Berkebun di Antara Beton dan Puing
SATUHARAPAN.COM – Sebenarnya, warga di perkotaan juga dapat berkebun. Terdapat banyak lahan yang dapat dibajak dan ditanami. Di Kota Koln di Jerman misalnya, di lokasi bekas pabrik bir dibangun satu kebun.
Terhalang oleh tumpukan puing, di kelilingi reruntuhan bangunan dan gedung-gedung tinggi, satu pemandangan hijau menunggu untuk dikunjungi. Lebah-lebah tampak terbang berkeliling, hinggap dari satu bunga ke bunga lain, kupu-kupu dengan gerakan elegan mengitari kebun, bunga matahari memancarkan kemilau warna kuningnya, dan wajah orang-orang tampak berseri, juga wajah Dorothea Hohengarten.
Ibu muda yang akrab dipanggil Doro itu merupakan juru bicara dari Kolner Neuland e.V, kelompok yang mengorganisasi kebun bersama di Kota Koln. Beberapa orang yang lewat penasaran bertanya mengenai kelompok itu. “Setiap orang dapat menanam di sini, menyiram, memupuk dan memanen. Juga mereka yang bukan anggota kelompok. Lewat sumbangan. Semua milik bersama,“ kata Doro, seperti dilansir situs dw.com.
Mulai bulan depan, kebun akan diurus oleh seorang tukang kebun yang mendapat upah dan para relawan akan mendapatkan jadwal untuk turut membantu. Selama ini, ditentukan seseorang yang menjadi pengawas, yang lain diminta untuk membajak tanah atau menanam benih.
Michele, seorang warga Kota Koln, menaburkan tanah berwarna merah yang berasal dari batu bata yang dihancurkan di sekliling sayuran. Tanah yang berasal dari sebuah lapangan tenis memiliki fungsi untuk membantu sistem pengairan.
Setelah itu, dibantu anaknya, Fabio, beserta teman-temannya, Michele menyiram pohon tomat yang baru diitanam. “Tahun ini kami sangat beruntung. Bukan musim panas yang baik untuk pergi ke luar, namun waktu yang bagus untuk berkebun,” kata pria asal Italia yang telah tinggal di Jerman sejak 40 tahun lalu. Michele kerap datang ke kebun itu bersama anaknya.
Berbagai jenis buah-buahan lokal dan juga tanaman eksotis seperi gooseberry dapat dilihat dan juga dicicipi di kebun itu dan semuanya organik. Salah satu aturan dasar kelompok itu adalah dilarang memakai pestisida, herbisida, dan pupuk kimia.
Memanen hasil bukanlah tujuan utama para tukang kebun amatir itu. Kebanyakan dari mereka ingin belajar mengenai tanaman dan tanah serta menikmati keindahan di tengah kota dan berkumpul bersama pencinta kebun lain.
Matahari bersinar dengan teriknya dan anggota kelompok tengah menyiram tanaman. “Pemilik gedung di sebelah memberi izin kepada kami untuk menampung air hujan dari atap, yang biasanya mengalir lewat talang ke dalam sistem saluran pembuangan,” kata Doro.
Air hujan ditampung dalam sebuah tangki air dan dimanfaatkan untuk menyiram kebun sesuai dengan kebutuhan. Untuk dapat menghemat air dan agar kebun tidak cepat kering, mereka menutupi lahan dengan bahan organik seperti kulit kayu, jerami dan potongan gulma serta rumput.
Sebagian besar para pencinta kebun, menganggap bahwa perkebunan perkotaan ini bukanlah sekadar iseng.
“Di kota-kota di Tiongkok misalnya, sudah umum untuk berkebun di halaman belakang, karena memang warga membutuhkannya untuk keperluan sehari-hari,” kata salah seorang anggota kelompok yang baru saja mengunjungi Tiongkok.
Doro menambahkan, “Bagi kami ini baru sekadar sesuatu yang menyenangkan. Tapi tidak ada salahnya untuk berpikir untuk benar-benar bertani. Saat ini kami tengah mengalami krisis keuangan, Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi selanjutnya di Eropa. Dan kami di sini memiliki pemahaman dasar bahwa melestarikan seuatu selalu bermanfaat.“
Harus Siap Pindah
Sekitar dua setengah lapangan sepak bola luas lahan di tengah Kota Koln yang dapat diolah oleh Kolner Neuland e.V. Namun, baru sekitar seperempatnya yang dimanfaatkan. Diharapkan seluruh lahan yang ada dapat ditanami dalam waktu dekat.
Para anggota kelompok memiliki kontrak pemakaian lahan dengan pemilik lahan, yaitu pemerintah negara bagian Nordrhein Westfalen, Setelah kontrak habis, menurut rencana di atas lahan itu dibangun satu kompleks bangunan. Para pencinta kebun berharap dapat memindahkan tanaman mereka ke tempat lain.
Tren Hijau di Kota Besar
Jika membutuhkan suasana yang lebih tenang, penduduk New York City biasanya melarikan diri ke sejumlah taman yang tersedia di kota. Sejak beberapa tahun, ada taman High Line Park yang letaknya di ketinggian 10 meter. Bekas jembatan sepur kereta barang West Side itu dirombak menjadi sebuah taman. Lengkap dengan kursi-kursi. Bersantai di taman sambil menikmati pemandangan kota dari atas.
Sebuah rumah di Hamburg dinding kacanya dipenuhi alga. Tanaman itu mampu menyuplai minyak bagi industri kosmetik dan air hangat untuk mandi. Dinding rumah tersebut terdiri atas 129 segmen kaca yang fungsinya seperti akuarium.
Di antara Pont d'Alma dan menara Eifel di Kota Paris ada museum Quai Branly yang sangat unik tampilannya. Permukaan tembok bangunan tersebut dari dasar hingga atap ditumbuhi tanaman. Murs vegetals atau dinding tanaman adalah kreasi ahli tumbuh-tumbuhan Patrick Blanc sejak 10 tahun. Di museum itu bisa ditemukan 15.000 tanaman dari 150 spesies yang berbeda.
Di ruang rapat kantor Pasona Group di Tokyo ada pohon tomat dan jeruk limau. Di jam istirahat kantor, para pegawai memetik sendiri buah dan sayur yang mereka tanam sendiri. Di dinding luar gedung tumbuh pohon jeruk.
Di Singapura, duet arsitek dari WOHA (sebuah praktik arsitektur yang berbasis di Singapura), ingin mengintegrasikan tanaman dalam rancangan mereka. Hasilnya, School of the Arts yang terletak di tengah kota juga menghijau. Baik dari dalam maupun dari luar.
Editor : Sotyati
Prasasti Batu Tertua Bertuliskan Sepuluh Perintah Tuhan Terj...
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Prasasti batu tertua yang diketahui yang bertuliskan Sepuluh Perintah Tuha...