Belajar Memberi
SATUHARAPAN.COM – Barangkali kita sudah terbiasa menerima sehingga sulit memberi. Buktinya kalau kita dimintai tolong sedikit saja, bahasa tubuh kita menyiratkan ingin mendapat upah, berharap balas jasa. Betulkah?
Saya mengenal seorang ibu yang selalu melibatkan anak-anaknya yang remaja menjadi sukarelawan. Mereka selalu mengikuti kerja bakti kebersihan di lingkungan. Mereka juga membantu membersihkan dan mengecat rumah penampungan tunawisma. Di lain waktu anaknya mengajar anak-anak putus sekolah. Ibu itu juga secara sukarela menyiapkan penganan buat kegiatan kaum muda di gereja. Mereka aktif memberi waktu, tenaga, dan pikiran bagi orang lain, tanpa pamrih dan tanpa harap balasan.
Ibu itu ingin anak-anaknya terbiasa memberi kepada masyarakat sehingga kelak orientasi bekerja mereka adalah melayani masyarakat, bukannya mengharapkan atau mengambil keuntungan dari masyarakat.
Kenyataannya, tak sedikit anak-anak yang hanya diajarkan ibunya untuk meminta. Setiap kali mereka berulang tahun atau naik kelas, mereka didorong untuk meminta hadiah dari om atau tante. Mereka pun jadi terbiasa mengharapkan upah. Baru termotivasi untuk belajar karena orang tua telah menjanjikan hadiah kenaikan kelas. Bagaimana kelak mereka dapat melayani masyarakat?
Kita perlu terus melatih diri kita untuk memberi tanpa mengharapkan balasan. Bahkan lebih ekstrem lagi kita ditantang untuk berani memberi kepada orang yang tidak bisa membalasnya. Dengan tulus memberi maka kita sudah menerima upahnya yaitu karakter kita akan semakin baik. Jika semua orang berlomba-lomba memberi dengan tulus, tentu hidup masyarakat kita akan makin baik dan berkualitas. Nah, selamat memberi!
email: inspirasi@satuharapan.com
Empat Kue Tradisional Natal dari Berbagai Negara
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Perayaan Natal pastinya selalu dipenuhi dengan makanan-makanan berat untu...