Belajar Mengenai Isu Perilaku Seksual Pada Remaja dari Pengalaman Belanda dan AS
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM – Belanda dikenal karena sikap liberal mereka terhadap seks dan obat-obatan. Sementara itu sedikitnya aturan resmi, seperti penggunaan ganja dan menjualnya di “kedai kopi” ditoleransi di Belanda, dan juga prostitusi, yang paling terkenal di jalan distrik di sekitar lampu merah Amsterdam. Paham pragmatisme Belanda telah lama percaya, hal ini lebih baik daripada menerapkan larangan hukum, yang hanya akan membuat mereka menjadi pelanggarnya.
Sebagaimana dilaporkan salon.com, Sikap pragmatis dan gaya pacaran yang mendukung, berpengaruh signifikan ke seks pada remaja. Dua pertiga dari orangtua di Belanda yang anak-anak mereka usia 15 sampai 17, membiarkan pacar anak mereka menginap di rumah keluarga mereka, menurut sebuah survei tahun 2003.
Namun bukannya mengakibatkan pesta pora remaja gila dan tingginya tingkat kehamilan remaja, aborsi atau penularan PMS (penyakit menular seksual), sebaliknya, Belanda memiliki angka terkait masalah ini jauh lebih rendah daripada AS. Misalnya, tingkat kehamilan remaja di Belanda hanya 12 kehamilan per 1.000 anak perempuan berusia 15 sampai 19. Sedangkan AS, ada 72 kehamilan per 1.000 anak perempuan usia yang sama. Tingkat aborsi remaja Belanda adalah 20% lebih rendah dibandingkan di AS dan tingkat infeksi HIV di Amerika adalah tiga kali lebih tinggi daripada di Belanda.
Terdapat banyak perbedaan antara budaya, dan gaya pengasuhan anak di setiap negara, tapi dalam hal ini yang menjadi kunci adalah sikap keterbukaan mereka terhadap seks. Artikel dalam salon.com menyoroti bagian yang mengutip laporan penelitian sosiolog Amy Schalet, dari University of Massachusetts, berjudul “Seks, Cinta, dan Otonomi pada Perilaku Pacaran Remaja” (judul artikel The Smart Dutch Take on Teen Sex), di mana artikel tersebut membandingkan sikap orangtua Belanda terhadap orangtua Amerika mengenai seks pada remaja.
Sebaliknya, orangtua Belanda mengecilkan sisi berbahaya dan berat terhadap seksualitas remaja, namun justru cenderung bersikap menormalkan itu. Mereka berbicara tentang kesiapan, sebuah proses menjadi siap secara fisik dan emosional untuk seks, di mana mereka percaya orang-orang muda dapat mengatur diri sendiri, asalkan mereka didorong untuk memacu diri dan persiapan yang memadai.
Daripada mempertegas pelarangan, orangtua di Belanda berbicara tentang seksualitas sebagai hal yang muncul dari hubungan dan mereka tidak akan bicara mengenai konflik jender. Orangtua mengizinkan menginap, sekalipun jika anak-anak membutuhkan masa “penyesuaian” untuk mengatasi perasaan tidak nyaman mereka, karena orangtua merasa berkewajiban untuk tetap terhubung dan menerima seks menjadi bagian dari kehidupan anak-anak mereka. Tidak seperti orangtua Amerika yang sering skeptis tentang kapasitas remaja untuk jatuh cinta, mereka selalu meremehkan anak-anak di awal remaja yang saling jatuh cinta.
Jika orangtua benar-benar ingin menjaga remaja mereka tetap aman dalam berpacaran, maka daripada menutup mata dan berpura-pura bahwa anak-anak tidak berhubungan dengan seks dan belum tahu apa-apa, mungkin akan lebih baik belajar dari pengalaman orangtua di Belanda tersebut. (healthland.time.com)
Editor : Yan Chrisna Dwi Atmaja
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...