Belajar Mendengarkan
Memiliki dua telinga mengingatkan kita untuk mendengarkan dari semua sisi.
SATUHARAPAN.COM – Mendengarkan tidak sama dengan mendengar. Mendengar bisa sambil lalu, masuk kuping kiri dan keluar kuping kanan. Sedangkan mendengarkan, butuh teknik yang lebih rumit.
Belajar mendengarkan berbanding lurus dengan mengekang lidah, membisukan diri. Kata orang bijak, alasan mengapa Tuhan menciptakan manusia dengan dua telinga dan hanya satu lidah adalah supaya manusia jauh lebih banyak mendengarkan dibanding berbicara.
Menjadi pendengar yang baik itu tidak mudah. Kegiatan mendengarkan harus dilakukan dengan konsentrasi penuh. Apa yang didengar, sungguh-sungguh disimak, dicatat dalam memori hati dan otak, diresapi, dan dimengerti.
Dalam mendengarkan, kita perlu mengaktifkan emosi dan rasio pada saat yang bersamaan. Emosi yang aktif digunakan agar kita mampu berempati kepada mereka yang bertutur kepada kita. Memerhatikan dengan saksama, fokus menyimak, tidak melakukan hal lain—misalnya: asyik dengan handphone. Emosi juga mengatur ekspresi apa yang harus kita tampilkan saat mendengarkan. Apakah gembira, antusias, bersemangat, serius, prihatin, bersedih, atau bahkan tanpa ekspresi? Semua tergantung dari apa yang sedang kita dengarkan. Dengan aktivasi emosi yang tepat, Si Pembicara merasa dirinya dihargai.
Rasio atau logika juga harus dalam keadaan on saat mendengarkan. Otak harus menyusun dan merunut informasi atau cerita yang kita dengar. Alur informasi yang runtut memudahkan kita untuk memahami apa yang dimaksudkan pembicara, sehingga kita terhindar dari kesalahpahaman. Rasio juga penting untuk menganalisis informasi.
Analisis tersebut bermanfaat sebagai bahan pertimbangan action atau feedback pascamendengarkan. Bagaimana pun kita harus bijak saat mendengarkan. Kita dilarang menerima semua informasi secara mentah. Tidak semua informasi yang kita dapat benar adanya. Kita punya telinga kanan dan kiri, keadaan ini selain mengingatkan kita untuk banyak mendengar, juga mengarahkan kita untuk mendengarkan dari semua sisi. Sekali lagi pentingnya logika saat mendengarkan adalah memposisikan diri sebagai pihak netral, yang bersikap objektif dan tidak mudah terprovokasi.
Semakin kita beranjak dewasa, kita akan lebih mengerti mana yang hanya perlu didengar dan mana yang perlu didengarkan. Melewati pasang surut hidup dengan menyelami ragam cerita dan informasi pada akhirnya akan memperkaya hikmat kita sendiri. Selagi kita diberi kesempatan hidup dengan dua telinga yang normal, marilah kita luangkan waktu untuk mendengarkan: mendengarkan kawan curhat, mendengarkan ibu memberi nasihat, mendengarkan ceramah dosen, mendengarkan Tuhan.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...