Belajar Hidup Bertanggung Jawab
SATU HARAPAN.COM – Orang disebut bertanggung jawab saat ia mau menanggung risiko atas perbuatan maupun keberadaannya. Orang tua bertanggung jawab atas anak-anak, pemimpin bertanggungjawab atas pengikut, dan guru bertanggung jawab atas murid. Namun, sering dengan dalih tanggung jawab, yang terjadi malah penumpukan kuasa. Tak pernah ada upaya mengajarkan tanggung jawab dengan membaginya.
Hierarki otoritarian hanya mengenal satu posisi puncak. Dan saat kesalahan komando terjadi, sangat jelas siapa yang bersalah. Bahkan sekalipun tidak dengan komando, bila yang terjadi melanggar spirit korps atau semangat bersama yang dihidupi, seharusnya sudah cukup alasan untuk melakukan mawas diri lebih dalam lagi.
Di Republik yang miskin keteladanan dan kaya ironi, tanggung jawab merupakan barang langka yang mahal harganya. Saat ingatan menagih dan kita tak bisa tidak harus menjawab pun, kita tetap bisa mengelak dengan mengatakan, ”Maaf, lupa.”
Tanggung jawab sama sekali bukan medali maupun tanda jasa berjejer yang disematkan di dada. Kekinian sekarang menuntut tanggung jawab berbeda, yang tak bisa ditimpakan ke masa lampau. Masa kini membawa tanggung jawabnya sendiri. Dan Setiap orang harus mencoba untuk berdamai atas pedihnya beban yang ditanggung.
Sejatinya pula, tanggung jawab tak selalu harus menjadi takdir yang ditanggung selamanya. Bila terlalu berat, letakkan. Bila sudah tak sanggup, menyerahlah. Bila tak sesuai rencana, sebaiknya dijadwal ulang. Menyadari batas-batas diri dan merangkulnya akan membawa kita kepada kebahagiaan. Dan menjadikan kita belajar hidup bertanggung jawab.
email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...