Berbagai Organisasi Non-Pemerintah Menolak KTM WTO ke-9 di Bali
BALI, SATUHARAPAN.COM – Berbagai kesepakatan dalam Konferensi Tingkat Menteri Organisasi Perdagangan Dunia (Ministerial Conference of The World Trade Organization/KTM WTO) ke-9 di Bali pada 3-6 Desember 2013 tak akan menjamin kedaulatan pangan negara-negara berkembang. Ini adalah kesimpulan berbagai organisasi non-pemerintah yang menolak KTM WTO.
KTM WTO bertujuan untuk menghidupkan kembali Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Konferensi ini membuat kesepakatan pada isu-isu seperti pertanian dan fasilitasi perdagangan. Isu-isu itu berdampak pada kehidupan jutaan petani, buruh, dan rakyat miskin di negara berkembang.
Gerakan Rakyat Indonesia Melawan Neokolonialisme-Imperialisme (Gerak Lawan) bersama dengan Gerakan Sosial Asia Social Movements for an Alternative Asia (SMAA) dengan tegas menolak WTO dan peace clause, klausul damai Bali. Peace clause berarti negara berkembang hanya bisa mendukung subsidi untuk petani dalam jangka waktu terbatas 4 tahun sementara negara maju dapat terus mensubsidi petaninya dalam jumlah besar.
“Pertemuan Bali tak akan menjamin kedaulatan pangan. Melalui fasilitasi perdagangan, akan lebih banyak impor untuk negera berkembang, menjatuhkan harga jual produk domestik, dan mendorong petani kecil keluar dari pasar,” kata Direktur Eksekutif Focus on the Global South, Pablo Solon.
Sementara Henry Saragih dari Serikat Petani Indonesia mengatakan, “Selama 18 tahun WTO tidak melakukan apa-apa untuk petani kita, pada kenyataannya tingkat kelaparan dunia terus saja meningkat sejak rezim perdagangan dimulai. Petani didorong untuk keluar dari pertanian. WTO secara harfiah membunuh petani kita dengan impor murah dan memotong subsidi untuk petani lokal.”
Serikat Petani Indonesia merupakan salah satu gerakan petani terbesar di Indonesia.
India menjadi sorotan untuk program subsidi pangan. “Petani India tidak akan pernah mengizinkan jika subsidi kita dihapuskan. Rakyat tidak akan membiarkan pemerintah mundur untuk kedaulatan pangan. Dukungan ini sangat penting untuk mata pencaharian jutaan rakyat di negara kami. Kami tak akan membiarkan perdagangan pemerintah India menukarkannya dengan negosiasi apapun di WTO. Akan ada konsekuensi serius jika hal ini terjadi,” kata Yudhvir Singh dari Bhartiya Kisan Union (BKU), serikat petani terbesar di India.
Gerakan rakyat menyerukan untuk pelbagai alternatif keluar dari perdagangan bebas, seperti kedaulatan pangan, mendukung petani lokal untuk pangan populasi lokal.
“Alternatif kebijakan seperti kedaulatan panganlah yang dibutuhkan untuk mengakhiri kelaparan dunia, juga masalah kemiskinan. WTO justru akan memperkaya perusahaan besar saja dan memiskinkan rakyat, khususnya perempuan,” kata Puspa Dewy dari Solidaritas Perempuan.
Gerak Lawan dan SMAA bersama gerakan rakyat lain sudah mempersiapkan Minggu Aksi #EndWTO dari 1 - 6 Desember seperti unjuk rasa di Lapangan Renon pada 3 Desember, Pengadilan Rakyat pada 4 Desember, Sidang Keadilan Ekomoni pada 2 Desember dan pelbagai kegiatan mandiri lain.
Editor : Bayu Probo
BRIN: Duri Landak dapat Jadi Gel Penyembuh Luka
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) melakukan riset terhadap manfaat ...