Berani Hidup, Bukan Berani Mati
SATUHARAPAN.COM Mendengar berita atau melihat tayangan di media teve tentang orang-orang yang mengakhiri hidupnya dengan berbagai cara, mulai dari yang gantung diri, minum racun serangga, minum oplosan, hingga menembak dirinya sendiri, membuat hati bertanya-tanya karena tampaknya menjadi fenomena tren sekarang ini.
Dahulu para pahlawan meneriakkan yel-yel tentang berani mati demi membela tanah air, tetapi sekarang apa yang mereka bela sebenarnya? Kini hanya dengan masalah yang belum ketemu solusinya telah membuat orang mengakhiri hidupnya, ironis memang. Sependek itukah jalan pikiran orang sehingga tega merampas kehidupannya sendiri yang sesungguhnya bukan miliknya, namun milik Sang Pencipta? Bagi yang sudah mati sih enak nggak ngerasain apa-apa lagi, sementara yang ditinggal? Apalagi jika dia tulang punggung keluarga!
Zaman sekarang yang diperlukan adalah tipe orang yang berani hidup, bukan berani mati. Karena untuk berani hidup diperlukan ekstra perjuangan keras menghadapi problematika, yang kian rumit dan berat. Berani hidup menuntut pribadi-pribadi yang tahan uji, bukan yang cengeng. Berani hidup membutuhkan karakter yang kuat, tidak mudah patah dan menyerah.
Namun, berani hidup juga dituntut hidup berkualitas, menjadi berarti bagi orang lain, bukan malah menjadi beban dan masyarakat dan merugikan orang lain. Ini bisa dimulai dengan memahami arti dan tujuan hidup masing-masing di dunia ini.
Editor: ymindrasmoro
Email: inspirasi@satuharapan.com
KPK Geledah Kantor OJK Terkait Kasus CSR BI
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Otoritas J...