Bela Rasa Allah Mengubahkan Refleksi Malam Natal
SATUHARAPAN.COM - Di tengah kemeriahan dan syukur menyambut dan merayakan Natal saya masih membaca peristiwa-peristiwa pilu dari belahan dunia dan negara bangsa kita, berbagai bencana alam (banjir, tanah longsor dan erupsi gunung). Ibarat kaledoskop membawa untuk flash back lintasan hidup. Belum lagi kekwatiran kita usai karena covid melandai, berita baru varian baru omicron muncul tersebar di berbagai belahan dunia tak terkecuali di Indonesia negara dan bangsa kita.
Satu tahun lalu saya tidak bisa melayani ibadah malam Natal karena terpapar Covid 19 dan harus menjalani isolasi mandiri, hinggal awal Januari. Namun bela rasa Allah hadir melalui uluran tangan majelis dan jemaat serta keluarga yang mendoakan, dan memberi bantuan vitamin, makanan dan perhatian hingga saya pulih dan sehat seperti sedia kala. Pengalaman itu menjadi semacam titik tolak penguatan bela rasa saya kepada jemaat yang juga membutuhkan support, doa dan bantuan saat mereka terpapar covid 19. Lingkaran kebaikan selalu dimulai dari bela rasa Allah dan sesama. Dimana kesulitan dan penderitaan melanda, memang seharusnya disitulah bela rasa Allah hadir menyapa.
Oleh karena itu saya mengajak jemaat untuk merenungkan Natal dalam belarasa ditengah kerapuhan umat manusia, yang harus mengungsi karena erupsi gunung Semeru. Yang harus diisolasi karena baru bepergian dari luar negeri sebagai antisipasi penyebaran varian omicron. Anak-anak kita yang harus belajar online ditengah banyaknya tugas pelajaran atau matakuliah yang menumpuk. Melalui Firman Tuhan di malam Natal ini kita menggumuli sekaligus mensyukuri bela rasa Allah yang mengubahkan bagi siapapun yang mau menyambut Natal ditengah kerapuhan kita dan dunia, sehingga kita bisa berbela rasa dengan sesama.
Peristiwa Natal adalah Bela rasa Allah Hadir ditengah Derita UmatNya
2:1 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia 2:2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria.
Peristiwa Natal adalah peristiwa sejarah, karena dicatat sehubungan dengan penguasa yang berkuasa saat itu dan juga menjadi setting sosial bagaimana kehadiran Allah berada dalam situasi krisis sosial dan politik yang terjadi bagi umat dan bangsa pilihanNya. Situasi itu selalu menimbulkan pertanyaan theologis? Dimanakah Allah dan belas kasihNya bagi umatNya?.
Situasi kelahiran Yesus sebagai Raja Damai, Mesias yang diutus dalam kerapuhannya, berada juga dalam konteks Pax Romana (Konsep dan Impian Roma yang Damai) ala kekaisaran Romawi. Upaya kekaisaran Romawi mewujudkan damai yaitu dengan cara meningkatkan pajak dan kekuatan militer, pemerasan dan kekerasan. Kelahiran Yesus ada dalam konteks dimana Yusuf dan Maria mengikuti sensus penduduk atau cacah jiwa untuk kepentingan pajak dengan tujuan untuk Pax Romana/damai Romawi. Sang Raja yang merapuh dalam diri Yesus yang lahir itu membalikkan tatanan dunia yang mengagungkan kekuasaan yang membangun damai dengan cara yang semu, palsu dan menipu. Hadirnya bayi Yesus justru dalam kesederhanaan, kebersahajaan dan kerentanan adalah menghadirkan damai, sejahtera yang sejati. Inilah bentuk nyata dari belarasa Allah yang tidak memanipulasi rakyat jelata, namun justru menyapa dan memberdayakan mereka yang hina.
2:3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. 2:4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, --karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-- 2:5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya, yang sedang mengandung. 2:6 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, 2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.
