Belajar Menjadi Gembala
Mereka mengerti benar kebutuhan Si Lumpuh.
SATUHARAPAN.COM – Bermain air basah, bermain api hangus. Peribahasa ini cukup mewakili peristiwa ”Pertanggungjawaban Petrus dan Yohanes di hadapan Mahkamah Agama” (Kis. 4:5-12). Apa pun yang dilakukan seseorang ada risikonya. Tak ada tindakan, bagaimanapun baiknya, bebas risiko.
Kisah itu bermula dari keprihatinan Petrus dan Yohanes terhadap seorang lumpuh yang teronggok di Bait Allah. Mereka prihatin sebab ada yang tidak indah di Gerbang Indah itu. Dan Petrus berusaha mengisi kekurangan itu. Memang butuh kepekaan. Kepekaan untuk memperhatikan ada yang kurang di Gerbang Indah itu. Kepekaan untuk melihat senjang antara apa yang ada dan apa yang sebaiknya; antara fakta dan cita-cita; antara kenyataan dan impian. Dari kepekaan itulah timbul keprihatinan.
Keprihatinan itu tersirat dalam kalimat mereka, ”Emas dan perak tidak ada padaku, tetapi apa yang kupunyai, kuberikan kepadamu: Demi nama Yesus Kristus, orang Nazaret itu, berjalanlah!” (Kis. 3:6).
Mereka tak punya uang sebagai sedekah. Tetapi, yang mereka memiliki jauh lebih berharga dari uang. Mereka memiliki Yesus, yang bangkit dari antara orang mati. Mereka, yang telah merasa kebangkitan Yesus dalam diri mereka, ingin Si Lumpuh juga mengalami kebangkitan itu. Dan Tuhan menjawab keprihatinan mereka.
Buka Mata dan Telinga
Kisah ini memperlihatkan betapa pentingnya bagi kita untuk membuka mata dan telinga. Untuk menyaksikan dan mendengarkan apa yang tidak indah di dunia yang indah ini. Jangan tutup mata, apa lagi telinga!
Kedua murid Yesus itu berbeda dengan orang kebanyakan. Mereka menyaksikan Si Lumpuh dan mendengarkan apa yang dikatakannya. Penglihatan dan pendengaran yang baik akan menolong kita untuk lebih mampu melihat senjang antara apa yang ada dan apa yang seharusnya.
Mereka semakin memahami harapan yang terkandung dalam diri orang tersebut. Mereka semakin tahu apa yang sesungguhnya dibutuhkan si lumpuh. Dia memang butuh sedekah. Tetapi, di dalam hatinya, yang paling dalam, yang dibutuhkan lebih dari sedekah. Petrus tahu itu. Sehingga dia mengharapkan pertolongan Tuhan agar si lumpuh berjalan.
Gembala yang Baik
Mengapa mereka melakukannya? Kelihatannya mereka hanya ingin mengikuti jejak Sang Guru, yakni menjadi gembala. Semasa hidup, Sang Guru pernah berkata, ”Akulah gembala yang baik” (Yoh. 10:11). Bicara soal gembala pastilah asosiasi para murid pada waktu itu tertuju pada figur gembala yang digambarkan Daud dalam Mazmurnya: ”Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku” (Mzm. 23:1).
Tak sedikit orang yang merasa dihibur oleh Mazmur Daud itu. Daud menggambarkan Allah sebagai Pribadi yang senantiasa siap mengisi kekurangan domba-domba-Nya. Gembala yang senantiasa mengetahui kebutuhan dasar domba-domba-Nya, dan siap mengorbankan nyawa-Nya.
Bukankah itu pula yang terjadi dalam Petrus dan Yohanes? Mereka mengerti benar kebutuhan Si Lumpuh. Tak hanya itu, mereka juga bersedia memberikan nyawa. Mereka bersedia memberikan pertanggungan jawab di hadapan Mahkamah Agama.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...