Bertemu Menag, Ikadi Lapor tentang Sertifikasi Dai
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) KH Ahmad Satori Ismail bersama jajaran pengurusnya bersilaturahim dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin. Dalam kesempatan itu, Ahmad Satori menyampaikan bahwa Ikadi sudah melakukan sertifikasi dai, meski itu bersifat internal bagi anggotanya.
“Ikatan Dai Indonesia sudah melakukan sertifikasi dai, tapi secara internal. Sertifikasi internal itu bahwa orang yang masuk ke Ikadi, harus ikut program dai pemula dulu,” kata Ahmad Satori di Jakarta, Selasa (7/3).
Ahmad mengatakan dalam mengikuti proses sertifikasi dai pemula yang dinilai terkait dengan masalah keilmuan, termasuk akhlaknya, ibadahnya dan lain sebagainya.
Menurut Ahmad Satori, sertifikasi perlu dilakukan kepada dai pemula, karena Ikadi berpandangan bahwa saat akan berdakwah, seorang dai harus berada satu level lebih tinggi dari masyarakat yang menjadi objek dakwahnya.
“Hal ini tidak terkait dengan uang, tapi secara keilmuannya memang diharapkan mempunyai kualifikasi keahlian secara tertentu," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Ahmad Satori juga menyampaikan kepada Menag bahwa Ikadi saat ini sudah tersusun kepengurusan sampai dengan 33 provinsi. Bahkan, menurutnya ada provinsi yang sudah mempunyai pengurus sampai tingkat kecamatan.
Ikadi ke depan, kata dia, akan menyusun database dai, antara lain berdasarkan kualifikasi akademik.
Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin menyambut baik terbentuknya kepengurusan Ikadi hingga provinsi, bahkan kecamatan. menurutnya, hal itu akan sangat membantu Kementerian Agama dalam meningkatkan kualitas keagamaan dan pendidikan keagamaan masyarakat Indonesia.
Lukman juga mengapresiasi program sertifikasi internal yang sudah dilakukan oleh Ikadi. Lukman berharap Ikadi dapat menjawab keluhan masyarakat yang selama ini diterimanya terkait dengan isi Khutbah Jumat.
Menurutnya, ada beberapa permasalahan yang dikeluhkan terkait materi khotbah salat Jumat, yang pertama adalah penyampaian persoalan furuiyah (perbedaan) yang beragam dan dibesar-besarkan, yang kedua adalah membanding-bandingkan agama Islam dengan agama lain, sementara masjid berada di perkampungan yang warganya bukan muslim semua.
Masalah yang ketiga adalah penyampaian materi terkait politik praktis, bahkan eksplisit menyebutkan nama untuk mendukung si A dan melarang mendukung si B, dan permasalahan yang terakhir menyentuh ideologi negara, misalnya: Pancasila dinilai thaghut, hormat bendera haram, dan lainnya. (kemenag.go.id)
AS Laporkan Kasus Flu Burung Parah Pertama pada Manusia
NEW YORK, SATUHARAPAN.COM-Seorang pria di Louisiana, Amerika Serikat, menderita penyakit parah perta...