Perjalanan Yusuf dan Maria dari Kota Nazaret ke Betlehem bukan saja sebuah perjalanan mudik pulang kampung, namun sebuah perjalanan iman sebagai bagian dari penggenapan janji dan nubuat Allah yang digenapi, sebagaimana yang dinubuatkan oleh Para Nabi bahwa Mesias lahir dari keturunan Daud di kota yang bernama Betlehem di Yudea sebagai mana dinubuatkan demikian: Mikha (5-1) Tetapi engkau, hai Betlehem Efrata, hai yang terkecil di antara kaum-kaum Yehuda, dari padamu akan bangkit bagi-Ku seorang yang akan memerintah Israel, yang permulaannya sudah sejak purbakala, sejak dahulu kala. Allah memilih yang terkecil untuk membangkitkan pemimpin dan JuruSelamat dunia dan dengan setia penggenapan janji itu dilaksanakan oleh orang-orang sederhana yang taat dan setia menjadi mitra Allah untuk melaksanakan rencanaNya. Belarasa Allah dapat ditemukan dari caraNya yang merendahkan diri dan mengosongkan diri untuk mengambil rupa manusia dalam diri seorang bayi. Maka jika dalam derita, kita masih bertanya dimanakah Allah ditengah penderitaan saya? Maka nampaknya kita harus menancapkan pesan Natal ini “melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia (Filipi 2: 7)
Peristiwa Natal adalah Bela Rasa Allah Mengubahkan dari Rasa Takut Menjadi Sukacita dan Kegirangan
2:8 Di daerah itu ada gembala-gembala yang tinggal di padang menjaga kawanan ternak mereka pada waktu malam. 2:9 Tiba-tiba berdirilah seorang malaikat Tuhan di dekat mereka dan kemuliaan Tuhan bersinar meliputi mereka dan mereka sangat ketakutan. 2:10 Lalu kata malaikat itu kepada mereka: "Jangan takut, sebab sesungguhnya aku memberitakan kepadamu kesukaan besar untuk seluruh bangsa:
Berita Natal disampaikan kepada para gembala atau disebut sebagai poimen yaitu pekerjaan yang sangat mulia yaitu menjaga kawanan domba dari segala binatang pemangsa atau pencuri dan perampok. Para gembala juga bertanggung jawab untuk menyembuhkan dan mengobati domba yang terluka, atau mencari domba yang terhilang. Meskipun pekerjaan gembala itu sangat mulia, namun faktanya mereka mendapatkan stigma bahwa mereka dianggap kelompok pinggiran, dan orang yang dianggap tidak berpendidikan, tak kenal sopan-santun. Para gembala juga adalah kaum jelata yang dipinggirkan, mereka tak punya kelas social sehingga tidak diperkenankan berksaksi di pengadilan. Label dan stigma sumir itu jelas menegaskan peminggiran mereka, namun berita Natal justru menyapa mereka. Berita yang disampaikan oleh Malaikat adalah berita Jangan takut, ditulis dengan phobeo yang artinya adalah janganlah takut, kuatir, dan gentar karena yang diberitakan oleh Malaikat adalah berita tentang kesukaan besar yaitu suatu chara yaitu kesukaan, kegembiraan, kegirangan atau penyebab dari suatu kebahagiaan. Rasa takut disatu sisi adalah manusiawi,
2:11 Hari ini telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan , di kota Daud. 2:12 Dan inilah tandanya bagimu: Kamu akan menjumpai seorang bayi dibungkus dengan lampin dan terbaring di dalam palungan." Yang unik adalah bahwa kegembiraan, sukacita, kegirangan yang menyebabkan kebahagiaan bagi para Gembala itu adalah lahirnya Juruselamat, yaitu Kristus Tuhan. Dalam pengharapan Mesianik, kedatangan Juruselamat/Soter yang dinantikan selalu dibayangkan dengan kemegahan dan kedasyatan. Akan tetapi kehadiran Yesus Kristus Sang Juruselamat justru ditandai dengan ciri khas dan tanda rentan, rapuh dan sangat bersahaja.
