Bencana Iklim Rugikan Indonesia 44 Triliun Dolar
BANDARLAMPUNG, SATUHARAPAN.COM – Kota-kota di Indonesia akan mengalami ancaman kerugian akibat bencana iklim pada tahun 2025, dengan nilai kerugian ditaksir mencapai 44 triliun dolar Amerika Serikat (Rp 5.149 triliun) per tahun, ujar Ari Muhammad dari Indonesia Climate Alliance (ICA).
"Salah satu capaian Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, adalah menghantarkan Indonesia menjadi salah satu dari sepuluh negara ekonomi besar di dunia, namun di tengah optimisme tersebut ada hal yang perlu menjadi perhatian serius," kata Ari dalam keterangan tertulis yang diterima di Bandarlampung, Selasa (8/7).
Riset Kementerian Keuangan dan McKinsey tahun 2012, menunjukkan dengan pertumbuhan pendapatan domestik bruto (PDB) mencapai 6 persen per tahun, Indonesia diprediksi secara optimistis akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030.
Tapi kajian tahun keenam Maplecroft (firma konsultan strategis dan risiko global), memprediksi kota-kota di Indonesia, akan mengalami ancaman kerugian akibat bencana iklim, dengan nilai fantastis mencapai 44 triliun dolar Amerika Serikat per tahun," kata dia lagi.
Kajian lain yang dilakukan oleh Asian Development Bank (ADB), memprediksi perubahan iklim akan mengakibatkan Indonesia dan tiga negara Asia Tenggara lainnya (Filipina, Thailand, dan Vietnam), mengalami kerugian sebesar 6,7 persen dari PDB per tahun, dan memerlukan biaya sebesar 1-2 persen PDB untuk menanggulangi dampak tersebut.
“Ancaman dan dampak perubahan iklim, telah menjadi keniscayaan di saat bencana hidrometeorologi mendominasi jenis bencana yang terjadi sejak 1815-2013 (Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 2014), “katanya lagi.
Dalam laporan ke-5 Intergovernmental Panel of Climate Change (2013), menyebutkan bahwa upaya-upaya secara signifikan dibutuhkan, untuk meningkatkan pengurangan emisi lebih besar untuk menghindari bencana yang lebih buruk.
"Berkaca dari hasil-hasil penelitian dan laporan tersebut, ICA berpendapat bahwa salah satu tantangan terbesar presiden terpilih Indonesia, adalah menjadikan ketahanan iklim sebagai dasar dan peluang dalam pembangunan Indonesia di masa yang akan datang," kata dia menambahkan.
Presiden terpilih, Ari melanjutkan, harus memimpin kabinetnya untuk merumuskan respon terhadap tantangan mutakhir yang dihadapi Indonesia, dengan menjadikan berbagai komitmen, capaian, dan keberhasilan negosiasi di forum-forum, terkait perubahan iklim sebagai modalitas pembangunan Indonesia yang berketahanan iklim.
Penilaian cepat ICA, atas visi dan misi capres-cawapres yang bertarung dalam kontestasi politik 2014, belum menunjukkan komitmen yang tegas, untuk membangun Indonesia yang berketahanan iklim.
Kedua kandidat, menurut Ari, secara ambisius menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai tujuh persen per tahun, namun tidak mengemukakan analisis risiko dampak perubahan iklim, atas upaya akselerasi ekonomi yang ambisius tersebut.
"Berdasarkan penelitian-penelitian yang dilakukan oleh anggota ICA, kerusakan lingkungan telah memperparah dampak perubahan iklim, yang dirasakan masyarakat menengah ke bawah," ujar Ari menjelaskan.
Sebagai contoh Kota Jakarta pada banjir tahun 2002, menderita kerugian Rp1,51 triliun, kemudian meningkat hingga Rp 2 triliun pada tahun 2007, demikian Ari Muhammad. (Ant)
Editor : Bayu Probo
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...