Bemo, Tua Tetapi Eksis
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Transportasi Bemo (Becak motor) menjadi pemandangan setiap hari di bagian utara Kota Jakarta. Moda transportasi ini tetap bertahan meskipun bersaing dengan sarana transportasi lain yang begitu banyak di sepanjang Stasiun Kota, Jakarta. Kendaraan roda tiga yang mangkal di sepanjang jalan depan stasiun yang juga dikenal dengan nama Stasiun Beos ini memberikan warna berbeda dalam angkutan umum di Jakarta.
Trayek moda transportasi ini memang tidak panjang, yaitu Stasiun kota- King – Mangga dua, namun keberadaannya menandai bahwa dia masih dibutuhkan. Bemo melayani transportasi di Jakarta mulai 1962. Itu berarti sudah setengah abad kendaraan ini menelusuri jalanan di bagian utara Jakarta dan mengangkut penumpang.
Pendi (57 tahun), konsisten sebagai supir bemo. Dia hanyalah penerus dari generasi sebelumnya dan mulai mengemudikan bemo pada 1996. Soal Bemo memang bukan hal baru bagi Pendi, keluarganya telah menjalani hidup dengan rejeki yang didapat dari usaha transportasi ini sejak bemo masuk Jakarta.
Sekalipun usia kendaraan ini sudah tua, demikian juga supirnya, masih ada semangat mereka untuk bertahan dalam persaingan dengan sarana transportasi umum lainnya, sekalipun ada nada kepepet. “Mau ke mana lagi? Rejekinya ada di sini. Mau mencari kerja lain terbentur karena usia,” ujarnya.
Harapannya untuk saat ini adalah pemutihan kendaraan, karena bemo yang sekarang ini bisa dikatakan bodong alias tanpa surat-surat, apalagi membayar pajak kendaraaan. Upaya itu sudah dilakukan, namun terbengkalai di masa krisis moneter tahun 1997 – 98. “Jadi kesalahannya bukan dari pihak pemilik kendaraan, namun pemerintah,” ujarnya.
Paguyuban Mitra Mandiri yang tergabung wilayah Beos Kota, Mangga besar, dan Olimo menjadi wadah bagi pemilik dan supir Bemo di Jakarta Utara. Pendi berharap paguyuban ini bisa mendorong pemerintah untuk segera memberlakukan pemutihan/peremajaan, sehingga bemo yang beroperasi bisa memiliki surat lengkap, izin trayek dengan jelas. Hal tersebut terkait dengan rencana pemerintah mengganti bemo dengan bemo elektrik yang sampai sekarang belum ada lagi tindak lanjutnya.
Bemo yang beroperasi saat ini ada sekitar 40 unit dengan berbagai warna. Perbaikan atas kerusakan kendaraan biasanya dilakukan sendiri oleh sopir. Tidak ada bengkel resmi yang khusus menangani bemo di Jakarta. Kreativitas supir mencari suku cadang, memodifikasi yang ada, bahkan mungkin membuat sediri merupakan perjuangan untuk membuat bemo mereka terus menggelinding dan memberi rezeki.
Si tua bemo ini memang tampil dengan kesederhanaan. Mereka melayani penumpang dengan tarif antara Rp 2.000 hingga Rp 2.500. Untuk anak sekolah, bang Supri hanya menarik ongkos Rp 1.000. Seorang supir lainnya, Wahidi (52), supir Bemo bertutur bahwa dia telah menjadi supir bemo sejak terminal kota ada di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat.
Wahidi mengatakan bahwa pemerintah tidak perlu repot-repot melarang Bemo. "Nanti akan tenggelam dengan sendirinya," kata dia. Kondisi bemo yang tua dan suku cadang yang semakin sulit akan membuat jumlahnya menurun dan habis. Namun sebelum hal tersebut terjadi, mereka berharap masih bisa menikmatinya sebagai upaya memenuhi kebutuhan hidup. Menurut mereka, setiap hari seorang supir bemo bisa memperoleh pendapatan Rp 100.000 hingga Rp 200.000.
Editor : KP1
Penyakit Pneumonia Terus Menjadi Ancaman bagi Anak-anak
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Wakil Menteri Kesehatan, Dante Saksono Harbuwono, mengatakan, pneumonia ser...