Hadirnya Sang Raja dalam diri seorang bayi (bayi adalah manusia yang masih sangat muda dan rentan). Seorang bayi membutuhkan dukungan dan perlindungan dari orang tua atau orang dewasa disekitarnya. Seorang bayi perlu mendapatkan ASI ekskusif supaya tumbuh kembang secara sehat. Seiring pertumbuhannya bayi juga membutuhkan imunisasi untuk mencegah dari penyakit-penyakit yang menular dan mematikan yang menganggu tumbuh kembangnya.
Mengapa Allah mau hadir dalam diri seorang bayi Yesus yang rentan dan rapuh? Gambaran Allah yang berpihak kepada manusia yang paling lemah, terutama pada diri anak-anak adalah menegaskan betapa berharganya kehidupan dan martabat setiap manusia dalam kerentanan dan kerapuhannya. Pesan Natal ini jelas untuk mengingatkan kita memberi perhatian khusus kepada orang-orang yang rentan, bayi-bayi yang malang (anak-anak yang lahir dari kehamilan yang tidak dikehendaki). Siapapun kita dipanggil untuk membela dan melindungi yang paling rapuh dan rentan diantara kita. Bela rasa Allah tidak menghendaki tindakan yang sok kuasa dan bertindak menindas ataupun memeras orang lain dengan kekuasaanya. Relasi kuasa yang tidak adil dan seimbang menyebabkan banyak penderitaan didunia ini. Perjuangan dan pelayanan kita diteguhkan dalam peristiwa Natal yang meneguhkan kemuliaan Allah ditempat yang Maha tinggi dan damai sejahtera di bumi diantara manusia yang berkenan kepadaNya (ayat 13-14). Apakah kita sudah menjadi manusia yang berkenan kepada Allah? Bagaimana kita merayakan dan menyambut Natal dengan cara yang memuliakanNya dan berkenan kepadaNya?
Peristiwa Natal adalah Bela Rasa yang Bergerak Aktif dan Berkarya Untuk Kehidupan
2:15 Setelah malaikat-malaikat itu meninggalkan mereka dan kembali ke sorga, gembala-gembala itu berkata seorang kepada yang lain: "Marilah kita pergi ke Betlehem untuk melihat apa yang terjadi di sana, seperti yang diberitahukan Tuhan kepada kita."
Perjumpaan para Gembala dengan Malaikat menggubahkan mereka menjadi orang-orang yang aktif dan bergerak maju. Tindakan mereka merupakan lompatan besar atau moving forward yang tak lagi hanya meratapi diri mereka sebagai golongan yang dipinggirkan dan dimarjinalkan. Ajakan diantara mereka untuk pergi ke Betlehem adalah buah iman atas kesaksian Malaikat yang memberitakan kelahiran Kristus Sang Raja Damai.
2:16 Lalu mereka cepat-cepat berangkat dan menjumpai Maria dan Yusuf dan bayi itu, yang sedang berbaring di dalam palungan. 2:17 Dan ketika mereka melihat-Nya, mereka memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. 2:18 Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu kepada mereka. 2:19 Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya. 2:20 Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat, semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka.
Peristiwa Natal membawa kesukaan besar untuk hadirnya kehidupan karena kelahiran Yesus hingga kenaikanNya ke sorga merupakan perwujudan Kerajaan Allah yang merangkul dan menerima kita yang lemah, rapuh dan berdosa. Marilah menjadi moment Natal sebagai moment belarasa, bukan sebaliknya apatis/tanpa rasa. Menjadi Natal sebagai titik balik yang mengubahkan bukan merendahkan sesama. Turning point untuk berbalik masuk dalam belarasa Allah dalam karya yang berbelarasa untuk sesama.
Iswari Setyanti (Pendeta Jemaat GKI Pamulang)
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...