Belajar Dari Fenomena Edward Snowden, Si Pembocor Rahasia Pemerintah AS
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Ingat pembocor rahasia Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA), Edward Snowden? Dia dideskripsikan sebagai orang yang penuh rasa curiga, bingung, emosional, dan putus asa. Hasil ini didapat dari analisis tulisan tangan lelaki 30 tahun itu pada surat permohonannya untuk mendapat suaka sementara di Rusia. Demikian disarikan dari The Daily Mail baru-baru ini, psikolog dan ahli pembaca tulisan tangan Linda Lauren yakin, saat ini Snowden mengalami kelelahan, paranoid, kurang percaya diri, dan depresi.
Menurut Lauren yang juga praktisi reiki dan konsultan media warna dan energi, keadaan Snowden itu disebutnya sebagai akibat dari ketidaktahuannya akan dampak besar atas perbuatan yang dilakukannya. "Snowden barangkali tidak menyangka bahwa langkahnya membocorkan rahasia itu, dampaknya sangat besar," ujarnya.
Apa yang dilakukan Edward Snowden mendulang diskusi di mana-mana. Terutama tentang latar belakang pria ini melakukan perbuatan tersebut. Pekerjaan Snowden di firma Booz Allen Hamilton yang berkantor di Hawaii yang indah sehari-hari adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin untuk digunakan oleh Pemerintah Amerika Serikat.
Kebanyakan orang di posisi Snowden adalah merasa memiliki kekuatan, karena bisa melihat-lihat rahasia siapapun. Gaji agar orang seperti Snowden ini juga cukup untuk membuatnya tutup mulut. Mengapa harus ambil risiko atas hidup bahagia seperti itu? Bukankah enak bisa hidup nyaman selamanya?
Izin Perawatan Epilepsi
Yang dilakukan Snowden adalah pamit kepada bos-nya dengan alasan izin untuk mendapatkan perawatan epilepsi. Tetapi ternyata dia dan pacarnya pergi ke Hong Kong, dan memanggil wartawan Glenn Greenwald-seseorang yang ia percaya-dan menyerahkan dokumen yang mengguncangkan dunia saat ini.
Dalam wawancaranya, Snowden mengatakan bahwa dia tidak berbeda dengan kebanyakan orang. "Saya cuma laki-laki biasa yang dari hari ke hari duduk di kantor dan melihat apa yang terjadi. Ini bukan tempat kami memutuskan. Biar publik yang memutuskan apakah program dan kebijakan ini benar atau salah?"
Berikut pernyataan Snowden yang menarik, yakni mengapa dia memilih membocorkan rahasia ketimbang meneruskan hidupnya yang nyaman?
'Dan bila hidup tidak bebas seperti ini adalah sesuatu yang Anda terima, pikirkan berapa banyak dari kita yang seperti ini? Anda bisa bangun tiap hari, pergi bekerja, mendapatkan gaji besar atas pekerjaan Anda yang ringan, bertentangan dengan kepentingan publik dan kemudian tidur nyenyak setelah menonton 'pertunjukan' Anda itu seharian. Jutaan orang di dunia, memilih seperti itu. Hidup tidak bebas tetapi sangat nyaman. Untuk mendapatkan sesuatu yang spesial, spektakular dan banyak dalam hidup kita, mengapa mengambil langkah yang tidak biasa?
Snowden menegaskan, "Ini karena seseorang harus berbuat sesuatu untuk generasinya atau ke depannya semuanya akan buruk. Kerangka penindasan seperti ini harus diekspos supaya dunia ke depannya menjadi tempat yang lebih baik.
25 Ribu Orang
Ada sebanyak 25 ribu orang bekerja di firma yang sama dengan tempat Snowden bekerja. Semuanya melakukan hal yang sama dilakukan Snowden. Tetapi hanya Snowden yang akhirnya membuka rahasia pada dunia. Ini karena Snowden tidak ingin menjadi bagian dari sistem. Dia memutuskan hidup berprinsip. Dia memilih jujur dan dia percaya, kejujuran ini akan membebaskan hidupnya.
Menurut Annie B Bond seorang pakar gaya hidup sehat, seseorang memilih berbicara jujur karena desakan suara hatinya. "Perasaan bahwa kita adalah sesama manusia, sama-sama bisa terluka atas hal yang sama, menjadi alasan seseorang memilih berkata jujur. Tidak berkata jujur, akan menipu diri kita sendiri. Bahkan, dengan berbohong, seseorang menjadi tidak bisa berkomunikasi dengan baik dengan sesamanya. Mungkin Anda tahu, bahwa ada bentuk komunikasi tanpa harus berbicara, yakni telepati. Telepati biasanya selalu mengatakan kejujuran. Jadi, pada dasarnya lapisan kejujuran yang tebal ada dalam setiap manusia."
Sedangkan psikolog Dinasti Widarsari, M.Psi kepada satuHarapan.com mengatakan tindakan Snowden bisa didasarkan pada empat hal yakni :
- Perasaan tidak puas atau kecewa terhadap pihak lain,
- Adanya tekanan yang dirasakan yang mendorong seseorang melakukan usaha pertahanan dengan cara yang pasif agresif, yaitu dengan melakukan tindakan yang memiliki konsekuensi kerugian di pihak yang menekan,
- Keinginan untuk mencoba sesuatu yang membangkitkan excitement baru,
- Ketidaksengajaan menemukan informasi yang penting dan tanpa disadari penemuan tersebut berkembang semakin jauh, hingga akhirnya disadari bahwa hal tersebut tidak dapat dihindari atau ditarik kembali.
Intinya menurut Dinasti, orang-orang yang mau mengambil tindakan ekstrim kebanyakan merupakan individu yang memiliki penilaian tidak seperti umumnya orang kebanyakan. Sehingga merekapun akan mengambil keputusan yang juga tidak umum.
Dengan demikian, barangkali kita semua bisa memahami, apa yang dipilih Snowden atas hidupnya. Terkadang hidup enak dan nyaman, memang bukan segalanya.
Editor : Prasto Prabowo
Jakbar Tanam Ribuan Tanaman Hias di Srengseng
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Barat menanam sebanyak 4.700...