Benarkan Vaksin COVID-19 Dapat Mengakibatkan Pendarahan?
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM-Satgas Penanganan COVID-19 menanggapi informasi di media sosial bahwa vaksinasi COVID-19 dapat menyebabkan terjadinya pendarahan dalam tubuh atau pembuluh darah pecah sebagai efek samping dari pelaksanaan vaksin.
Direktur Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Mursyid Bustami, menegaskan kabar tersebut tidak benar. Hingga saat ini belum ada bukti ilmiah yang kuat dan valid yang menunjukkan ada kaitan antara pemberian vaksinasi COVID-19 dengan terjadinya pecahnya pembuluh darah.
“Terkait adanya info bahwa vaksin berisiko menyebabkan stroke pendarahan otak, kami klarifikasi bahwa secara ilmiah pun tidak ada hubungan antara stroke pendarahan dengan vaksin COVID-19,” kata Mursyid dalam keterangan tertulis di situs Satgas.
Efek samping yang mungkin timbul dari vaksin, menurut Mursyid, sifatnya masih sangat ringan dan mudah diatasi, seperti demam, nyeri, mengantuk, lapar. Efek samping ini pun biasanya tidak berlangsung lama, maksimal dua hari pasca penyuntikan vaksin.
Dijelaskan, sekitar 20 persen stroke pendarahan disebabkan adanya penyumbatan pada pembuluh darah dengan penyebab utamanya karena tingginya faktor risiko tertentu dan bukan disebabkan oleh vaksin COVID-19.
Mursyid mengungkapkan faktor risiko stroke dapat menjadi common rezpector (faktor resiko bersama), di antaranya: diabetes, hipertensi, pola makan yang buruk, merokok, obesitas, kurang aktivitas fisik, alkohol, dan narkotika.
''Kalau stroke pendarahan biasanya adalah pada penderita hipertensi. Yang terjadi adalah tidak kuatnya pembuluh darah menahan tekanan darah yang tinggi, sehingga terjadi kebocoran,'' katanya.
Faktor risiko yang bisa dikendalikan sebaiknya dicegah sedini mungkin agar tidak menjadi bom waktu. Upaya pencegahan yang bisa dilakukan adalah mulai menerapkan pola hidup bersih dan sehat. “Tidak melakukan aktivitas yang dapat menimbulkan masalah kesehatan di masa depan seperti merokok, konsumsi minuman beralkohol, batasi konsumsi gula, garam dan lemak,” kata Mursyid.
Faktor risiko yang tidak bisa dikendalikan adalah umur, genetik jenis kelamin. Untuk itu, sebaiknya melakukan cek kesehatan secara berkala untuk mengetahui riwayat kesehatan.“Apabila ada kelainan dalam tubuh bisa diketahui dan diantisipasi sedini mungkin,” katanya.
Tentang vaksinasi COVID-19 merupakan langkah yang aman untuk dilakukan dalam rangka mencapai herd immunity atau kekebalan kelompok agar bisa hidup berdampingan dengan virus corona. Vaksin yang diberikan sudah melalui proses dan rangkaian yang panjang, dan sudah mendapat izin penggunaan darurat (Emergency Use Authorization/ EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...