Belajar Makna Hidup dari Penjual Sayur Keliling
SATUHARAPAN.COM – Suatu hari saya berkesempatan ngobrol dengan teman saya—penjual sayur keliling—di sebuah warung kopi. Setelah bertegur sapa menanyakan kabar masing-masing, teman saya itu berkata, ”Enak ya, yang punya kendaraan roda empat. Tidak seperti saya setiap hari hanya berkeliling pake gerobak sayur.”
Serta merta Empok Si Pemilik Warung nimbrung dengan logat Betawinya, ”Lha kagak bisa begitu, orang idup mah!” Teman saya langsung menanyakan alasannya, Si Pemilik Warung itu berkata, sembari melayani pelanggan yang memesan kopi, ”Orang idup mah, ada bagiannya masing-masing. Coba lihat orang yang punya mobil itu. Mau lewat kek, enggak kek nggak ngaruh buat kita. Tapi kalau Situ (Anda) nggak lewat sini, bisa-bisa nggak masak gua.” Saya dan teman saya, Si Penjual Sayur, hanya melongo mendengarnya.
Setiap orang tentu ingin hidup senang. Dan memiliki barang-barang yang dianggap dapat mengangkat gengsi kadang menjadi tujuan hidup. Namun, bagi Empok Si Pemilik Warung tadi, siapa pun yang memiliki mobil itu tak terlalu berpengaruh dalam hidupnya. Bahkan, dia merasa lebih bergantung, dan memang benar demikian, kepada penjual sayur keliling ketimbang si pemilik mobil yang kelihatannya keren.
Bagi Si Pemilik Warung itu, profesi penjual sayur keliling jauh lebih bermakna. Kehadiran atau ketidakhadiran Si Penjual Sayur akan langsung terasa dalam keseharian hidupnya. Kalau nggak ada Si Penjual Sayur itu, dia enggak bisa masak. Ya, bukankah hidup itu seharusnya demikian? Menjadi bermakna bagi orang lain apa pun profesi kita!
email: inspirasi@satuharapan.com
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...