Berjalan Bersama Melawan Kebencian dan Kekerasan
Pendeta Dr Yusuf Ibrahim Wushishi, Imam Dr Muhammad Nurayu Ashafa, dan Pastor Dr James Movel Wuye. Foto: Claus Grue/WCC
SATUHARAPAN.COM – Lebih dari 100 pemimpin agama dan pelaku yang bergerak di bidang keagamaan dari seluruh dunia berkumpul di PBB di Wina, Austria, pada pertengahan Februari lalu. Pertemuan itu, merupakan manifestasi persatuan antara organisasi keagamaan dan non-keagamaan, dan komitmen tulus untuk bekerja sama dalam menangani ujaran kebencian dan hasutan yang mengarah ke tindak kejahatan keji.
Konferensi Wina itu bertujuan untuk membahas strategi dan mengubahnya menjadi tindakan. Sejumlah komitmen konkret dilakukan untuk melaksanakannya, yaitu mengembangkan kegiatan peningkatan kapasitas bagi para pemimpin dan aktor keagamaan, menyebarkan dan berbagi kurikulum untuk koeksistensi antaragama, termasuk pemuda dan wanita dalam semua aktivitas.
Nigeria adalah negara yang diganggu kekejaman yang dilakukan atas nama agama dalam beberapa tahun terakhir. Dan, beberapa pemimpin agama Nigeria, menghadiri pertemuan Wina itu.
“Pertemuan ini memperkuat para pemimpin agama untuk mengangkat suara tentang apa yang benar, menjadi suara teologi pembebasan, suara menentang korupsi, menentang ujaran kebencian dan ekstremisme, dan suara untuk mencegah genosida massal dan kekejian,” kata Imam Dr Muhammad Nurayu Ashafa, CEO Masalah Islam di Pusat Mediasi Antaragama di Kaduna, Nigeria.
“Pertemuan ini juga merupakan terobosan bagi komunitas religius dan pemangku kepentingan, untuk memiliki Perserikatan Bangsa-Bangsa dan yang lain, yang menerima kenyataan bahwa agama dapat menjadi bagian dari solusi,” ia menambahkan.
Ia menggambarkan Rencana Aksi itu sebagai “sangat inklusif dan bermanfaat”, dan berharap dukungan aktif dari lembaga pemerintah, mitra pembangunan dan badan usaha, dengan sumber daya untuk pelaksanaan yang efektif.
“Rencana tersebut memperkuat apa yang dibutuhkan para pemimpin agama untuk menyuarakan kebenaran, tentang teologi pembebasan, dan suara menentang korupsi, ekstremisme, dan ujaran kebencian,” ia menambahkan.
Sekretaris Jenderal Dewan Gereja Kristen Nigeria (CCN), Pendeta Dr Yusuf Ibrahim Wushishi setuju dengan pendapat itu, “Rencana Aksi membuktikan bahwa komunitas religius memiliki kapasitas untuk berkontribusi pada perdamaian dunia. Kami berkomitmen untuk melakukan advokasi, untuk mengenalkan rencananya kepada orang-orang di daerah pemilihan kami, dan untuk berjalan bersama.”
Pastor Dr James Movel Wuye juga mengungkapkan apresiasinya atas hasil pragmatis pertemuan tersebut, yang ia yakini memerlukan tindakan nyata. Sebagai chief executive officer urusan Kristen di Pusat Mediasi Antaragama di Kaduna, ia sangat percaya pada dialog dan advokasi.
“Kami, yang telah berpartisipasi dalam pertemuan ini, mewakili jutaan entitas religius di dunia ini. Kami memiliki platform di mana orang berkumpul, di mana kita bisa menyebarkan pesan, di situ narasi negatif mendapatkan tantangan. Dampaknya akan terasa cepat dan beberapa tindakan sudah diimplementasikan,” katanya.
Berkaitan dengan situasi di dunia saat ini, ia berpendapat bahwa meskipun agama - atau lebih tepatnya tindakan atas nama agama – sering kali menyebabkan ketegangan dan konflik, sekaligus juga merupakan solusi untuk masalah global karena agama dan kepercayaan akan menyebabkan orang mengatasinya bersama-sama.
“Masalahnya adalah ketika agama dipolitisasi,” kata Imam Ashafa, mengungkapkan kemarahannya atas “mereka yang secara koruptif memperkaya diri mereka sendiri dan kemudian datang ke tempat ibadah untuk menerima penghormatan.”
“Sudah saatnya kita mengangkat suara dan mengatakan tidak pada politisasi agama, dan untuk berbicara melawan kepemimpinan yang menindas dan kekebalan hukum oleh badan keamanan. Pemimpin agama harus berdiri melawan solidaritas negatif dan menghentikan legitimasi ketidakabsahan,” ia menjelaskan.
Trio pemimpin agama yang berpengaruh dari Nigeria itu sendiri, seperti dituliskan Claus Grue dari WCC, merupakan tanda harapan akan dunia yang lebih baik, di mana orang tidak lagi harus takut akan kebencian dan kekerasan.
“Ya, ada harapan jika kita bekerja sama, yang ditunjukkan oleh pertemuan ini dengan jelas. Kita sekarang harus pulang dan mulai menerapkan Rencana Aksi,” mereka menyimpulkan. (oikoumene.org)
Editor : Sotyati
Kiat Menangani Anak Kejang
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Konsultan emergensi dan rawat intensif anak dari Fakultas Kedokteran Univ...