Belajar dari Detak Arloji
SATUHARAPAN.COM - Hari ini aku terus-menerus memandangi arloji di pergelangan tanganku. Tanya, bernada heran pun, tebersit, ”Mengapa dia tak pernah lelah berdetak?” Sepanjang kutahu dia selalu berdetak, kala diri tidur ataupun terjaga, ketika sibuk atau bersantai, dia selalu berdetak dengan tempo yang sama.
Sering kuharap dia berdetak berbanding terbalik denganku. Saat diriku sibuk, kuharap dia melambat. Dan ketika diri sedang santai, bolehlah dia berjalan cepat-cepat. Namun, harapan tinggal harapan—tak pernah jadi kenyataan. Dia tetap berdetak dengan irama yang sama.
Sebenarnya jam dinding di rumahku pernah memenuhi keinginanku. Girangkah aku? Tidak juga. Kediamannya tak membuat hari berhenti. Meski jam dindingku tak bergerak—tetap menunjukkan 08.40—waktu toh tetap berjalan. Tak mau berhenti.
Detak jam yang tetap itu mengajarku bahwa justru dalam detak yang tetap itu ada sesuatu yang berjalan konsisten, yakni waktu itu sendiri. Dan yang sebenarnya tidak konsisten adalah diriku dalam mengisi waktu. Dirikulah yang ingin waktu melambat atau mencepat. Dirikulah yang berharap waktu menyesuaikan diri denganku, dan bukan sebaliknya.
Kutahu, semua itu hanya usaha menjaring angin. Kusadar, hal logis yang harus kulakukan hanyalah mengisi waktu sebaik dan setepat mungkin—mengerjakan apa yang bisa dikerjakan. Tak perlu menunda-nunda. Karena esok mungkin sudah terlambat!
email: inspirasi@satuharapan.com
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...