tidak kemahalan. Melayani Saudara-saudara Mas, kalau mahal nanti mengecewakan dan jadi bahan omongan).
Aduh, Bapak penjual cacing itu nyerocos panjang lebar tanpa saya minta. Tetapi mari perhatikan! Pembelinya ia sebut sebagai Sedulur-sedulur. Stok yang dibuatnya pada musim hujan bukan untuk meraih keuntungan setinggi-tingginya dari selisih harga musim kemarau, tetapi agar harganya tidak terlalu mahal pada musim kemarau. Mungkin sebagian orang menganggapnya tidak memiliki jiwa bisnis, tidak menerapkan prinsip ekonomi: dengan pengorbanan sekecil mungkin, berusaha mendapat keuntungan sebanyak-banyaknya. Tetapi baginya ”bisnis” adalah melayani ”Saudara”, jangan sampai mengecewakan.
Lain waktu, saya mengunjungi sebuah toko swalayan yang baru buka di Karanganyar. Saat kaki melangkah mendekati pintu, seorang penjaga berparas manis segera membukakan pintu toko. Hembusan sejuk pendingin ruangan segera menyergap, dan dengan senyum lebar Si Penjaga menyapa, ”Selamat siang pak, selamat berbelanja di toko kami” Alamak...! Siapa tahan? Pelayan manis yang ramah, udara sejuk, ruangan bersih, dan penataan barang dagangan yang cantik. Tetapi, untuk semua itu ada harga yang harus di bayar. Tengoklah labelnya: sangat mahal! Lagi pula jangan lupa, Anda dilayani untuk ”dirampok” uang Anda. Ada uang Anda disayang, tidak ada uang: maaf, orang miskin dilarang masuk!
Membandingkan dua cara berbisnis di atas, manakah yang memperlihatkan martabat manusia yang lebih terang? Kita selalu berdoa agar melalui pekerjaan yang Tuhan berikan, bukan hanya rezeki kita tercukupi, tetapi juga agar kita dapat menjadi saluran berkat bagi sesama dan Tuhan dimuliakan.
Bila kita bekerja dengan tidak melupakan martabat kemanusiaan kita yang mulia, kita akan memanen hasilnya dengan tersenyum. Bukan senyum licik dan culas, tetapi senyum puas penuh syukur. Sebab kecuali rezeki tercukupi, dapat pula melayani Saudara, menghindari caturan dan memuliakan Nama Tuhan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
Laporan Ungkap Hari-hari Terakhir Bashar al Assad sebagai Pr...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Presiden terguling Suriah, Bashar al Assad, berada di Moskow untuk menghad...