Berani Lantangkan Kebenaran
"Karena pemberitaan Injil inilah aku menderita, malah dibelenggu seperti seorang penjahat, tetapi firman Allah tidak terbelenggu.” (2 Timotius 2:9)
SATUHARAPAN.COM - Keterbelengguan dan keterpenjaraan adalah sesuatu yang tidak pernah diharapkan oleh siapa pun. Keterpenjaraan – baik fisik maupun non fisik – amat menghambat dan mengganggu diri seseorang. Kondisi itu bisa menyebabkan seseorang teralienasi dari konteks sosiologisnya, bahkan mengakibatkan seseorang tercabut dari akar kulturalnya.
Pada zaman dahulu, banyak pejuang kemerdekaan kita yang dijebloskan ke dalam penjara karena pandangan politiknya yang menentang penjajahan. Apakah penjara membuat mereka jera dan kemudian mengubah pandangannya? Ternyata tidak. Penjara tidak bisa mematahkan semangat mereka untuk merancang Indonesia merdeka. Penjara justru banyak menginspirasi gagasan baru untuk lebih mematangkan kemerdekaan itu. Api kemerdekaan tidak pernah bisa dibelenggu walaupun para tokoh pejuangnya berada di dalam penjara.
Di zaman kini, penjara-penjara negeri ini banyak dipenuhi oleh orang-orang yang terkena kasus pidana: korupsi, kriminal. Mereka yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) sedang menerima uang suap, langsung dibawa ke kantor KPK untuk diperiksa. Mereka menebar senyum di depan sorotan kamera stasiun TV sesudah pemeriksaan itu. Tidak tercermin dari raut muka mereka perasaan bersalah. Penjara ternyata tidak memberi efek jera bagi para koruptor, perampok, pembunuh, dan pemasok narkoba, oleh karena konon penjara tetap memberi ruang bagi pelanjutan dan pengembangan perbuatan haram itu.
Hal yang penting dicatat adalah, para koruptor dan mereka yang dipenjara itu ternyata adalah orang-orang yang dikategorikan sebagai pemimpin, yang piawai melafalkan ayat-ayat kitab suci, yang memiliki eselon, dan yang hartanya sudah berlipat ganda. Paulus dalam suratnya kepada Timotius, yang dikutip di awal tulisan ini, mengungkapkan kondisinya yang amat mengenaskan.
Dengan tegas Paulus menyatakan bahwa ia menderita, bahkan dibelenggu seperti penjahat karena memberitakan Injil. Andaikata Paulus tidak melakukan pemberitaan, diam saja, pasif, atau melakukan pemberitaan tentang yang lain –bukan Injil, tentu ceritanya akan lain. Paulus pun tahu persis bahwa penjara itu adalah harga yang harus dibayar untuk aktivitas memberitakan Injil.
Namun, dalam kondisi keterpenjaraannya itu, kata-kata Paulus tetap powerful dan meaningful. Dalam gaya yang antagonistik-paradoksal, ia berucap bahwa dirinya bisa saja dibelenggu tetapi Firman Allah tidak terbelenggu. Kata-kata itu memberi inspirasi bagi kita yang hidup kini dan di sini.
Sebagai umat Kristen yang percaya sepenuhnya kepada Injil Kristus yang menyelamatkan dan membebaskan, kita terus terpanggil memberitakan Firman Allah melalui kehidupan konkret, dalam kapasitas apa pun kita. Jangan kita membelenggu Firman Allah, biarlah Firman Allah itu mendunia dan mengubah dunia.
Gairah Gereja untuk melakukan aktivitas Pekabaran Injil takboleh terkendala oleh pandemi atau oleh kondisi apapun.Malahan pandemi bisa kita gunakan umtuk memberitakan Injil dengan tetap sadar bahwa mesti ada diferensiasi antara aktivitas diakonia dengan gerak pemberitaan kabar kesukaan, sehingga tidak boleh terbentuk sebuah mindset yang salah seolah diakonia itu adalah sama dengan "kristenisasi"
Selamat Merayakan Hari Minggu. God bless!
Konsumsi Ikan Bantu Cegah Stunting
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Dokter spesialis gizi klinik Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohus...