Belanja Militer Dunia Naik US$ 1,7 Triliun
STOCKHOLM, SATUHARAPAN.COM – Belanja militer tahun 2015 secara global meningkat menjadi hampir US$ 1,7 triliun. Ini adalah kenaikan pertama dalam beberapa tahun, dan didorong oleh konflik di berbagai negara, termasuk perang di Yaman yang melibatkan Arab Saudi dan Iran, serta pertempuran melawan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (NIIS).
Data itu dikeluarkan pada hari Selasa (5/4) dari studi yang dilakukan oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI). Laporan itu juga menyebutkan bahwa ekspansi Tiongkok di Laut China Selatan dan aneksasi Rusia atas Crimea dan dukungan terhadap separatis Ukraina juga menyumbang kenaikan belanja militer sekitar satu persen secara riil, dibandingkan dengan belanja pada tahun 2014.
Penjualan oleh produsen senjata naik miliaran dolar Amerika Serikat yang didorong oleh serangan udara terus-menerus terhadap NIIS atau ISIS di Irak dan Suriah, serta perang di Yaman.
Para aktivis mempertanyakan AS yang terus menawarkan senjata ke Arab Saudi dalam serangan di Yaman yang menewaskan banyak warga sipil. Penjualan jet tempur AS juga juga mengalir ke pembeli sekutu Arab Saudi, militer Qatar dan Kuwait.
Arab Saudi Jadi Ketiga Terbesar
Pengeluaran terbesar untuk militer dan pertahanan pada tahun 2015 masih dipimpin AS, sebesar US$ 596 miliar, meskipun itu berarti turun 2,4 persen dari tahun lalu. Kemudian Tiongkok sebesar US$ 215 miliar atau naik 7,4 persen.
Menurut laporan SIPRI, urutan ketiga adalah Arab Saudi dengan membelanjakan US$ 87,2 miliar, naik 5,7 persen. Jumlah ini sama dengan dua kali lipat belanja militer Arab Saudi tahun 2006. Hal itu yang memicu peningkatan belanja militer di seluruh dunia sejak 2011.
15 negara dengan belanja militer terbesar tahun 2015. (Sumber: SIPRI)
Posisi Rusia yang semula di urutan ketiga digeser Arab Saudi. Belanja militer Rusia naik 7,5 persen dengan membelanjakan US$ 66,4 miliar.
Sementara itu, Irak menghabiskan US $ 13,1 miliar untuk militernya pada tahun 2015, naik lebih dari 500 persen dari tahun 2006. Hal ini menurut SIPRI terkait penarikan pasukan AS dan munculnya ISIS di negara itu.
Kenaikan belanja militer Arab Saudi terkait keterlibatan mendukung pemerintah Yaman melawan pemberontah Syiah Houthin yang didukung Iran. Sementara Uni Emirat Arab yang ambil bagian dalam konflik itu kemungkinan telah menghabiskan miliaran dolar AS untuk mendukung militernya pada tahun 2015.
Namun SIPRI mengatakan tidak bisa menyajikan angka yang tepat tahun ini, kata peneliti senior, Pieter Wezeman. UEA dan Arab Saudi juga mengirim pasukan ke Bahrain untuk mengatasi protes yang terinspirasi Musim Semi Arab (Arab Spring) 2011.
Harga Minyak Turun
Meskipun ada kenaikan belanja militer, penurunan harga minyak sejak 2014 telah menjadi penyebab penurunan belanja militer di beberapa negara. Hal ini terjadi pada Venezuela (turun 64 persen), Angola (42 persen), dan penurunan terjadi juga di Bahrain, Brunei, Chad, Ekuador, Kazakhstan, Oman dan Sudan Selatan. Beberapa negara yang terus meningkatkan belanja militernya adalah Aljazair, Azerbaijan, Rusia, Arab Saudi dan Vietnam.
Penurunan belanja militer di Amarika Utara dan Eropa Barat telah menurun sejak 2009 yang sebagian besar akibat krisis ekonomi. Belanja militer AS turun 2,4 persen pada tahun 2015. Wilayah Eropa Barat dan Tengah turun dengan hanya 0,2 persen. Namun Eropa Tengah secara terpisah belanja militernya naik 13 persen.
Ada peningkatan sangat besar belanja militer di negara-negara yang berbatasan dengan Rusia dan Ukraina, yaitu Estonia, Latvia, Lithuania, Polandia, Rumania dan Slovakia. Sementara Eropa barat turun 1,3 persen.
Tren Kontras
Sedangkan di Asia dan Oceania belanja militer naik 5,4 persen pada tahun 2015 yang sangat dipengaruhi oleh sikap Tiongkok di Laut China Selatan, terutama di Indonesia, Vietnam dan Filipine. Belanja militer Indonesia disebutkan sebesar US$ 7,641 miliar atau naik 150 persen dari tahun sebelumnya.
SIPRI memperkirakan untuk Timur Tengah, meskipun beberapa negara tidak tersedia data, meningkat 4,1 persen. Penurunan sebesar 2,9 persen terjadi di negara-negara Amerika Latin, namun di Amerika tengah meningkat karena perang melawan kelompok penjahat narkotika.
Di Afrika belanja militer rurun 5,3 persen, setelah 11 tahun terus meningkat. Penurunan besar terutama di Angola, dan negara sub-Sahara Afrika akibat penurunan tajam harga minyak.
Tren belanja militer tahun 2015 menunjukkan hal yang kontras. Di satu sisi terjadi penurunan akibat harga minyak turun drastis, namun di sisi lain ada kenaikan di sejumlah negara.
Otoritas Suriah Tunjuk Seorang Komandan HTS sebagai Menteri ...
DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM-Penguasa baru Suriah telah menunjuk Murhaf Abu Qasra, seorang tokoh terkem...