Berlin Menolak Permohonan Assad untuk Jadi Penengah Konflik di Suriah
BERLIN, SATUHARAPAN.COM – Presiden Suriah Bashar al-Assad mengatakan ia akan menyambut upaya Jerman untuk menengahi konflik Suriah. Tapi, Berlin menolak gagasan itu, sebuah keputusan yang dianggap beberapa ahli kebijakan sebagai hal yang benar.
Saat Suriah memulai proses menghancurkan persediaan senjata kimia di bawah pengawasan ahli internasional, Presiden Bashar al-Assad mengejutkan banyak orang dengan meminta Jerman untuk memainkan peran diplomatik yang lebih besar.
Dalam sebuah wawancara panjang dengan edisi terbaru dari majalah berita Jerman, Der Spiegel, Assad menolak bertanggung jawab atas kekerasan di Suriah dan mengirimkan sinyal bahwa ia akan terbuka jika Jerman bertindak sebagai mediator dalam konflik yang sedang berlangsung.
“Tentu saja, saya ingin melihat utusan dari Jerman datang ke Suriah untuk melihat dan mendiskusikan kenyataan yang ada,” kata Presiden Suriah. “Datang ke sini tidak berarti Anda mendukung pemerintah. Tapi jika Anda datang ke sini, Anda dapat melakukannya, Anda dapat berbicara, Anda dapat membahas, Anda dapat meyakinkan. Jika Anda pikir Anda harus mengisolasi kami, Anda hanya berakhir mengisolasi diri.”
Untuk bantuan, Silakan ke PBB
Tetapi, pada hari Senin (7/10), Menteri Luar Negeri Jerman, Guido Westerwelle menolak tawaran itu.
“Kita sudah memiliki Lakhdar Brahimi yang bertindak sebagai utusan khusus PBB dan kami sepenuhnya mendukung upayanya untuk menengahi solusi politik,” kata Westerwelle saat berkunjung ke Afghanistan. Menteri luar negeri juga mengecam penyangkalan Assad atas serangan gas beracun di luar Damaskus pada Agustus lalu.
“Menyangkal dan membantah tentu tidak cocok untuk menemukan solusi damai bagi Suriah,” kata Westerwelle.
Menurut Ahli Timur Tengah Guido Steinberg, dari Institut Jerman untuk Urusan Internasional dan Keamanan (SWP), menolak peran mediator adalah langkah yang tepat untuk Jerman.
“Semua orang bekerja menuju solusi politik di Suriah harus mendukung Lakhdar Brahimi,” kata Steinberg. Masing-masing negara tidak boleh secara sepihak mengambil peran mediasi, ia menambahkan.
Kondisi perpolitikan Jerman juga kurang sehat pada saat ini, sebab Kanselir Angela Merkel masih dalam proses membangun koalisi setelah memenangkan pemilihan federal bulan lalu.
“Pada saat ini, tidak ada yang tahu siapa menteri luar negeri berikutnya,” kata Steinberg.
Menghindari Arogansi Politik
Thomas Jäger, profesor hubungan internasional dan kebijakan publik di University of Cologne, juga mendukung keputusan pemerintah.
“AS dan Rusia, khususnya, berada pada sisi berlawanan dari konflik Suriah,” kata Jäger pada Deutsche Welle. “Jika pemerintah Jerman menengahi perselisihan antara AS dan Rusia. Itu akan terlihat sebagai arogansi politik.”
Menurut Jäger, peran mediator juga akan mengirim sinyal bencana bagi sekutu Jerman. Langkah tersebut akan menandakan bahwa pemerintah Jerman melihat dirinya sebagai mampu memecahkan salah satu konflik politik yang paling sulit di dunia. Dan Jäger percaya bahwa tidak hanya Jerman, tetapi Eropa secara keseluruhan harus menunjukkan pengendalian diri.
“Negara-negara Eropa mempersulit diri sendiri jika berusaha menemukan solusi, atau bahkan memberikan kontribusi yang relevan dengan solusi,” kata Jäger. “Ini bukan konflik kebijakan luar negeri bahwa dapat mereka tangani.”
Kebijakan yang Tepat Bagi Para Pengungsi
Namun Jerman bisa dan harus aktif dalam konflik Suriah, berpendapat Steinberg.
“Saya pikir Jerman harus bereaksi dalam beberapa cara, untuk menunjukkan bahwa konflik Suriah bukannya tidak penting bagi kita, karena kadang-kadang pemikiran ini muncul,” katanya. Steinberg berpikir titik awal yang terbaik untuk tindakan konstruktif adalah di bidang kebijakan pengungsi.
Sebagai langkah pertama, Turki harus membuka kembali perbatasannya dan menerima lebih banyak pengungsi. Di sini, Steinberg mengatakan, Jerman bisa memberikan dukungan logistik dan keuangan. Namun, pada saat yang sama, Libanon dan Yordania juga akan membutuhkan bantuan. Negara-negara terancam untuk menjadi tidak stabil secara politis karena mereka mendapat pengungsi dari Suriah dengan jumlah yang tidak proporsional, kata Steinberg.
“Pada tahap kedua, Uni Eropa juga harus mengambil lebih banyak pengungsi. Di sini sekali lagi, Jerman juga bisa menemukan cara untuk berkontribusi,” katanya.
Jäger juga berpendapat bantuan kemanusiaan adalah jalan yang benar untuk Jerman. Pemerintah bisa membantu meringankan konsekuensi dari perang sipil di wilayah tersebut. Selain itu, Jerman juga bisa membantu ‘memindahkan diskusi ke beberapa jenis solusi.” Mengembangkan ide-ide untuk mencapai tujuan ini, Jäger mengatakan, tergantung pada “program-program aksi pemerintah.” (dw.de)
Bebras PENABUR Challenge : Asah Kemampuan Computational Thin...
Jakarta, satuharapan.com, Dunia yang berkembang begitu cepat memiliki tantangan baru bagi generasi m...