BI: Perdagangan, Tantangan Terbesar Tingkatkan Pertumbuhan Kredit
JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Bank Indonesia (BI) memperkirakan kredit perbankan akan tumbuh menjadi 11 sampai 13 persen pada tahun ini. Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, Yati Kurniati, mengatakan, tantangan kredit terbesar berasal dari sektor perdagangan.
“BI memprediksi kredit untuk tahun ini 11 sampai 13 persen. Kita melihat itu yang masih mampu dicapai oleh bank-bank,” ujar Yati di Jakarta, Kamis (6/8).
Ia mengungkapkan, yang paling besar berkontribusi dalam pencapaian kredit adalah sektor perdagangan, terutama industri. Akan tetapi, dengan kondisi ekonomi yang lesu, pihaknya tidak berharap banyak kondisi akan segera pulih.
“Industri pertambangan, misalnya, harga komoditas saat ini sedang melemah. Namun kita jaga agar pertumbuhannya tidak negatif,” ujar dia.
Ia mengakui bahwa tantangan pertumbuhan kredit datang dari sektor komoditas perdagangan. Sebab produksi akan meningkat bila permintaan juga ada. Dengan begitu sektor industri akan mendorong sektor-sektor lainnya juga bergerak.
Sementara itu, untuk meningkatkan penyaluran kredit, BI juga telah melonggarkan loan to value (LTV) untuk sektor properti dan kendaraan bermotor. Untuk pembelian sektor properti pertama, semula LTV diberikan 70 persen, namun kini BI melonggarkan menjadi 80 persen. Sementara untuk kredit kendaraan bermotor, down payment (uang muka) semula ditetapkan minimal 25 persen kini dilonggarkan menjadi 20 persen
Ia meyakini kebijakan tersebut akan meningkatkan gairah permintaan kredit sehingga permintaan sektor-sektor lain juga terdorong, seperti semen, batu bata, dan industri lainnya.
Yati mengatakan, perolehan kredit hingga Juni 2015 baru mencapai sekitar 6,5 persen. Ia berharap kebijakan LTV mampu mendrong pertumbuhan kredit di sektor properti sekitar 1 persen dan akan tumbuh pesat pada 2016 mendatang.
Namun demikian, BI tetap memperhatikan kondisi bank-bank di Indonesia sehingga kebijakan LTV diberikan kepada bank yang memiliki non performing loan (NPL) atau kredit macet di bawah 5 persen.
“Di tengah perlambatan ekonomi, kami tidak mau menambah risiko bank-bank dengan adanya pelogggaran ketentuan ini. Kami juga memperhatikan manajemen risiko agar bank lebih berhati-hati dalam menyalurkaan kredit,” ujar dia.
Menurutnya, belum saatnya bagi bank yang memiliki NPL di atas 5 persen untuk meningkatkan ekspansi di perumahan.
“Mereka benahi dahulu kualitas kreditnya. Namun bank-bank yang sudah mempunyai kualitas kredit yang baik, silakan meningkatkan kredit di bidang ini” kata dia melanjutkan.
Editor : Eben E. Siadari
Kremlin: AS Izinkan Ukraina Gunakan Senjata Serang Rusia Mem...
MOSKOW, SATUHARAPAN.COM-Kremlin mengatakan pada hari Senin ( 18/11) bahwa pemerintahan Presiden Amer...