Kegiatan Ekumene di Hutan Sebagai Apresiasi Karya Kristus
BOSSY, SATUHARAPAN.COM – Dewan Gereja Sedunia (WCC) menyelenggarakan “Ekumene di Hutan” pada Senin (7/7) sebagai bagian dari “ziarah”, areal yang dipilih yakni wilayah perbukitan di Bossy, Swiss.
Ziarah sebagai bagian dari sidang komite sentral WCC yang berlangsung mulai dari Selasa (1/7) hingga Selasa (8/7) bertema “Pilgrimage and Peace” (Ziarah dan Perdamaian) diartikan WCC yang menyelenggarakan kegiatan ini dan bekerja sama dengan Institut Ekumenis Bossey sebagai menghargai alam. Sama seperti yang dikemukakan Pendeta Emma Essie Dzoe Sepah dari Gereja Presbyterian Injili Ghana.
“Cuaca ini mengingatkan saya pada Ghana, mungkin damai tetapi juga membutuhkan usaha yang cukup dari seluruh umat manusia, karena ini adalah sesuatu yang harus menjadi gaya hidup masa kini,” kata Emma Essie.
“Ini adalah sikap seperti Kristus untuk melihat semua orang bahkan alam sebagai ciptaan Allah,” kata Emma Essie.
Rute perjalanan yang dilalui dengan berjalan kaki menuju kampus Institut Ekumenis Bossey dari tengah hutan menjadi tidak membosankan karena mereka lalui dengan menyanyi lagu-lagu WCC.
Stephan Kendall, pendeta dari Majelis Umum Gereja Presbyterian di Kanada mengatakan “ekumene di hutan” sebagai ziarah dan menghargai alam yang sebagian besar di ambang kehancuran.
“Ah, kita mungkin harus merevisi definisi kita tentang 'ziarah' sekali lagi,” kata Kendall.
“Jika saya pergi salah satu cara dan Anda pergi lagi, apakah kita masih berziarah bersama-sama,” kata Kirsten Auken dari Gereja Evangelical Lutheran Denmark.
“Berjalan dalam terang Allah, kita berjalan dalam terang Tuhan. Berdoa dalam terang Allah, kita berdoa dalam terang Tuhan,” demikian secuplik bait lagu-lagu yang dinyanyikan para peziarah yang menjelajah sambil merenungkan firman Tuhan sembari mengagungkan ciptaan Tuhan yang ada di hutan dan alam bebas.
Tidak hanya mereka berdua, tetapi puluhan pendeta dan peserta perenungan di alam bebas itu dari berbagai aras gereja di berbagai penjuru dunia.
Mereka menceritakan kisah-kisah dari tanah air mereka, dan mereka mencoba berbagi perasaan tentang hilangnya komunitas pecinta lingkungan di negara masing-masing.
Mereka mengagumi keindahan pedesaan Swiss saat mereka berjalan melalui hutan, lahan pertanian dan jalan, salam pelari di Swiss Jura Nature Trail.
“Kami telah peziarah melalui lanskap yang berbeda seperti hari ini,” ungkap Pendeta Gregor Henderson dari Gereja Persatuan Australia,
“Di mana saya berasal, kami harus berjalan 200 kilometer untuk melihat perubahan pemandangan seperti ini,” tambah Gregor. (oikumene.org)
Editor : Bayu Probo
Israel Pada Prinsipnya Setuju Gencatan Senjata dengan Hizbul...
YERUSALEM, SATUHARAPAN.COM-Siaran media Kan melaporkan bahwa Israel pada prinsipnya telah menyetujui...