Belas Kasih Merkel Tamparan Keras bagi Propaganda ISIS
BERLIN, DAMASKUS, SATUHARAPAN.COM - Kanselir Jerman, Angela Merkel, dielu-elukan layaknya pahlawan oleh ratusan ribu pengungsi dari Suriah dan Irak serta negara-negara lain yang dilanda konflik. Ketegasannya untuk tetap pada kebijakannya membuka pintu bagi pengungsi, menjadi alasan bagi mereka menobatkannya sebagai Bunda, secara tidak resmi.
Angela Merkel tahun ini mengumumkan bahwa negaranya membuka pintu bagi 800 ribu pengungsi. Angka itu bahkan telah ditambah menjadi satu juta lebih. Kebijakan ini banyak mendatangkan kritik di dalam negerinya sendiri, termasuk dari kalangan partainya. Salah seorang menterinya yang mengurusi pengungsi terpaksa mengundurkan diri karena tidak kuat menghadapi tekanan. Menteri Dalam Negeri juga habis-habisan dikritik.
Dalam perkembangan berikutnya, Jerman juga terpaksa memperketat perbatasannya, sebagai bagian dari upaya mengurangi limpahan masuknya pengungsi. Sejumlah tokoh negara itu mulai menunjukkan kekhawatiran akan dampak negatif dari banjirnya pengungsi. Mereka cemas para pengungsi itu akan menimbulkan keonaran. Bahkan mereka diperkirakan tidak akan dapat beradaptasi dengan nilai-nilai Eropa dan justru akan 'mengIslamkan' negeri itu.
Merkel Sebagai Antitesis ISIS
Angela Merkel telah menjawab kritik ini dengan mengatakan bahwa rakyat Jerman yang khawatir pada Islamisasi justru perlu semakin menghayati dan mempraktikkan iman Kristen mereka. Ia juga membalas kritik dengan mengatakan, bahwa ketakutan bukanlah penasihat yang baik.
"Mari kita memiliki keberanian untuk menyatakan bahwa kita adalah orang Kristen dan tidak takut untuk masuk ke dalam dialog," kata Merkel. Ia mengingatkan bahwa 50 juta warga Jerman - 61 persen dari penduduk - adalah Kristen. "Dalam kehidupan sehari-hari," kata dia, itu berarti "menjaga tradisi kita untuk pergi ke gereja dan memahami Alkitab."
Terlepas dari cukup beralasannya kemunculan kekhawatiran akan dampak negatif dari membanjirnya pengungsi ke Eropa, eksodus besa-besaran rakyat Suriah dan Irak meninggalkan negerinya dapat dilihat dari sisi lain. Nekadnya mereka mengarungi lautan dalam kapal reyot dengan risiko tenggelam, merupakan cermin dari betapa lebih kuatnya nilai-nilai belas kasih yang disuarakan oleh Merkel, dibandingkan dengan nilai-nilai yang dikembangan oleh kelompok ekstremis Negara Islam Irak dan Suriah atau ISIS, yang mereka tinggalkan.
Tidak dapat disangkal, semakin banyak rakyat Suriah dan Irak yang pergi menuju Eropa, semakin mengkhawatirkan bagi ISIS karena mereka kehilangan rakyat yang mereka klaim umat kekhalifahannya. Tidak terlalu salah bila dikatakan, sebagaimana disebutkan dalam laporan npr.org, bahwa krisis pengungsi ini adalah juga krisis bagi ISIS.
Selama ini ISIS mengklaim bahwa kekhalifahan mereka adalah tempat perlindungan yang aman bagi rakyat mereka. Tetapi propaganda ini terbukti tidak benar, karena rakyat Suriah justru berbondong-bondong menempuh perjalanan yang berbahaya ke Eropa.
Beberapa pekan terakhir, ISIS telah mengunggah belasan video dengan pesan yang mencela pengungsi. ISIS bahkan mengancam mereka dengan menggembar-gemborkan kengerian hidup di antara 'orang kafir' dan memohon mereka untuk kembali bergabung dengan kekhalifahan.
Tamparan Keras
"Gagasan bahwa mereka tidak menuju ke 'tanah air ISIS' adalah tamparan tepat di wajah mereka," kata Alberto Fernandez, yang dulunya bekerja di unit komunikasi kontraterorisme Kementerian Luar Negeri AS sebelum bergabung dengan Middle East Media Research Institut atau MEMRI.
