Belajar dari Kebangkrutan Yunani
SATUHARAPAN.COM - Perekonomian Yunani hampir dipastikan bangkrut. Menteri-menteri keuangan zona euro telah sepakat mengakhiri program dana talangan untuk Yunani, tepatnya pada Selasa (30/6) besok.
Hal ini juga karena Yunani menolak paket reformasi yang diajukan negara-negara Uni Eropa, bank Sentral Eropa, dan IMF. Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras, menyerukan diadakan referendum tentang rencana reformasi atas krisis yang telah berlangsung selama lima tahun.
Diakhirinya bantuan Uni Eropa diperkirakan akan membuat ekonomi Yunani kolaps, dan sudah ditandai dengan terus mengantrenya warga mengambil uang di ATM. Rakyat berusaha untuk menimbun Euro, meskipun hanya bisa mendapatkan 700 Euro setiap kali mengambil dana di ATM.
Berbagai pihak tengah berupaya untuk mengantisipasi dampak yang lebih luas dari kekacauan ekonomi ini. Para menteri keuangan Uni Eropa akan berunding, tanpa melibatkan Yunani untuk mengantisipasi pengaruhnya pada stabilitas ekonomi zona euro. Dikhawatirkan bahwa pengaruhnya peda zona euro akan membuat masalah ini berdampak secara global.
Kejatuhan Ekonomi Yunani harus diakui bahwa hal itu bersumber dari masalah yang panjang yang membuat negara itu terus menambah beban utang yang besar dan belanja pemerintahan yang semakin tinggi. Beberapa waktu lalu pengetatan belanja pemerintah dilakukan, namun tampaknya tidak mampu mengatsi karena beban utang yang besar.
Bahkan dengan dana talangan dari Uni Eropa, tak mampu menopang beban itu, bahkan untuk pembayaran utang pada IMF yang jatuh tempo pada 30 Juni lalu, sebesar 1,6 Euro. Kinerja ekonomi Yunani sejuah ini belum mampu memperbaiki kondisi ini.
Bagaimana MEA?
Mencermati kejatuhan ekonomi Yunani menjadi penting bagi Indonesia dan negara-negara Asia Tenggara yang bergabung dalam ASEAN dan akan membentuk masyarakat ekonomi ASEAN (MEA). Pertama, karena pengaruh kejatuhan Yunani akan berpengaruh pada zona euro yang juag akan memberikan dampak global, termasuk ASEAN.
Kedua, perjalanan zona euro ternyata menghadapi banyak tantangan, antara lain kondisi yang mencerminkan gap yang cukup dalam di antara negara-negara itu. Dan itu tidak selalu mudah untuk diatasi dalam membangun sistem ekonomi dalam satu kawasan.
Pelajaran bagi Indonesia dan ASEAN, terutama diarahkan pada kenyataan perbedaan kondisi di antara negara anggota ASEAN yang sebenarnya juga cukup mencolok, bukan hanya dalam ekonomi dan keuangan, bahkan dalam politik dan sosial.
Tantangannya membangun masyarakat ekonomi lantas negara harus mampu mendorong dalam memperkuat ekonomi setiap anggota. Meskipun tampak menjadi kecenderungan pada belakangan ini, MEA tidak akan menghadapi jalan sulit ketika dilihat sebagai upaya untuk memperluas dominasi ekonomi dan menjadikan yang lain sekadar perluasan pasar.
Pelajaran bagi Indonesia
Bagi Indonesia, kasus Yunani mengingatkan tentang beban utang yang tidak dikelola dengan benar akan menjadi sumber kejatuhan sebuah negara. Masalah ini memang terkait juga dengan politik dan pengelolaan kinerja pemerintahan. Indonesia telah mengalami hal serupa terkait krisis keuangan pada 1997 dan diingatkan bahwa masalah serupa tampaknya belum sepenuhnya bisa dibersihkan. Belakangan ini, bahkan menunjukkan ada kecenderungan meningkat, terutama dengan menurunnya nilai rupiah hingga posisi tertinggi sebelum krisis itu.
Namun demikian, kita juga harus melihat bahwa kegagalan sebuah negara akan merusak aspek kehidupan secara luas. Hal itu umumnya dipicu oleh kejatuhan ekonomi atau kegagalan mengelola politik. Hiruk-pikuk politik di Indonesia dan situasi rupiah bisa menjadi gambungan faktor yang mengarah pada situasi yang berat.
Dalam dekade kedua abad ke-21 ini kita menyaksikan banyak negara jatuh dan gagal karena dipicu oleh politik yang kacau, seperti di Afrika dan Timur Tengah, dan kejatuhan ekonomi di Yunani. Hal ini harus menjadi pelajaran penting bagi Indonesia.
Albania akan Blokir TikTok Setahun
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Pemerintah Albania menyatakan akan memblokir media sosial TikTok selama s...