Polisi China Tembaki Pengunjuk Rasa di Tibet
TIBET, SATUHARAPAN.COM - Polisi China menembaki sekelompok pengunjuk rasa di wilayah Driru, Tibet, dan melukai 60 orang. Demikian disampaikan organisasi hak asasi manusia, hari Rabu (9/10).
Disebutkan bahwa para demonstran berkumpul pada hari Minggu (6/10) untuk menuntut pembebasan rekan mereka, Dorje Draktsel, warga Tibet yang ditahan karena menolak untuk mengibarkan bendera China, kata kelompok Pembebasan Tibet (Free Tibet) yang berbasis di Inggris.
"Pasukan keamanan mulai memukuli orang-orang Tibet , menyebabkan mereka luka parah, juga digunakan gas air mata dan menembak tanpa pandang bulu ke arah kerumunan," kata Direktur Free Tibet, Eleanor Byrne-Rosengren sepertio dikutip kantoe berita AFP.
Penembakan di wilayah Driru itu menyebabkan dua demonstran dalam kondisi kritis. Satu korban bernama Tagyal, dan lainnya yang dipukul di bagian rahang disebut bernama Tsewang.
"Selama beberapa bulan terakhir terjadi peningkatan frekuensi kekerasan oleh pasukan keamanan," kata Eleanor Byrne - Rosengren dalam sebuah pernyataan.
Sementara itu, kelompok Kampanye Internasional untuk Tibet (ICT) yang berbasis di Amerika Serikat mengatakan tidak ada informasi yang jelas apakah tembakan itu peluru atau gas air mata, tetapi menyebutkan tentang 60 orang terluka seperti yang disebutkan sumber-sumber di Tibet.
Menolak Mengibarkan Bendera
Namun seorang polisi di biro keamanan publik Driru membantah insiden itu. Kepada AFP dia mengatakan, "Tidak ada protes, tidak ada yang terluka."
Sepekan sebelumnya, pejabat di daerah itu meminta biara Tibet dan rumah-rumah mengibarkan bendera China pada Hari Nasional pada 1 Oktober, kata ICT.
Tibet merupakan kawasan yang dikuasai secara ketat oleh China lebih dari 50 tahun lalu. Pihak Beijing mengecam pemerintahan di pengasingan yang dipimpin Dalai lama sebagai tindakan untuk mengangkat isu separatis.
Sementara Dalai Lama, yang juga pemenang Nobel Perdamaian, tinggal di pengasingan di India sejak tahun 1959 setelah pemberontakan yang gagal di Tibet. Dia mengatakan bahwa dia tidak berdaya untuk menghentikan apa yang disebutnya tindakan putus asa.
Kelompok-kelompok HAM menyalahkan kontrol ketat otoritas setempat dan pemerintah China atas penindasan agama dan erosi budaya. Tapi Beijing mengatakan telah membawa investasi besar-besaran ke wilayah yang disebutnya relatif belum berkembang. (tibet.net)
Editor : Sabar Subekti
Korban Pelecehan Desak Vatikan Globalkan Kebijakan Tanpa Tol...
ROMA, SATUHARAPAN.COM-Korban pelecehan seksual oleh pastor Katolik mendesak Vatikan pada hari Senin ...