"Mereka pergi karena keluarga mereka dibunuh oleh Assad," kata dia, tentang pengungsi. "Itulah demografi ISIS, tetapi orang-orang yang menjadi korban kebrutalan Assad tidak beralih ke ISIS."
Hal itu sangat membuat ISIS terpukul, menurut Fernandez. Liputan media mengenai eksodus para pengungsi sangat mustahil diabaikan bahkan dari daerah yang dikuasai ISIS.
"Anda tidak dapat menutup mata dari pemandangan menyayat hati dari gambar-gambar orang yang akan pergi ke Eropa," tambahnya. Ini menjadi sebuah penghinaan terhadap ideologi dasar ISIS, katanya, dimana kelompok militan itu percaya bahwa adalah dosa untuk hidup dalam masyarakat Barat yang inklusif.
Berdasarkan ideologi kalangan militan ini, kata Fernandez, menjadi Islam sejati haruslah menjadi bagian dari ISIS. Dan "jika Anda terjebak di Barat, bunuhlah seseorang," demikian Fernandez mengutip sebagian ideologi ISIS. Tetapi ternyata warga Suriah mengabaikannya.
Penolakan oleh begitu banyak warga Suriah terhadap ideologi dasar ISIS ini, telah mendorong ISIS untuk mencoba membuat narasi propoganda untuk melawannya. The Soufan Group, sebuah lembaga tanki pemikir yang berbasis di New York, mencoba menerjemahkan beberapa video yang belakangan ini dilansir oleh ISIS. Judul-judul yang diterjemahkan itu adalah sebagai berikut:
- Dear Refugees, Hear it From Us (Pengungsi yang terhormat, Dengarkanlah kami)
- And He Will Replace You With Other People (Dan Dia akan Menggantimu dengan Orang Lain)
- Advice to The Refugees Going to The Countries of Disbelief (Saran Untuk Pengungsi yang Pergi ke Negara Kafir)
- Would You Exchange What Is Better For What is Less? (Apakah Anda akan Menukarkan Sesuatu yang Lebih Baik dengan yang Kurang Baik?)
Judul-judul ini, menurut Soufan Group, mencerminkan "kebingungan kelompok (ISIS) tentang bagaimana untuk mengeksploitasi masalah ini, atau setidaknya membatasi kerusakan citra mereka."
"Ini sangat tidak biasa, begitu banyaknya video bertopik sama dalam jangka waktu yang singkat," kata Jawad Al-Aymenn Tamimi, seorang analis di Middle East Forum, sebuah lembaga tangki pemikir yang berbasis di AS.
Tamimi mengatakan salah satu alasan munculnya serentetan propaganda ISIS ini adalah untuk meraih kembali sorotan media, dan pada saat yang sama "mereka juga ingin melawan gagasan bahwa mereka bertanggung jawab atas krisis."
Penolakan luar biasa terhadap khalifah ISIS ini adalah pukulan serius bagi ISIS, kata Aron Lund, editor Syria in Crisis, sebuah situs yang diterbitkan oleh Carnegie Endowment for International Peace. Sebab selama ini mereka menganggap diri mereka sebagai khalifah dan satu-satunya pemerintahan Islam yang sah.
Mayoritas Muslim Sunni yang menentang rezim Presiden Bashar Assad juga menolak ideologi garis keras ISIS. Dan berapa banyak pun video propaganda yang dibuat, tidak dapat melawan citra yang tergambar dari wajah-wajah keluarga Suriah yang putus asa saat bepergian dengan anak-anak mereka, rela mengorbankan segala sesuatu untuk masa depan yang lebih baik di Eropa.
"Jika Anda melihat orang-orang yang telah meninggalkan Suriah dalam beberapa tahun terakhir, mereka adalah orang-orang terbaik," kata Fernandez. Mereka adalah orang yang yang mengasprasikan suara kelas menengah. "
Lebih dari 4 juta warga Suriah telah melarikan diri dari negara itu sejak perang dimulai pada tahun 2011 dan hampir 8 juta mengungsi di dalam negeri. Itu berarti lebih dari setengah dari total populasi yang 23 juta orang.
"Ini adalah pengosongan unsur-unsur terbaik," kata Fernandez. Orang-orang terbaik Suriah telah pergi.
Editor : Eben E. Siadari
Jerman Berduka, Lima Tewas dan 200 Terluka dalam Serangan di...
MAGDEBURG-JERMAN, SATUHARAPAN.COM-Warga Jerman pada hari Sabtu (21/12) berduka atas para korban sera...